Tafsir Al-Hajj 27: Haji itu Panggilan

Tafsir Al-Hajj 27: Haji itu Panggilan Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Hajj': 27. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.

27. Wa ażżin fin-nāsi bil-ḥajji ya'tūka rijālaw wa ‘alā kulli ḍāmiriy ya'tīna min kulli fajjin ‘amīq(in).

Wahai Ibrahim, serulah manusia untuk (mengerjakan) haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.

TAFSIR

Setelah nabi Ibrahim A.S. meniti petilasan Ka’bah dan menemukannya, beliau membangun kembali Ka’bah yang telah lama rusak, bahkan sirna dari permukaan bumi. Dengan dibantu putranya, Isma’il A.S., berbekal materi seadanya, sang ayah sebagai tukang dan si anak sebagai kuli dan dengan izin Allah SWT, pembangunan rampung sesuai perencanaan.

Meski sangat sederhana, tetapi cukup layak disebut sebagai rumah Allah atau Baitullah. Bentuk kubus persegi empat yang tidak simetris itu, dalam bahasa arab dikenal dengan istilah Ka’bah.

Rumah Tuhan ini memiliki panjang sekitar 12.86 meter, lebar 11.03 meter, dan tinggi 13.01 meter, denga sudut-sudut tajam dan dinding yang rata.

Kemudian Allah SWT memberi perintah kepada nabi Ibrahim A.S. agar segera naik ke atas bukit Abi Qubais dan memanggil semua manusia di jagad raya ini. “Hai Ibrahim, segera panggil mereka dengan suaramu sekeras-kerasnya”.

Ibrahim A.S. mengadu: “Ya Rabb, bagaimana mungkin suaraku bisa tembus ke telinga mereka?”

Tuhan menjawab: “Aku sudah mengerti kalau suaramu tidak bakalan nyampai. Cukup patuhi saja perintah-KU. Itu urusan-Ku dan nanti Aku Sendiri yang menyampaikan kepada mereka, sesuai yang Aku kehendaki”.

Lalu, Nabi Ibrahim A.S. menurut dan setelah berada di atas bukit Abi Qubais, beliau berteriak: “Wahai para manusia. Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kalian datang ke rumah ini untuk melakukan ibadah haji. Siapa patuh, kelak akan mendapatkan balasan surga dan terhindar dari siksa neraka”.

Penggilan itu begitu religius, sekaligus misterius. Ya, karena suara tersebut tembus ke bakal anak manusia yang akan lahir nanti, yang kala itu masih ada di punggung laki-laki dan di rahim perempuan. Lalu, anak manusia dan bakal anak manusia itu merespons: “Labbaik Allahumm Labbaik”. Oh my God. Yes, I’m coming.

Bakal anak manusia yang merespons panggilan Tuhan itu, dia pasti akan benar-benar ditakdir bisa datang ke sana, beribadah haji. Dan yang tidak merespons, maka tidak bakal bisa datang ke sana.

Maka tidak salah jika masyarakat berkeyakinan, bahwa haji itu panggilan dari Sono. Mereka yang menjawab panggilan itu satu kali, akan berhaji satu kali. Mereka yang menjawab dua kali, akan haji dua kali dan seterusnya. Tapi kita kan tidak tahu, apakah kita dulu, saat di alam rahim itu menjawab atau tidak tidak.

Untuk itu, berniatlah sesungguh mungkin. Berkeinginanlah seserius mungkin, rindukan rumah Tuhan itu serindu-rindunya, berziarahlah kepada setiap orang yang hendak berangkat haji dengan tulus.

Titipkan uang berapa pun kepada jemaah haji agar disedekahkan di Makkah sana. Dan bersungguh-sungguhlah berdoa kepada-Nya. Tuhan maha mendengar dan maha pengasih.

Andai saja anda mengerti ada takdir dari sono, bahwa anda ditakdir tidak akan bisa haji, andai, sekali lagi andai, tetapi, yakinlah bahwa takdir itu bisa diubah. Ya, betul, benar-benar bisa diubah.

Bahwa kita memang tidak bisa mengubah takdir. Tapi selagi Tuhan Sendiri yang mengubah, apa susahnya? Tidak ada yang mustahil di hadapan Tuhan.

Ingat sabda Rasulullah SAW: “Innah La yarudd al-qadla’ illa al-du’a”. Tidak ada yang bisa mengubah qadla’ Tuhan kecuali doa. Dari hadis ini, wajar jika ada pendapat, bahwa tidak ada qadla’ mubram, harga mati. Semua bisa diubah, tergantung kekuatan negosiasi dan lobi hamba yang bersangkutan dengan Sang Dia.