?Suasana pembelajaran di Kampoeng Sinaoe, santai tapi mengena. Foto: rizky alvian/BANGSAONLINE
SIDOARJO, BANGSAONLINE.com
– Kampoeng Sinaoe, sebuah lembaga pendidikan non formal di Desa Siwalan Panji, mendidik ‘siswa’nya mahir berbahasa Inggris.
Lembaga yang telah berdiri sejak 9 tahun lalu ini, menggabungkan antara pelajaran sekolah, bahasa Inggris, pengajian kitab kuning dan pendidikan ketrampilan.
“Motivasi saya mendirikan tempat belajar ini karena melihat kondisi pendidikan yang kurang di daerah sini. Apalagi di sini juga ada anak yang kurang mampu untuk biaya sekolah, itu alasan saya untuk membebaskan biaya bagi anak yatim dan dhuafa serta anak yang kurang mampu atau fakir miskin untuk belajar di Kampung Sinaoe,” ungkap Zamroni, pendiri, Jumat (9/09/2016)
Umumnya, siswa di Kampung Sinaoe berprestasi di sekolahnya. Mempunyai kerampilan, dan cakap dalam berbahasa Inggris.
“Rencana saya nanti anak yatim dan dhuafa serta anak yang kurang mampu tersebut jika berprestasi, maka akan saya jadikan tentor disini. Jadi bisa buat gebrakan untuk yang lainnya dan anak didik di masa mendatang,” ujar dia.
Karena sementara ini tentor yang berada di kampung tersebut adalah alumni dari anak didiknya sendiri dan beberapa teman alumni dari UIN Malang.
Dea, salah satu siswa di Kampoeng Sinaoe mengatakan bahwa dirinya saat ini mengalami perubahan dalam bidang bahasa Inggris sejak belajar di kampung tersebut. “Saya kalau disekolah diajari bahasa Inggris sulit pahamnya, tapi kalau disini saya bisa memahami soalnya bisa nyantai dan gurunya enak,” ujarnya.
Di kampoeng ini tidak hanya mengajari dalam bidang akademik saja, tetapi juga ada pendidikan karakter, seperti mengaji kitab kuning dan Istighosah.
Hal ini akan dapat melatih dan merubah karakter anak didiknya seperti di pondok pesantren. Sehingga kampung ini banyak julukan contohnya sebagai ponpes, kursus, komunitas dan lainnya.
Dan saat ini kampoeng yang berdiri sejak 9 tahun lalu memiliki sekitar 600 siswa dan 25 tenaga kerja. Namun, untuk siswa yang mampu dikenakan biaya pendidikan sebesar Rp 110 ribu, dengan sistem subsidi silang yang membuat kampoeng tersebut bertahan dan mencetak siwa yang berprestasi. (rizky alvian/UTM)












