JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Ketua Bidang Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Muhyiddin Junaidi menyatakan bahwa MUI hari ini, Jumat (7/10) akan melaporkan Gubernur DKI Jakarta Ahok ke kepolisian karena dianggap telah melakukan penistaan terhadap agama Islam. Yang dimaksud penistaan itu adalah pernyataan Ahok kepada warga Kepulauan Seribu mengenai surat Al-Maidah ayat 51.
Ia mengatakan, MUI telah melaporkan Ahok ke Polda Sumatera Selatan pada Kamis 6 Oktober 2016. Namun MUI Pusat kembali melaporkan Ahok ke Bareskrim Mabes Polri hari ini, Jumat (7/10/2016)
Baca Juga: Hindari Kesalahpahaman Wilayah, Menteri Nusron Ajak Kolaborasi Menhut
"Besok (hari ini, red) akan melaporkan ke Bareskrim, kalau yang sudah dilaporkan oleh MUI itu ke Polda Sumsel," ujar Muhyiddin dikutip okezone Kamis 6 Oktober 2016 malam.
Menurut Muhyiddin, apa yang dilakukan MUI saat ini sudah tepat dan menegaskan pelaporan ke pihak kepolisian adalah salah satu bentuk bahwa calon gubernur petahana itu telah melakukan provokasi yang mengandung unsur Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
"Ini langkah bagus dan tepat, karena Ahok ini bukan yang pertama kali melakukan pernyataan yang seperti itu bernada provokasi dan berbau SARA. Jadi MUI punya hak yang sempurna dan hak penuh untuk melakukan itu. Ini diambil sebagai bentuk kedewasaan sebagai seorang muslim secara tidak langsung perilaku Ahok itu masuk kategori penistaan," tandasnya.
Baca Juga: Optimalkan Layanan Pertanahan, Menteri Nusron Imbau BPN Sulteng dan Sulbar Laksanakan Prinsip GRC
Hari ini Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah juga akan melaporkan Ahok ke Mabes Polri. ”Mau melaporkan secara pidana,” kata Pedri Kusman, Sekretaris Jenderal PP Pemuda Muhammadiyah kepada bangsaonline.com.
Kelompok yang menamakan diri Advokat Cinta Tanah Air juga melaporkan Ahok ke Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta.
Sementara Nusron Wahid, Ketua Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Partai Gokar Wilayah Indonesia I pasang badan untuk membela Ahok. Ia mengaku sudah melihat secara utuh rekaman video Ahok di Pulau Seribu yang berdurasi satu jam.
Baca Juga: Keganjilan Pagar Laut Misterius
Dari rekaman utuh satu jam itu, kata dia, tidak ada satu pun rangkaian kalimat yang menyatakan Ahok melakukan penistaan terhadap Al Quran.
Menurut Ketua PBNU ini, Ahok justru memberikan edukasi kepada rakyat agar memilih secara cerdas. Ahok mengedukasi warga agar jangan mau dibohongi oleh orang yang memolitisasi agama.
"Jadi, yang dituju atau dimaksud Ahok adalah orang yang membohongi. Bukan berarti ayat Al Maidah yang bohong," kata Nusron Wahiddalam keterangan tertulis, Jumat (7/10/2016).
Baca Juga: Tanggapi Aduan Masyarakat Soal Pertanahan, Menteri ATR/Kepala BPN: Layani Dengan Sepenuh Hati
"Justru Ahok menempatkan ayat suci secara sakral dan adilihung. Bukan alat agitasi dan kampanye yang mendeskreditkan," ujarnya.
Nusron berpendapat, video yang disebarkan dan menuduh Ahok telah menistakan Al Quran sengaja dipotong. Hal itu dianggap Nusron menimbulkan mispersepsi dan intepretasi yang bias dan dikembangkan di masyarakat.
"Cara-cara seperti ini sungguh picik, tidak fair, dan tidak beradab. Cara-cara ini sangat tidak sesuai akhlakul karimah," ucap mantan Ketua Gerakan Pemuda Ansor ini.
Baca Juga: Serahkan 1.333 Sertifikat Tanah, Rektor Untirta Apresiasi Kinerja Kementerian ATR/BPN
Nusron menambahkan, kalau memang Ahok melakukan kesalahan, pasti sudah ada yang memberitakan dan mempersoalkan.
Bahkan, masyarakat Kepulauan Seribu yang hadir juga pasti keberatan kalau memang betul Ahok melakukan seperti apa yang dituduhkan.
"Tapi ini sudah lebih dari seminggu berlalu, baru dimunculkan dengan dipotong secara tidak utuh. Jadi sungguh mengada-ada, dan ada unsur kesengajaan dengan memotong rekaman untuk dijadikan bahan menyerang Ahok," ujarnya dikutip kompas.com
Baca Juga: Gandeng Ormas, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Percepat Pendaftaran Sertifikat Tanah Wakaf
Seandainya masalah tersebut masih dipersoalkan, apalagi ada yang menggugatnya, Nusron menegaskan siap mendampingi Ahok.
"Faktanya sangat kuat kok. Yang hadir banyak dan menyaksikan. Konteksnya jelas, dan tidak ada unsur penistaan. Penggalan dan konteksnya juga relevan kok, jangan mau terjebak dengan politisasi pakai ayat," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News