
JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Sebanyak 177 Warga Negara Indonesia (WNI) yang rencananya menunaikan ibadah haji ditangkap pihak otoritas Filipina. Pasalnya 177 WNI tersebut kedapatan memakai paspor Filipina untuk menunaikan ibadah haji dan hingga kemarin masih diperiksa.
Media lokal Filipina, Manila Bulletin, Sabtu (20/8) melansir bahwa Jaime Morente, Komisioner Biro Imigrasi setempat, mengatakan para WNI itu ditahan di pusat penahanan imigrasi di Camp Bagong Diwa, Taguig City, pinggiran Manila. Para WNI itu memanfaatkan kuota jemaah Filipina untuk naik haji. Paspor-paspor Filipina yang digunakan, sebut Morente, merupakan dokumen paspor asli, namun cara mendapatkannya ilegal.
Menurut informasi, para WNI membayar US$ 6 ribu - US$ 10 ribu (Rp 78 juta - Rp 131 juta) per orang untuk mendapatkan paspor Filipina. Diduga kuat, paspor Filipina itu disediakan oleh lima warga Filipina yang mendampingi mereka. Kelima warga Filipina itu diyakini sebagai sindikat pemalsu paspor dan telah ditahan oleh Biro Investigasi Nasional (NBI) untuk diselidiki lebih lanjut.
Sebelumnya, pada 19 Agustus, sekitar pukul 09.00, KBRI Manila dihubungi pihak imigrasi Bandara Internasional Manila yang memberitahukan adanya sejumlah penumpang Philippines Airlines jurusan Jeddah yang paspornya mencurigakan.
Para jemaah calon haji tersebut beralasan, waktu antrean yang lama untuk mendapat giliran naik haji menjadi penyebab utama mereka pergi haji melalui Filipina.
Hingga kemarin, Wakil Menteri Luar Negeri A.M Fachir masih berupaya membebaskan para WNI ini dengan terus berkomunikasi dengan pemerintah Filipina.
"Kita upayakan tentu saja bahwa kita berkomunikasi dengan otoritas Filipina untuk menangani hal ini. Nanti bisa jadi karena masalah ketidaktahuan kita. Maklum, kuota kota itu sangat minimal dibandingkan dengan minat," ujar Fachir usai pembukaan pameran foto 71 Tahun Kementerian Luar Negeri di Senayan City, Minggu (21/8).
Menurut mantan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi tersebut, para WNI perlu menunggu waktu lama untuk bisa menunaikan ibadah haji di Indonesia. Sementara, keinginan atau minat berhaji sangat tinggi.
"Bayangkan saja, di Kalimantan Selatan misalnya, waktu tunggu (naik haji) 20 tahun. Sementara keinginan orang berhaji itu luar biasa," tuturnya.
Menurut dia, salahnya bukan pada orang yang ingin naik haji, namun pada orang-orang yang memanfaat haji sebagai keuntungan ekonomi sendiri.
"Kita harus menangani ini dengan hati-hati jangan sampai orang menjadi korban itu lalu kemudian banyak dirugikan. Justru parahnya mereka mengambil keuntungan dari hal ini. Inilah yang jadi objek investigasi kita," sambung dia.
Fachir mengungkapkan, saat ini pemerintah Indonesia tengah menyelidiki kasus tersebut.
"Saat ini kita sedang verifikasi, validasi dan berbagai macam upaya tengah kita lakukan. Apakah itu menyangkut undang-undang pemerintah setempat. Jadi kita lakukan kerja sama karena ini menyangkut warga negara kita," pungkasnya.
Sementara Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) Kementerian Luar Negeri Muhammad Iqbal juga mengakui, Kedutaan Besar RI Manila kemarin mendapat kabar ada 177 penumpang Philippines Airlines yang asal Indonesia yang paspornya mencurigakan.
Mereka diduga kuat menggunakan dokumen palsu yang diatur oleh sindikat di Filipina.
Saat ini 177 orang tersebut sedang diinterogasi di imigrasi Filipina. KBRI Manila telah berkoordinasi dengan otoritas imigrasi Filipina. Sejak kemarin malam, Sabtu (19/8) KBRI telah mengirimkan bantuan logistik kepada 177 orang tersebut ke detensi imigrasi. KBRI juga telah berkomunikasi dengan beberapa orang ketua kelompok.
"Pihak Imigrasi Filipina menyampaikan akan meneruskan kasus ini ke pengadilan agar sindikat yang ada di Filipina terbongkar," imbuh Muhammad Iqbal.
Belum diketahui secara pasti rencana pemulangan dari 177 WNI tersebut.
Sementara Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Abdul Djamil mengatakan, kasus ini bukan dalam ranah Kemenag. Namun dia tetap mengimbau para jemaah Indonesia mematuhi regulasi yang ada.
"Kalau mau haji ikutilah jalur yang semestinya karena terjamin aspek perlindungan, bimbingan, dan pelayanannya. Memang kenyataannya antreannya cukup panjang," kata Abdul Djamil.
Saat ini antrean untuk berhaji memang panjang. Bila Anda mendaftar sekarang, ada waktu tunggunya berkisar di angka belasan sampai puluhan tahun.
Hal ini terjadi karena jumlah pendaftar haji yang terus meningkat, namun kuota dari Arab Saudi dibatasi. Saat ini kuota malah dikurangi 20 persen setiap negara karena ada proyek perluasan Masjidil Haram. Waktu tunggu pun semakin bertambah.
"Kalau mau haji daftar sedini mungkin karena hingga kini kuota dan peminat haji belum berimbang," tambah Djamil.
"Itu berkaitan kapasitas Tanah Suci karena Arafah Mina terbatas menampung jamaah haji. Masjidil Haram bisa diperluas, tapi Mina tidak bisa," urai Djamil. (mer/yah/tic/lan)