JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Presiden Joko Widodo mengumumkan Kementerian Dalam Negeri sudah membatalkan sebanyak 3.143 peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Peraturan-peraturan tersebut dianggap bermasalah.
"Saya sampaikan, Menteri Dalam Negeri sesuai dengan kewenangannya, telah membatalkan 3.143 peraturan daerah yang bermasalah," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/6).
Baca Juga: Viral Pernyataan Babe Haikal Terkait Sertifikasi Halal, Mahfud MD Beri Tanggapan Menohok
Peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang dibatalkan itu, kata Jokowi, adalah peraturan yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi.
Selain itu, peraturan tersebut dianggap menghambat proses perizinan dan investasi serta menghambat kemudahan berusaha. "Peraturan-peraturan itu juga bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi," ujar Jokowi.
"Saya tegaskan bahwa pembatalan ini untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar, yang toleran dan memiliki daya saing," lanjut Jokowi.
Baca Juga: Siswa MTsN Kota Pasuruan Juara 1 MYRES Nasional, Mas Adi: Anak Muda yang Harumkan Daerah
Saat menyampaikan pengumuman tersebut, Jokowi didampingi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Sebelumnya, Jokowi dalam berbagai kesempatan menyinggung ribuan perda yang bermasalah. Ia menganggap aturan sebanyak itu menyulitkan, menghambat, bahkan menjerat kita sendiri.
Dampaknya, kata dia, pengambilan keputusan dalam banyak hal menjadi terhambat.
Baca Juga: Aura Kekuasaan Jokowi Meredup, Ini Dua Indikatornya
Presiden meminta kepada para gubernur, bupati dan wali kota serta anggota dan pimpinan DPRD hendaknya jika membuat aturan harus dapat mendorong pembangunan daerah dan bukan malah sebaliknya.
Jokowi menambahkan, banyaknya regulasi yang dibuat jajaran pemerintah cenderung menghambat.
Jokowi mengaku sempat bertanya jumlah banyak aturan yang ada di Indonesia. Kementerian Bappenas menjawab ada sekitar 42.000 aturan dalam bentuk perpres, PP, permen, hingga perda.
Baca Juga: Tanda-Tanda Kiamat: Cuek, Tak Punya Malu, Orang Tak Pantas Ditokohkan tapi Ditokohkan
"Bayangkan sebagai kapal besar, bangsa besar, aturan kita sebanyak itu," kata Jokowi.
"Ini yang kita hapus, kita kurangi sebanyak-banyaknya," kata Jokowi.
Jokowi lalu menyinggung adanya 3.000 perda bermasalah yang tengah dikaji Kementerian Dalam Negeri.
Baca Juga: Beri Materi Kepemimpinan Kewiraurasahaan, Khofifah Ajak Berperasangka Baik
Jokowi mengaku sempat membaca beberapa perda bermasalah tersebut. Semakin banyak membaca perda itu, ia mendapati banyak keanehan.
Presiden lalu menginstruksikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menghapus semua perda bermasalah tanpa perlu mengkaji. Kajian terlebih dulu dianggap Jokowi akan membuat penyelesaiannya lama.
"Saya sudah perintah Mendagri yang 3.000 (perda) tahun ini hilangin semuanya. Enggak usah dikaji-kaji, wong bermasalah dikaji. Hapus," kata Jokowi.
Baca Juga: Selain Lagu Nasional, Inilah 10 Track yang Cocok Meriahkan HUT ke-78 Kemerdekaan RI
Sementara Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai beberapa perda tentang penertiban selama bulan Ramadan bertentangan dengan semangat kebhinekaan. Untuk itu kepala daerah diimbau untuk lebih bijak saat mengeluarkan perda.
"Nanti akan ada surat edaran kepada kepala daerah. Isinya agar lebih cermat, lebih sensitif terhadap kebijakan kepala daerah. Apakah itu surat edaran, intruksi bupati/wali kota, gubernur, perda yang bernuansa menggangu kemajemukan bangsa dan toleransi itu harus hati-hati," ujar Tjahjo di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (13/6).
Tjahjo mengatakan, ada beberapa daerah yang dinilai perdanya berpotensi bertentangan dengan semangat persatuan dan toleransi. Perda-perda tersebut juga harus jelas alasannya.
Baca Juga: Pemerintah Harus Gunakan Booster Halal, Politikus Golkar: Melanggar Jika Abaikan Putusan MA
"Ada Bogor, Bengkulu, Lebak, Padang. Itu harus jelas alasannya. Apakah betul semua penduduknya 100 persen muslim. Yang penting kan bagaimana aturan-aturan yang dibuat dari Presiden sampai ke kepala daerah untuk kemaslahatan daerah," terangnya.
Tjahjo juga menilai perda di daerah yang dimaksudnya itu dinilai berlebihan. Dia menekankan agar penegakan aturan itu lebih kepada fungsi pengawasannya.
"Iya. Karena fungsi yang sensitif tadi bagaimana pengawasannya, imbauannya dan pembatasannya. Misalnya membatasi orang untuk berjualan terbuka. Warungnya ditutup depannya pakai tirai agar tidak kelihatan," kata Tjahjo.
Baca Juga: Tol Sumatera Butuh Rp 130 Triliun, Tapi Inilah Pelajaran Tol Suramadu
Rencananya, Mendagri akan memanggil semua kepala daerah yang banyak memiliki perda bermasalah untuk dilakukan evaluasi. "Kami sudah kirim tim ke sana untuk evaluasi," jawabnya. (tic/kcm/rol/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News