Hexa Reef di Tlangoh: Benteng Abrasi di Lautan, Evolusi Sosial di Daratan

Hexa Reef di Tlangoh: Benteng Abrasi di Lautan, Evolusi Sosial di Daratan Inovasi Hexa Reef PHE WMO di Pantai Tlangoh berhasil mengatasi abrasi dan meningkatkan kesejahteraan warga melalui wisata pesisir terintegrasi.

BANGKALAN, BANGSAONLINE.com - Penanaman hexa reef di perairan Pantai Tlangoh, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, tak ubahnya menanam harapan bagi masa depan konservasi alam sekaligus kesejahteraan masyarakat setempat.

Selama beberapa tahun terakhir, program Pengembangan Wisata Pesisir Terintegrasi Pantai Pasir Putih Tlangoh oleh PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) telah berhasil mengembangkan potensi pariwisata lokal sekaligus memperbaiki lingkungan dari ancaman abrasi.

Semua berawal saat PHE WMO bekerja sama dengan Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya pada 2022. Studi tersebut menemukan besarnya ancaman abrasi yang diakibatkan arus ombak dan aktivitas penambangan pasir ilegal.

"Berdasarkan studi tersebut, abrasi yang terjadi mencapai tujuh meter per tahun," kata Sigit Dwi Aryono, Sr Manager Regional Indonesia Timur.

Masalah lingkungan ini kian pelik dengan timbunan sampah di area pesisir Desa Tlangoh yang mencapai 1.488 meter kubik per hari. Kombinasi abrasi dan polusi sampah sempat melumpuhkan potensi ekonomi sektor pariwisata di desa tersebut.

Strategi OBOR dan Inovasi Hexa Reef

Menanggapi kondisi tersebut, PHE WMO menjalankan konsep One Belt One Road (OBOR) sebagai strategi sinergi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir utara Bangkalan.

"Konsep ini menekankan pada empat dimensi utama, yakni lingkungan, pendidikan, ekonomi, dan sosial," jelas Sigit.

Salah satu pilar utamanya adalah inovasi hexa reef—struktur buatan berbentuk heksagonal yang ditanam di bawah laut untuk mengendalikan abrasi. Berbeda dengan pemecah ombak konvensional, hexa reef bekerja secara efektif menahan laju arus laut dan menjaga pasir agar tidak terbawa arus bawah laut.

Sejak pertama kali ditanam pada 2023, PHE WMO kini telah menempatkan 390 ton hexa reef di perairan Tlangoh. Hasilnya pun nyata. Studi tahun 2025 menunjukkan adanya sedimentasi atau akresi yang memperlebar bibir pantai. Data analisis periode 2016-2025 mencatat tren akresi hingga lima meter pada segmen tertentu.

Dari Benteng Abrasi Menjadi Rumah Ikan

Manfaat hexa reef melampaui sekadar pelindung pantai; ia menjelma menjadi habitat alami ekosistem laut. Saat ini, teridentifikasi 20 spesies ikan karang yang mulai mendiami struktur tersebut. Kemunculan biota laut ini memudahkan nelayan setempat untuk mencari ikan tanpa perlu melaut terlalu jauh.

Selain itu, karang lembaran (coral foliose) dan karang masif (coral massive) mulai tumbuh subur di permukaan hexa reef, menciptakan pemandangan bawah laut yang memikat wisatawan. Seluruh struktur pun terpantau dalam kondisi kokoh tanpa retakan sedikit pun.

Evolusi Sosial: Hero Tanpa Jubah dari Tlangoh

Keberhasilan ini tak lepas dari peran Kepala Desa Tlangoh, Kudrotul Hidayat, yang berhasil membangun kesadaran lingkungan warga. Ia membentuk Kelompok Masyarakat Sadar Wisata (Pokdarwis) Tlangoh untuk mengelola kawasan tersebut.

"Berkat adanya hexa reef, rantai nilai program tercipta dengan adanya kerja sama yang dikembangkan, antara pokdarwis yang mengelola kawasan wisata dengan kelompok nelayan dan pelaku usaha mikro kecil menengah," ungkap Kudrotul.

Dampaknya terasa secara ekonomi. "Penetapan status pantai sebagai destinasi wisata ini mendorong terbentuknya lapangan pekerjaan baru," tambahnya.

Kini, sekitar 40 UMKM lokal tumbuh subur, mulai dari pedagang kuliner hingga jasa parkir. Menariknya, tujuh anggota Pokdarwis adalah mantan pekerja migran Indonesia yang memilih pulang untuk membangun desa mereka sendiri.

Zulfikar Akbar, General Manajer Zona 11, memberikan apresiasi tinggi atas kolaborasi ini. “Tanpa dukungan masyarakat, program ini tidak akan berhasil. Buat kami, mereka semua adalah hero tanpa jubah dan topeng dari Tlangoh," pungkasnya.