Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - "Wayawma nab’atsu min kulli ummatin syahiidan tsumma laa yu/dzanu lilladziina kafaruu walaa hum yusta’tabuuna. Wa-idzaa raaa alladziina zhalamuu al’adzaaba falaa yukhaffafu ‘anhum walaa hum yunzharuuna."
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Pesan ayat 84 ini terkait tanggung jawab seorang pemimpin. Bahwa kelak di akhirat nanti Tuhan akan meminta pertanggungjawaban pemimpin (syahid) pada setiap kelompok. Umat manusia yang terbukti durhaka padahal sang pemimpin sudah menyampaikan kebenaran, sudah membimbing ke jalan yang benar, maka itu risiko mereka sendiri dan tidak ada waktu pulang kembali ke dunia untuk memperbaiki diri.
Ayat senada, dulu sudah pernah kita bahas, yaitu pada al-Nisa':41. Mulanya, Abdullah ibn Mas'ud disuruh Nabi membaca al-Qur'an sementara Nabi yang menyimak. Saat bacaan sampai pada ayat tersebut, Nabi meneteskan air mata dan menyuruh Ibn Mas'ud menghentikan bacaan. Tangisan itu makin menjadi-jadi dan air mata makin deras. Para sahabat di sekitar hanya bosan menunggu dan tidak tidak ada yang berani bertanya. "mengapa?".
Nabi, lantas menjelaskan, bahwa betapa diri beliau merasa sangat berat ketika kelak akan diminta pertanggungjawaban atas risalah yang diembannya. Dengan lembut Nabi meminta agar para sahabat membantunya dengan cara memberi kesaksian, bahwa beliau telah menyampaikan amanat risalah dengan baik. Tentu saja mereka sanggup. Ya, karena memang Nabi benar-benar sangat baik dalam mengemban amanat kenabian.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Sisi lain, ayat tersebut mengisyaratkan bahwa imam, pemimpin, syahid adalah yang paling bertanggungjawab soal amaliah umat. Kepala desa berkewajiban menyeru kebajikan dan berusaha mencegah kemungkaran. Pamong desa yang tahu dan membiarkan rakyatnya berjudi, sabung ayam, apalagi mengadakan dangdutan atas nama desa, diramaikan dengan artis maksiat, joget erotis, maka yang pertama kali menanggung dosa adalah pamongnya, ketua panitianya.
Jika si pamong menyeponsori amal ibadah, seperti mengatur shalat tarawih agar bagus dan berkualitas, lengkap tumakninah dan khusyu', meski dia tidak ikut shalat tarawih, dia mendapatkan pahala dari kebajikan shalat tersebut. Sang imam shalat, dalam hal ini yang paling banyak mendapat pahala. Karena dia yang membimbing umat ke ibadah yang berkualitas.
Andai di sebuah perkampungan ada shalat tarawihnya amburadul, cepet-cepetan sehingga tumakninah dan kekhusyu'an kurang, maka yang pertama kali harus bertanggungjawab adalah imamnya. Jika ternyata pahala kosong dan divonis masuk neraka, maka imamnya yang lebih duluan dijerumuskan. Inilah imam perusak ibadah umat. Kelihatannya memimpin shalat jam'ah, tapi sejatinya merusak pahala. Umat dirugikan gara-gara dia.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Apakah, umat yang makmum juga dipersalahkan oleh Tuhan nanti?. Ayat berikutnya (85) yang menjawab. Orang-orang yang berbuat zalim, kelak akan mengalami siksaan tanpa ada penundaan barang sedikit. Jika makmum sengaja mengikuti dan mengerti bahwa itu buruk, maka sama saja. Sama-sama disiksa. Carilah imam shalat tarawih yang menambah pahala, bukan yang merusak pahala.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News