Aksi sweeping buku yang berbau paham Partai Komunis Indonesia (PKI) marak terjadi di Indonesia saat ini. Anggota militer menarik semua buku-buku tersebut dari peredaran masyarakat. Buku-buku 'kiri' seperti Tan Malaka hingga Marx atau Lenin sudah tidak lagi beredar di mal-mal Surabaya. Atribut-atribut tentang PKI juga tidak luput dari razia.
Tindakan seperti itu dilatarbelakangi oleh trauma yang pernah dirasakan masyarakat khususnya militer pada saat itu. Secara lebih luas, masyarakat khawatir paham komunis mampu menggulingkan ideologi pancasila.
Baca Juga: Esensi Kemerdekaanku dan Kemerdekaanmu
Indro Suprobo, penerjemah sekaligus editor buku mengatakan bahwa buku-buku terkait masa lalu itu sesuatu yang netral, dan masyarakat yang ingin mengutak-atik ideologi dianggap wajar, karena ideologi kita sudah selesai. Menurutnya, tindakan-tindakan mulai dari razia buku komunis, penutupan diskusi yang berbau 'kiri', penangkapan warga sipil menggunakan kaos berlogo palu arit, menandakan ketidaksiapan pemerintah menghadapi isu komunis. Sebuah mimpi buruk yang dikhawatirkan akan bangkit lagi di tengah masyarakat.
Pemerintah dan aparat kemanan semestinya lebih dewasa mengatasi situasi seperti ini. Negara-negara seperti Rusia, Kuba, dan Cina sudah meninggalkan ideologi komunis, praktis tinggal Korea Utara yang masih menggunakannya. Mengingat komunis adalah produk ideologi semestinya juga dilawan dengan ideologi juga, bukan dengan tindakan represif seperti ini. Founding Fathers kita telah menancapkan Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia, tapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya -sampai saat ini- belum menjangkau semua lapisan masyarakat.
Peristiwa kelompok band reggae di Sumatera diperiksa petugas karena menyanyikan lagu genjer-genjer atau pemuda di Malang yang ditangkap lantaran mengenakan pin bergambar palu arit di kaosnya. Parahnya mereka (kelompok band dan pemuda di Malang) tidak mengerti maksud lagu tersebut atau pin yang ia kenakan.
Baca Juga: Kasus Enno dan Yuyun, Pelajaran Bagi Para Orang Tua
Dengan maraknya masyarakat, khususnya pemuda-pemuda, yang kurang mengerti apa itu arti Pancasila, tentu ini menjadi sebuah PR besar bagi pemerintah Indonesia agar mampu meyakinkan masyarakat bahwa pancasila lebih mensejahterahkan ketimbang komunis. Merujuk kasus band reggae dan pemuda di Malang, dapat dikatakan bahwa saat ini Indonesia sedang ‘darurat Pancasila’. Pemerintah nampaknya perlu menghidupkan kembali pendidikan moral pancasila (PMP) dan pelajaran pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB) yang dahulu pernah diajarkan di sekolah. Masa lalu memang dilahirkan untuk dikenang, tapi tidak harus dibuat turun-menurun bahkan keblabasan menjadi penyakit. Ya, penyakit itu bernama trauma.
Oleh: Aulia Rachman, Mahasiswa aktif di UIN Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Ushuluddin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News