JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Tidak lama setelah TNI menghentikan sementara kerja sama dengan militer Australia, beberapa media Negeri Kangguru itu menuliskan beberapa pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang dianggap kontroversial. Mulai dari soal pengungsi China hingga ambisinya menjadi RI 1.
Australia Broadcasting Corporation (ABC) misalnya, yang memuat artikel berjudul "Indonesia's military chief threatens Chinese refugees, will 'watch them be eaten by sharks" yang diterbitkan 6 Januari 2017.
Baca Juga: Haul ke-15 Gus Dur, Pisahkan Polri dari TNI untuk Tegakkan Demokrasi, Bukan Jadi Alat Kekuasaan
Dilansir Detik.com, artikel itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia di laman Australia Plus Indonesia itu kemudian diberi judul "Panglima TNI Mengatakan Pengungsi China "Bisa Dimakan Hiu"". Artikel dibuat dari suatu footage stasiun TV berita swasta Indonesia. Dalam footage itu, Gatot disebut berbicara di suatu forum yang dihadiri oleh mahasiswa.
Salah satu pernyataan yang disorot adalah tentang pembunuhan terhadap pengungsi asal China di laut. Menurut keterangan yang didapat ABC, Jenderal Gatot pernah berbicara di depan mahasiswa mengenai kekhawatirannya akan kemungkinan adanya kekurangan pangan di China, yang akan menyebabkan jutaan warga China akan mengungsi ke kawasan Asia Tenggara.
Dalam berita itu disebutkan, Jenderal Gatot mengatakan bahwa Menteri Pertahanan Malaysia memberitahu dia bahwa khawatir dengan kemungkinan tersebut, dan Menhan Malaysia tersebut mengatakan tidak akan bisa menghentikan gelombang pengungsi tersebut.
Baca Juga: TNI-Polri Apresiasi Kesiapan Posko Nataru di Pelabuhan Tanjung Perak, Ini Kata Pj Gubernur Jatim
"Saya mengatakan kepadanya bahwa saya tidak takut. Bila mereka datang ke sini, mereka akan datang lewat laut. Ketika mereka berada di tengah laut, saya akan memotong 10 sapi di tengah laut. Ini akan membuat hiu berdatangan. Setelah itu, saya akan menembaki kapal-kapal mereka, mungkin menggunakan senjata ringan, sehingga kapal mereka bocor dan mereka akan dimakan oleh hiu," ujar Gatot sebagaimana diberitakan ABC itu.
Selain itu, ABC menyebut Jenderal Gatot Nurmantyo adalah jenderal yang kritis terhadap Australia yang sebelumnya mengeluarkan pernyataan bahwa Australia berusaha merekrut tentara Indonesia untuk menjadi sumber intelijen. Gatot jugalah yang memutuskan kerja sama militer dengan Australia saat ada prajurit di sana yang melapor mengenai materi pelajaran 'ofensif' mengenai Papua Barat yang dipasang di markas pasukan komando Australia SAS di Perth. Menurut berita ABC, Indonesia tampaknya melunakkan sikap mengenai penghentian kerjasama dengan mengatakan penghentian itu hanya untuk kursus bahasa.
Selain ABC, media Australia The Courier menuliskan kiprah Gatot dalam artikel "Why Indonesian general Gatot Nurmantyo halted military ties with Australia" edisi 5 Januari 2017. Dalam artikel itu, Gatot disebut sebagai "Indonesia's hardline military chief Gatot Nurmantyo has little love for Australia".
Baca Juga: Sarasehan HUT ke-76, Pataka Kodam V Brawijaya Dijamas 7 Sumber Mata Air Kerjaan Majapahit
The Courier juga menyitir pernyataan Gatot pada Maret 2015 yang menyatakan bahwa usaha Timor Timur untuk memisahkan diri dari Indonesia adalah bagian perang proxy Australia untuk mengamankan ladang minyak di Celah Timor.
Media itu juga menyitir pernyataan sumber anonim dari Fairfax Media bahwa ambisi Gatot adalah menjadi presiden Indonesia. "Gatot punya ambisi menjadi presiden atau wakil presiden. Dan pada saat yang sama, banyak orang di militer tak senang dengannya. Ini adalah jalan yang baik baginya untuk memoles kepercayaan akan nasionalismenya," jelas sumber itu.
Sementara Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo enggan mengomentari soal pemberitaan Media Australia yang menyebut dirinya memiliki ambisi menjadi presiden.
Baca Juga: Destinasi Wisata Terpopuler di Jepang: Panduan Lengkap untuk Liburan Anda
"Ya enggak usah ditanggapi. Kalau ditanggapi lagi capek deh," kata Gatot usai menghadiri Rakorsus di Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (6/1).
Gatot berharap pemberitaan tersebut tak perlu dibesar-besarkan. Mantan Pangkostrad ini mengaku dirinya tak terganggu dengan pemberitaan yang muncul tak lama setelah dirinya memutuskan penghentian kerjasama militer Indonesia dan Australia.
"Enggak usah ditanggapi. Saya juga enggak apa-apa kok. Biasa-biasa aja," ujarnya.
Baca Juga: Perjanjian Internasional Akhiri Pencemaran Plastik Gagal, Negosiasi Akan Dilanjut Tahun Depan
Seperti diketahui, Koran Sydney Morning Herald dua hari lalu memuat tulisan seorang koresponden Fairfax di Indonesia bernama Jewel Topsfield yang di dalam tulisannya bernada menyesalkan penghentian kerja sama militer itu. Apalagi hal itu menurut dia dilakukan secara sepihak oleh Panglima Jenderal Gatot Nurmantyo. (Detik.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News