Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - "Inna allaaha ya'muru bial’adli waal-ihsaani wa-iitaa-i dzii alqurbaa wayanhaa ‘ani alfahsyaa-i waalmunkari waalbaghyi ya’izhukum la’allakum tadzakkaruuna".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Kata "ihsan" adalah bentuk masdar dari fi'il madli "ahsana". Kata kerja ini termasuk fi'il muta'addy atau transitif, butuh obyek sebagai pelengkap kalam. Dalam tradisi lughah, ada muta'addi yang langsung menyebut obyek tanpa huruf pengantar dan ada yang memakai huruf pengantar atau al-af'al al-muta'addiyah bi al-huruf. Huruf antaran itu adalah huruf al-jarr seperti : ila, 'ala, 'an, fi dan lain-lain.
Fi'il muta'addy langsung seperti kata: nashara - yanshuru (menolong). Wa laqad nasharaKUM Allah bi badr. In tanshuru ALLAH yanshurKUM. Pada ayat ini, kata nashara dan yanshuru langsung pada obyeknya, tanpa huruf jarr sebagai perantara. Kata "dzahaba" (pergi) lazim diberi antara huruf jarr "ila" sebelum menyebut obyeknya. "tsumm dzahab ILA ahlihi yatamaththa." (al-Qiyamah:33). Begitu halnya kata: 'ala ya'lu, lazim diberi antaran huruf jarr 'ala. "alla ta'lu 'ALAyya wa i'tuni muslimin" (al-Naml:31).
Dan kata "ahsana" bisa keduanya dengan beda makna. Jika anda memuji si Fulan sebagai orang baik. "kamu bagus deh..!", maka katakan: "ahsanta". Jika anda memujinya karena dia telah memberi orang lain, berbuat baik untuk orang lain, maka katakan "ahsanta ILA ...".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Adalah khalifah Abu Ja'far al-Manshur, seorang khalifah bijak pada masa kekhalifahan Abbasiyah. Suatu ketika, ada rombongan perwakilan dari sebuah daerah yang datang ngelurug ke istana dengan tujuan melapornya gubernur daerah itu sebagai meresahkan dan berlaku tidak bijak. Gubernur itu bertindak sangat disiplin dan adil. Kesalahan kecil tetap ditindak sesuai atruan, tidak pandang bulu atau dalam kondisi apa. Pokoknya mencuri, walau dia miskin, tetap dihukum. Daerah itu memang aman, tapi penduduk resah.
Gubernur dipanggil dan diadili di depan rombongan perwakilan daerah. Semua gugatan rakyat menyangkut penggusuran, pemenjaraan, cambuk dijawab tuntas berdasar undang-undang yang berlaku. Khalifah al-Manshur membela rakyat, tapi alasan yang dikemukakan dipatahkan begitu saja oleh kepandaian sang Gubernur. Walhasil, semua diam karena tidak ada bukti bahwa sang Gubernur bersalah.
Di tengah-tengah suasana mencekam dan buntu, seorang pemuda berdiri memohon izin bicara "Ya Amir al-mukminin, sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan kita agar berlaku adil dan ihsan. Lalu membaca ayat studi ini (90). Pemuda itu melanjutkan pembicaraannya: "wa innahu 'adl wa lam yuhsin". "Ya, memang benar, Gubernur kami ini sangat adil, tapi tidak IHSAN".
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Sang khalifah terdiam sejenak merenungkan kata-kata pemuda tersebut. Keputusannya, pak Gubernur dipecat seketika, karena terbukti tidak IHSAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News