Tafsir Al-Nahl 72: Penculik Anak, Dihukum Mati?

Tafsir Al-Nahl 72: Penculik Anak, Dihukum Mati? ilustrasi

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - "Waallaahu ja’ala lakum min anfusikum azwaajan waja’ala lakum min azwaajikum baniina wahafadatan warazaqakum mina alththhayyibaati afabialbaathili yu/minuuna wabini’mati allaahi hum yakfuruuna".

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

"Wa hafadah". kebanyakan mufassirin memaknai "cucu, cicit dan seterusnya. Tapi tidak begitu dengan Ibn Abbas. Yang dimaksud dengan "Hafadah" pada ayat ini adalah para pembantu atau al-a'wan. Imam Malik ibn Anas menambahkan, termasuk para pembantu rumah tangga, para budak, para teman-teman dekat yang aktif membantu kita dalam berbagai urusan. Mereka itu "hafadah".

Itu artinya, al-Qur'an mengingatkan kita bahwa kenikmatan hidup sebuah keluarga tingkat tinggi adalah bila punya banyak pembantu. Dengan banyaknya pembantu berarti keluarga tersebut memberi manfaat kepada orang lain. Orang sekitar mencari nafkah dari pekerjaan yang disediakan keluarga tersebut. Itulah salah satu yang disebut nabi Muhammad SAW sebagai orang bermanfaat bagi umat. Dia menciptakan dan menyediakan banyak pekerjaan untuk orang lain, tidak sekedar punya pekerjaan untuk diri sendiri.

Tapi kini orang mencari pekerjaan, mencari uang itu sering kali ngawur dan tega. Kini sedang marak soal eksplotasi anak di bawah umur. Menyuruh anak kecilnya mengemis, mengamen dan meminta minta. Tentu dilarang oleh agama. Anak kecil adalah amanah yang mesti dijaga sebaik mungkin. Mereka berhak mendapatkan layanan dari orang tuanya, termasuk layanan pendidikan. Memang anak wajib bakti kepada orang tua, tapi nanti setelah dewasa dan disesuaikan keadaan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Pencurian anak yang lepas dari orang tuanya, lalu diperdagangkan, disewakan, dipekerjaan secara paksa sungguh perbuatan sangat kejam dan sangat keji. Anak tersebut selain tidak berdosa, dia terputus dari keluarganya dan inilah yang paling fatal. Meskipun dirawat sebaik mungkin, tetap saja tidak bisa menutupi kasih sayang antara orang tua dan anak. Sama-sama buruk, masih mendingan anak itu mati ketimbang diculik.

Mati, sudah jelas, sudah takdirnya kembali duluan kepada Yang Maha Kuasa dan tinggal pasrah kepada-Nya. Tapi kalau diculik, sungguh penderitaan lahir batin yang berkepanjangan dan tidak menentu. Dosa besar. Bila negeri ini memberlakukan hukuman mati bagi penculik anak, rasanya didukung penuh oleh semua orang tua yang berpikiran normal. Anak hilang terculik itu sangat banyak. Jika arahnya dieksplotasi, maka mudah diketemukan dan diberantas karena operasinya pasti di jalan raya. Tidak ada lagi kecuali disuruh mengemis atau mengamen di jalan. Selain tempat tersebut, anak kecil tak bisa dipekerjaan.

Aparat yang berwajib tinggal merazia semua anak kecil di jalanan secara aktif dan tegas, titik. Toh regulasi soal larangan memperkerjakan anak kecil sudah ada. Tidak pandang anak siapa. Lalu ditampung, didata, dicari identitasnya, bekeja sama dengan panti asuhan - misalnya-. Lalu diiumumkan terus menerus di media. Bagi yang datang mengaku sebagai orang tuanya harus menunjukkan bukti, misalnya Kartu Keluarga, surat nikah, keterangan pejabat desa, saksi, termasuk tes DNA dll. Jika aparat kita ini sungguhan, itu mudah dan sangat sederhana.

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Bapak Polisi boleh saja mengaku sudah berbuat, sudah merazia, tapi rakyat, penduduk kota, para sopir, awak media masih mudah sekali menjumpai itu di jalanan. Utamanya malam hari. Jadi mohon dimaklumi, bila hati masyarakat masih memandang sebelah mata terhadap kerja polisi. Mbok yo kayak Densus 88 nguber teroris. Bisa jadi kebablasan. Yang tidak teroris, diduga-duga, diteroris-teroriskan sehingga salah tangkap.

Menangkapi anak kecil di jalanan sungguh tidak sama dengan menguber bandar narkoba, pengedar, teroris, maling, rampok, jambret dll. Ya, karena mereka sudah dewasa, kuat dan pinter. Sedangkan anak kecil sangat lemah dan hanya di jalan raya itu saja tempat kerjanya. Lari pun tidak kencang dan tidak pula membawa senjata. Bila tempat kerja anak kecil ini ditutup, maka 99 persen masalah eksplotasi anak selesai, baik yang menculik, yang memperkerjakan mengemis maupun yang menyewakan. Hal itu karena lahan kerjanya tidak ada. Mulialah jasa pak polisi yang bisa kerja beres dalam memberantas ini. Bayangkan, andai anak pak polisi sendiri yang diculik..?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO