Dalam beberapa bulan ini para tokoh NU kembali mengingatkan umat Islam agar waspada terhadap aliran Islam keras.Karena selain berpotensi merusak ahlussunnah wal jamaah (aswaja, ajaran yang dianut NU) juga jadi ancaman terhadap Pancasila dan NKRI.
Karena itu bangsaonline.com menurunkan wawancara KH Imam Ghazai Said, MA, cendekiawan muslim yang banyak mengamati gerakan Islam radikal (Wawancara ini pernah dimuat HARIAN BANGSA). Pengasuh pesantren mahasiswa An-Nur Wonocolo ini memang sangat paham soal berbagai gerakan Islam, terutama yang berasal dari Timur Tengah.
Baca Juga: Digawangi Perempuan Muda NU, Aliansi Melati Putih se-Jatim Solid Menangkan Khofifah-Emil
Ia selain banyak menulis dan mengoleksi literatur Islam aliran keras juga bertahun-tahun studi di Timur Tengah. Ia mendapat gelar S-1- di Universitas Al-Azhar Mesir, sedang S-2 di Hartoum International Institute Sudan. Kemudian ia melanjutkan ke S-3 di Kairo University Mesir.
Bisa Anda jelaskan bagaimana sejarah gerakan Islam aliran keras yang belakangan menjadi perhatian para kiai NU?
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Sebenarnya kelompok besarnya itu Ikhwanul Muslimin yang pusatnya di Ismailiah, Mesir. Organisasi ini berdiri pada 1928, dua tahun setelah NU berdiri. NU kan berdiri 1926. Pendiri Ikhwanul Muslimin Syaikh Hasan Al-Banna. Menurut saya, pemikiran Syaikh Hasan Al-Banna ini moderat.
Dia berusaha mengakomodasi kelompok salafy yang wahabi, merangkul kelompok tradisional yang mungkin perilaku keagamaannya sama dengan NU dan juga merangkul kelompok pembaharu yang dipengaruhi oleh Muhammad Abduh. Syaikh Al-Banna menyatakan bahwa Ikhwanul Muslimin itu harkah islamiyah, sunniyah, salafiyah, jadi diakomodasi semua, sehingga ikhwanul muslimin menjadi besar.
Dalam Ikhwanul Muslimin ada lembaga bernama Tandhimul Jihad. Yaitu institusi jihad dalam struktur Ikhwanul Muslimin yang sangat rahasia. Kader yang berada dalam Tandhimul Jihad ini dilatih militer betul, doktrinnya pakai kesetiaan seperti tarikat kepada mursyid. Ini dibawah komando langsung Ikhwanul Muslimin. Para militer atau milisi ini menarik kelompok-kelompok sekuler yang ingin belajar tentang disiplin militer. Nasser (Gammal Nasser, red) dan Sadat (Anwar Sadat, red) juga belajar pada Tandhimul Jihad ini.
Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah Pilar Kemajuan Bangsa dan Umat
Apa Nasser dan Sadat yang kemudian jadi presiden Mesir itu bagian dari Ikhwanul Muslimin?
Mereka bagian dari militernya, bukan dari ideologi Ikhwanul Muslimin. Jadi mereka belajar aspek militernya. Ketika pada 1948 Israel mempermaklumkan sebagai negara maka terjadi perang. Nah, Tandhimul Jihad ini ikut perang, dan kelompok ini yang punya prakarsa-prakarsa. Waktu itu Mesir kan masih dibawah kerajaan Raja Faruk dan sistemnya masih perdana menteri, Nugrasi. Tapi akhirnya Arab kalah dan Israel berdiri.
Baca Juga: Panas! Saling Sindir soal Stunting hingga 'Kerpek' Catatan Warnai Debat Terakhir Pilbup Jombang 2024
Kemudian Tandhimul Jihad balik lagi ke Mesir. Nah, dalam kelompok ini ada Taqiuddin Nabhani yang kemudian mendirikan Hizbut Tahrir. Jadi Taqiuddin itu awalnya bagian dari Ikhwanul Muslimin.
Namun antara Hasan Al-Banna dan Taqiuddin ini kemudian terjadi perbedaan. Hasan Al-Banna berprinsip kita terus melakukan perjuangan dan memperbaiki sumber daya manusia. Sedang Taqiuddin bersikukuh agar terus melakukan perjuangan bersenjata, militer. Taqiuddin berpendapat kekalahan Arab atau Islam karena dijajah oleh sistem politik demokrasi dan nasionalisme. Sedang Hasan Al-Banna berpendapat sebaliknya. Menurut dia, tidak masalah umat Islam menerima sistem demokrasi dan nasionalisme, yang penting kehidupan syariat Islam berjalan dalam suatu negara.
Pada 1949 Hasan Al-Banna meninggal karena ditembak agen pemerintah dan dianggap syahid. Sedang Taqiuddin terus berkampanye di kelompoknya di Syria, Libanon dan Yordania. Kemudian Tandhimul Jihad diambil alih Sayid Qutub, ideolognya Ikhwanul Muslimin. Ia dikenal sebagai sastrawan dan penulis produktif, termasuk tafsir yang banyak dibaca oleh kita di Indonesia.
Baca Juga: Lazisnu Surabaya Jadi Perantara Kebaikan
Nah, Sayid Qutub ini mendatangi Taqiuddin agar secara ideologi tetap di Ikhwanul Muslimin. Tapi Taqiuddin tidak mau karena ia beranggapan bahwa Ikhwanul Muslimin sudah masuk lingkaran jahiliyah. Ya, itu menurut Taqiuddin hanya gara-gara Ikhwanul Muslimin menerima nasionalisme. Akhirnya Taqiuddin mendirikan Hizbut Tahrir. Artinya, partai pembebasan. Maksudnya, pembebasan kaum muslimin dari cengkraman Barat dan dalam jangka dekat membebaskan Palestina dari Israel. Itu pada mulanya. Ia mengonsep ideologi khilafah Islamiyah.
Lantas?
Baca Juga: Barisan Jawara Deklarasi Dukung Khofifah-Emil
Nah, karena ia berideologi khilafah Islamiyah, sementara di negaranya sendiri telah berdiri negara nasional, maka akhirnya berbeda dengan masyarakatnya. Di Lebanon, sudah berdiri negara nasionalis yang multi karena rakyatnya terdiri dari banyak agama, undang-undangnya sesuai jumlah penduduknya, misalnya, presidennya, harus orang Kristen Maronit, Perdana Menterinya harus orang Islam Sunni, ketua parlemennya harus orang Islam Syiah.
Di Syiria juga telah menjadi negara sosialis, begitu juga Yordania telah berdiri sebagai negara sesuai kondisi masyarakatnya. Akhirnya Hizbut Tahrir itu menjadi organisasi terlarang (OT) di negara asal berdirinya. Karena ia menganggap nasionalisme itu sebagai jahiliah modern. Namun meski menjadi organisasi terlarang Hizbut Tahrir tetap bekerja dan menyusup ke tentara, ke berbagai organisasi profesi dan masuk juga ke parlemen. Hizbut Tahrir masuk ke partai politik dengan menyembunyikan identitasnya.
Dari situlah kemudian terjadi upaya-upaya untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah yang sah pada jaman Raja Husen. Sehingga sebagian anggota Hizbut Tahrir diajukan ke pengadilan dan dihukum mati. Sampai sekarang Hizbut Tahrir masih jadi organisasi terlarang di Yordania.
Baca Juga: Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan Jadi Tuan Rumah Monev Kanwil Jatim
Bagaimana sejarahnya sampai ke Indonesia?
Mereka mengembangkan ke sini melalui mahasiswa yang belajar di Mesir. Pola ikhwan dikembangkan, pola Salafy dan pola Hizbut Tahrir dikembangkan. Tapi antara Ikhwan, Salafy dan Hizbut Tahrir secara ideologi bertemu, ada kesamaan. Mereka sama-sama ingin menerapkan formalisasi syariat Islam. Hanya bedanya, kalau Salafy cenderung ke peribadatan, atau dalam bahasa lain mengislamkan orang Islam, karena dianggap belum Islam. Dan target utamanya NU karena dianggap sarangnya bid’ah.ha.ha.ha.. Bisa saja kelompok Salafy, Hizbut Tahrir dan Ikwanul Muslimin membantah, tapi saya tahu karena saya telah berkumpul dengan mereka.
Baca Juga: Khofifah dan Eri Cahyadi Kompak Hadiri Ta’dzim Maulid Nabi Muhammad SAW di GBT
Kalau Ikhwanul Muslimin?
Sama. Kelompok Ikhwanul Muslimin, menjadikan NU sebagai target. Mereka bergerak lewat mahasiswanya yang dinamakan usrah (keluarga). Usrah ini minimal 7 orang, dan maksimal 10 orang. Ini ada amirnya dan amir inilah yang bertanggungjawab terhadap kelompok. Bagaimana mengatasi kebutuhan kehidupan sehari-hari terpenuhi, misalnya kalau ada anggota yang kesulitan bayar SPP.Jadi mereka tak hanya bergerak di bidang politik, tapi juga bidang-bidang lain. Nah, kelompok inilah yang kemudian menamakan diri sebagai Tarbiyah yang bermarkas di kampus-kampus seperti Unesa dan sebagainya. Kelompok Tarbiyah inilah yang menjadi cikal bakal PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Mereka umumnya alumni Mesir, Syiria atau Saudi. Kelompok ini masih agak moderat karena masih mau menerima negara nasional. Tapi substansi perjuangan formalisasi syariat sama dengan Hizbut Tahrir atau Salafy.
Kalau dalam ideologi khilafah Islamiyah?
Hizbut Tahrir katemu dengan Salafy dan Ikhwanul Muslimin dalam soal formalisasi syariat. Tapi dari segi sistem khilafahnya tidak ketemu. Sebab khilafah Islamiyah itu dianggap utopia. Misalnya bagaimana denganya sistem Syuronya, apakah meniru sistem Turki Utsmani yang diktator atau Umayah, itu masih problem. Tapi bagi Hizbut Tahrir yang penting khilafah Islamiyah.
'Apa saja program Hizbut Tahrir?
Mereka sampai kini punya konstitusi yang terdiri dari 187 pasal. Dalam konstitusi ini ada program-program jangka pendek. Yaitu dalam jangka 13 tahun, menurut Taqiuddin, sejak berdiri 1953, Negara Arab itu sudah harus jadi sistem Islam dan sudah ada khalifah. Taqiuddin juga menarget, setelah 30 tahun dunia Islam sudah harus punya khalifah. Tapi kalau kita hitung sejak tahun 1953 sampai sekarang kan tidak teralisir…he..he..he.. Jadi utopia, tapi mereka masih semangat.
Bagaimana sejarah Hizbut Tahrir ke Indoneisia?
Itu melalui orang Libanon. Namanya Abdurrahman Al-Baghdadi. Ia bermukim di Jakarta pada tahun 80-an. Kemudian juga dibawa Mustofa bin Abdullah bin Nuh. Inilah yang mendidik tokoh-tokoh HTI di Indonesia seperti Ismail Yusanto, tokoh-tokoh Hizbut Tahrir sekarang.
Bagaimana gerakan mereka di Indonesia?
Ini anehnya. Di Indonesia mereka terus terang menganggap Pancasila jahiliah. Nasionalisme bagi mereka jahiliah. Tapi reformasi kan memberi angin kepada kelompok-kelompok ini sehingga dibiarkan saja. Dan tidak ada dialog. Akhirnya mereka memanfaatkan institusi (seolah-olah) “mendukung” pemerintah untuk mempengaruhi MUI (Majelis Ulama Indonesia). Tapi mereka taqiah (menyembunyikan agenda perjuangan aslinya), sebab mereka menganggap Indonesia itu sebenarnya jahiliah. Taqiah itu ideologi Syiah tapi dipakai oleh mereka.
Lalu bagaima cara Hizbut Tahrir merealisasikan kepentingan politiknya?
Meski bernama partai, Hibut Tahrir, tak bisa ikut pemilu. Hizbut Tahrir membentuk beberapa tahapan dalam menuju pembentukan khilafah Islamiah. Pertama, taqwin asyakhsyiah islamiah, membentuk kepribadian Islam. Mereka pakai sistem wilayah, karena gerakan mereka internasional. Jadi untuk Indonesia wilayah Indonesia. Tapi sekarang pusatnya tak jelas, karena di negaranya sendiri sangat rahasia. Mereka dikejar-kejar karena Hizbut Tahrir ini organisasi terlarang. Tapi mereka sudah ada di London, Austria, di Jerman dan sebagainya.
Siapa tokoh internasionalnya itu?
Nah itu rahasia. Tapi di sini mereka terbuka karena Indonesia memberi peluang. Nah, dari taqwin syahsyiah islamiah ini bagaimana bisa mengubah ideologi nasionalis menjadi internasionalis Islam. Mereka agresif, jadi terus menyerang. Karena itu orang-orang NU didatangi, termasuk kiai-kiainya didatangi oleh mereka.
Kedua, attau’iyah, penyadaran. Ketiga, at-ta’amul ma’al ummah, interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Mereka membantu kepentingan-kepentingan. Saya dengar di Surabaya, dulu (gak tahu sekarang) di Unair dan ITS saja, dalam urunan mereka bisa menghasilkan uang Rp 30 juta tiap bulan. Keempat, harkatut tatsqif, gerakan intelektualisasi. Ini diajari bagaimana menganalisa hubungan internasional, mempelajari kejelekan-kejelekan ideologi kapitalisme. Pokoknya yang ideologi modern itu mereka serang semua.
Mereka melontarkan Islam sebagai solusi atau alternatif. Ini beda dengan Ikhwanul Muslimin dan Tarbiah Islamiah yang kemudian menjelma sebagai PKS. Sebab Ikhwanul Muslimin agak fleksibel. Kasus di Syria, di bawah Mustofa as-Syiba’i, ketika ideologi pemerintahannya sosialisme, mereka ikut sosialis. Ia mencari landasan hukum bahwa sosialisme itu benar menurut Islam. Maka Mustofa as-Syiba’i menulis buku Istiroqiyah Islamiah, jadi sosialisme Islam.
Tapi Hizbut Tahrir di Indonesia kan pendukung PKS?
Kalau dukungan iya, tapi secara formal mereka tidak. Ya, mungkin ada kesamaan dalam perjuangan yang terbatas.
Lalu tahapan apalagi?
Yang terakhir, at-taqwin daulah islamiah, membentuk Negara Islam. Sarananya apa? Biwasailil jihad, dengan sarana jihad. Jadi bagi negara nasional, gerakan mereka, menurut saya, bahaya. Karena gerakan selanjutnya adalah istilamul hukmi, merebut kekuasaan. Meskipun utopia tapi kalau mereka pakai cara-cara kekerasan, kan berat. Karena mereka didoktrin dan pengikutnya muda-muda semua. Misalnya, mahasiswa semester 2 atau 3. Bahkan santri saya datang ke saya, ia bilang diajak Hizbut Tahrir. Saya persilakan. Tapi saya sendiri pernah diprotes oleh Hizbut Tahrir.
Kenapa?
Saya kan pernah bilang, bahwa pendapat ijtihadi Hizbut Tahrir ada yang kontroversial. Misalnya pendapat fiqhnya menyatakan bahwa anggota Hizbut Tahrir itu sebenarnya boleh non-muslim. Ini kan kontroversi. Kemudian, menurut Hizbut Tahrir, perempuan boleh jadi anggota parlemen. Kalau di Arab ini kontroversi. Lalu juga – menurut Hizbut Tahrir – boleh melihat film porno. Kemudian, ini yang menarik, menurut Hizbut Tahrir, boleh mencium perempuan bukan muhrim, baik syahwat maupun tidak syahwat. Begitu juga salaman dengan perempuan, boleh.Tapi mereka (aktivis Hizbut Tahrir) membantah. Itu untuk strategi agar dapat banyak pengikut dan seolah tak ketat.
Waktu di NU Centre, mereka membantah karena saya menyatakan menurut paham Hizbut Tahrir boleh salaman dengan perempuan bukan muhrim. Mereka tanya, masak Hizbut Tahrir membolehkan ciuman dengan cewek bukan muhrim. Padahal setelah saya lihat dalam buku mereka ini (Imam Ghazali Said menunjukkan buku) memang boleh.
Berikutnya, perempuan boleh berpakaian celana yang untuk kawasan Timur Tengah dianggap kontroversi. Juga boleh orang kafir menjadi panglima di Negara Islam, bahkan jadi khalifah sekalipun, asal dia taat pada undang-undang Islam. Kemudian juga boleh umat Islam membayar jizyah (pajak) kepada Negara kafir dalam kondisi umat Islam belum kuat.
Respon mereka?
Lha, ini nggak benar, kata mereka. Kata mereka, yang bicara begini ini harus Hizbut Tahrir. Lalu saya bilang, saya kan punya data autentik. Ini tulisan syaikh Anda sendiri, Taqiuddin Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir). Daulah Islamiyah. Saya sebagai guru kan tak boleh bohong. Sekarang mahasiswa tak bisa dibohongi. Mereka bisa akses informasi kemana-mana sehingga kita tak bisa nutup-nutupi. Katanya mereka (aktivis Hizbut Tahrir) mau kesini, mau lihat buku ini. Saya bilang boleh, tapi cukup difoto kopi. Kalau buku ini dibawa jangan, nanti hilang.
Bagaimana pandangan mereka soal fiqh?
Ada pemikiran begini. Apakah negara yang pakai sistem jahiliah itu perlu fiqh. Padahal fiqh itu adalah hukum Islam yang harus dilaksanakan dalam pemerintahan yang Islam. Ini terjadi perdebatan antara Sayid Qutub dan Wahbah Zuhaily. Dr Wahbah ini orang Syria yang kitabnya jadi kutub muktabarah di NU.
Dalam ICIS tempo hari Wahbah ini datang. Sayid Qutub ini asalnya kan seorang hakim. Tapi, ketika dia masih jadi hakim ia masih menganggap penting sistem khilafah. Menurut Sayid Qutub dan Taqiuddin Nabhani, fiqh tidak perlu dipelajari atau dipraktikkan sepanjang suatu negara belum melaksanakan sistem Islam. Sedang Wahbah Zuhaily menganggap bahwa fiqh adalah suatu keniscayaan. Ini jadi polemik. Menurut Wahbah, orang Islam harus belajar fiqh, baik negaranya Islam maupun tidak Islam.
Jadi menurut Wahbah tidak hanya sistem pemerintahan saja, tapi bagaimana orang nikah, orang salat, muamalah, semua itu kan fiqh yang ngatur. Tapi menurut Sayid Qutub dan Taqiuddin Nabhani tidak perlu itu. Yang penting bagaimana memperjuangkan menegakkan pemerintahan Islam, baru setelah itu fiqh. Karena itu meski buku-buku atau tulisan Sayid Qutub banyak tapi tak ada fiqhnya. Semua buku-buku dia bernuansa politik. Misalnya pertarungan Islam dan kapitalisme dan sebagainya.
Dari penjelasan Anda ini tampak bahwa aktivis HTI sendiri kemungkinan banyak yang belum paham tentang pemikiran Taqiuddin Nabhani sebagai pendirinya?
Begini. Mereka itu ada jubirnya, jadi informasi dan pemikiran yang keluar diatur. Jadi referensi mereka tidak terbuka.
Kalau kelompok Salafy?
Mereka bergerak dalam bidang pendidikan. Misalnya LPBA (Lembaga Pendidikan Bahasa Arab) yang sekarang menjadi Lembaga Ilmu Keislaman cabang dari Jamiatul Imam Riyadh. Ini dibiayai dari sana sangat besar. Sebenarnya orang-orang seperti Ulil (Ulil Abshar Abdalla, red), Imdad dan sebagainya alumni LPBA ini. Lah, mereka ketemu dengan Rofik Munawar yang dulu ketua PKS Jawa Timur. Anis Matta (sekjen PKS) itu juga teman Ulil di LPBA. Mereka dulu alumni situ. Hanya saja ada yang kemudian terbawa dan larut dalam salafy seperti Anis Mattta, tapi ada yang nggak, ya kayak Ulil itu. Kalau Anis Matta terbawa Salafy tapi pola politiknya ikut Ikhwanul Muslimin.
Kelompok Salafy ini sangat puritan. Jadi tahlilan, dibaan, ziarah kubur, mereka sangat tidak mau. Mereka menganggap itu syirik. Nah, disinilah, dalam bidang peribadatan itu, kelompok PKS ketemu dengan Salafy. Sedang orang-orang seperti Ulil, Imdad dan anak-anak pesantren yang sekolah di LPBA melakukan pemberontakan. Mereka menganggap (paham Salafy) itu tak cocok dengan budaya saya (Ulil cs) yang NU.
Akhirnya mereka melanjutkan ke ilmu-ilmu filsafat, sosial dan sebagainya, termasuk belajar ke Magnez Suseno di Driyarkara. Kemudian berkomunikasi dengan Nurcholis Madjid, ketika Nurcholis masih ada (hidup). Nah, dalam diri Ulil cs ini kemudian terbentuklah suatu sosok yang berasal dari pola radikal (Salafy), ketemu dengan ilmu-ilmu sosial, ketemu dengan Nurcholis Madjid, ketemu dengan Gus Dur dan sebagainya. Jadi mereka ini meramu dari berbagai unsur itu sehingga jadilah orang seperti Ulil, Hamid Basyaib, Luthfi Syaukani, Muqsith dan sebagainya.
Apa ada kesamaan dalam soal simbol-simbol pakaian di antara mereka?
Ya, memang ada kesamaan, baik kelompok Hizbut Tahrir, Tarbiah (PKS) maupun Salafy. Misalnya pakai celana cingkrang, berjenggot dan sebagainya. Tapi semua kelompok ini sama menyerang NU.
O, ya bagaima sebenarnya sebenarnya soal pakaian itu menurut Islam?
Menurut mereka, Nabi itu jenggotan. Abdul Aziz, tokoh Salafy, itu menulis tentang membiarkan jenggot. Menurut dia, kalau orang mencukur jenggot dianggap tabi’ul hawa, mengikuti hawa nafsu. Jadi menurut mereka memahami sunnah Rasul itu apa saja diikuti, termasuk cara berpakaian. Tapi kalau NU kan tidak begitu cara memahami sunnah Rasul. Paling tidak, NU terdidik memahami sunnah Rasul itu dalam arti substantif, misalnya soal peribadatan. Tapi kalau soal pakaian kalangan NU yang terdidik menganggap itu sebagai budaya. Misalnya soal sorban. Nabi memang bersorban tapi harus diingat Abu Jahal dulu juga sorbanan.
Begitu juga soal jenggot. Kalangan NU terdidik menganggap itu sebagai budaya. Karena Abu Jahal pun juga jenggotan. Masak orang nggak punya jenggot disuruh memelihara jenggot. Ada orang yang jenggotnya hanya tiga helai atau tiga lembar itu disuruh pelihara..kan lucu.ha.ha.ha.
Kalau soal celana mereka yang cingkrang?
Kan ada dalam hadits Nabi bahwa kalau pakaian orang itu nglembreh ke kakinya dianggap huyala, sombong. Padahal dulu pakaian Abu Bakar juga ngelembreh, panjang ke bawah tapi tidak dianggap sombong. Waktu itu Abu Bakar tanya, apakah saya ini juga dianggap sombong karena pakaian saya ngelembreh. Lalu dijawab, o, tidak, karena Abu Bakar memang tidak sombong, meski pakaiannya nglembreh. Karena tubuh Abu Bakar kurus, jadi sudah wajar kalau pakaiannya dipanjangkan sampai nglembreh.
Karena itu menurut kalangan NU, pakaian itu dianggap sebagai budaya. Masak orang pakai kopyah hitam dianggap bid’ah hanya karena Nabi tak pernah pakai kopyah hitam. Kan waktu itu belum ada perusahaan kopyah Gresik ha.ha.. Nah, disini lalu semua menyerang NU. Jadi mereka semua, Hizbut Tahrir, Tarbiyah dan Salafy itu sama menyerang NU. Menurut mereka, yang dimaksud ahlussunnah itu adalah versi Ibnu Taimiyah, bukan paham versi Asy’ari. Dalam buku-buku mereka paham Asy’ari itu dianggap sesat. Padahal NU kan menganut paham Asy’ari.
Ada yang berpendapat,kalau niat mereka untuk dakwah, kenapa mereka kok tidak merekrut komunitas lain yang belum beragama, misalnya. Kalau jamaah NU kan hasil jerih payah para wali songo dan ulama kultural, kenapa mereka tidak cari kreasi sendiri agar tidak menimbulkan konflik sesama umat Islam?
Ya, karena mereka mau mengislamkan orang Islam. Jadi kita yang sudah Islam ini harus diislamkan lagi..ha.ha. Jadi iman umat Islam masih perlu diadili.
Berarti mereka merasa paling Islam?
O, ya, mereka memang merasa paling Islam. Karena itu harus kita pahami itu. Kalau sikap saya tetap harus moderat. Sepanjang mereka tidak menyerang kita ya kita nggak apa-apa. Tapi mereka menyerang kita, ya kita harus melawan. Karena itu di beberapa tempat seperti di NTT, Jember, kita lawan karena mereka sudah menyerang kita. Di Purwokerto misalnya orang NU dianggap sesat. Saya kan kesana, orang NU di sana dianggap dlalal finnar, masuk neraka.ha..ha.. ya kelompok Salafy itu. Jadi yang menyerang NU dalam peribadatan itu kelompok Salafy, sedang yang menyerang NU dari segi politik kelompok Hizbut Tahrir dan Tarbiyah (PKS). Jadi orang NU itu harus sadar, bahwa sekarang mereka diserang dari berbagai arah.
Jadi secara paradigmatik maupun aksi memang beda sekali dengan NU?
Sejak Gus Dur mimpin NU kan membuka cakrawala baru di kalangan anak-anak muda NU. Gus Dur mengevaluasi bahwa formalisasi syariat ternyata selalu gagal, karena itu Gus Dur membuka wacana baru Islam sebagai etika soial. Dan ini kemudian menjadi gaung NU sampai sekarang, walau belakangan NU diutik dengan formalisasi syariat. Tapi Pak Hasyim Muzadi dalam berbagai wawancara menyatakan tidak memperjuangkan Islam seperti teksnya tapi yang diperjuangkan adalah ruhnya. Bisa saja KUHP seperti sekarang tapi ruh Islam ada di situ. Nah, dalam hal ini pengaruh Gus Dur sangat besar.
Bisa dijelaskan soal NU dalam kontek negara nasional?
NU itu fiqh minded. Fiqh siyasi (politik) di NU kurang berkembang. Fiqh yang dikembangkan NU adalah fiqh dalam kontek negara nasional. Ketika Kiai Hasyim Asy’ari (pendiri NU, red) mengeluarkan fatwa resolusi jihad Negara Indonesia dalam kondisi bukan negara agama. Karena saat itu kalimat menjalankan syariat Islam sudah dihapus kemudian Belanda datang lagi akhirnya Kiai Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad. Jadi Negara yang dipertahankan waktu itu negara “sekuler” kan. Jadi NU tak bisa lepas dari negara nasionalis atau sebagai nasionalis. Nah, fatwa jihad Kiai Hasyim itu merupakan fatwa pertama di dunia Islam yang mempertahankan negara nasionalis. Belum ada ketika itu ulama yang berfatwa kewajiban jihad untuk mempertahankan Negara nasionalis.
Jadi Kiai Hasyim Asy’ari itu pelopor pertama negara nasionalis di kalangan Islam, apa kira-kira dasar pemikirannya?
Mungkin bagi Kiai Hasyim yang terpenting Indonesia merdeka dulu. Apalagi bangsa Indonesia mayoritas umat Islam. Ini yang harus diutamakan. Jadi Kiai Hasyim membuat fatwa untuk mengusir penjajah dan mempertahankan negara nasional. Nah, ini bagi wacana pemikiran internasional seperti orang-orang yang menginginkan sistem kahalifah kontroversi. Perjuangan NU berikutnya, dalam sejarahnya, seluruhnya selalu terkait dengan negara. Soekarno, misalnya, diberi gelar waliyul amri dlaruri bissyaukah. Jadi pemerintah darurat yang mempunyai kekuatan. Ini asalnya kan diberi oleh konfrensi ulama di Cipanas 1954.
Kemudian pada 1956 oleh NU dianggap sah. Ini artinya apa? Karena dikaitkan dengan fiqh? Sebab perempuan yang tidak punya wali dalam pernikahan walinya harus sulthon. Padahal hadits as-sultonu waliyu man laa waliya lah. Sulthon itu adalah wali bagi orang yang tak punya wali. Kalau Sulthon ini tidak diberi legitimasi sesuai syariat kan tidak sah Sulthon ini. Jadi ini terkait dengan fiqh maka negara walau sekuler harus diakui sah menurut syariah. Nah, cara berpikir ini saya kira cerdas. Kalau nggak gimana. Sulthon itu siapa, padahal kalau orang kawin harus mencatatkan diri ke situ. Nah, itulah NU. Tapi ini kemudian disalahpahami oleh kelompok Islam modernis. Dikira NU itu oportunis pada negara karena memberi legitimasi. Padahal sebenarnya ini terkait dengan fiqh.
Faktor lain?
Faktor kedua memang pada tahun 50-an itu Kartosuwirjo sedang mengadakan pemberontakan. Nah, pemberian gelar waliyul amri dlaruri bissyaukah itu sebagai legitimasi pada Soekarno agar bisa mengatasi gerakan pemberontakan itu. Tapi inti NU itu sebenarnya pada fiqh urusan perkawinan tadi itu, bukan pada fiqh siyasahnya (politik). Selanjutnya perjuangan NU terus berkait dengan negara nasionalisme. Ini yang harus dipahami oleh kelompok-kelompok baru ini seperti Hizbut Tahrir dan sebagainya itu.
Dengan demikian, bisa dijelaskan perbedaan antara NU dan HTI?
Ya. NU berdiri tahun 1926 dalam proses menuju pembentukan negara Indonesia. Sedang Hizbut Tahrir (HT) berdiri ketika nation state di tempat ia berdiri telah terbentuk, yaitu tahun 1953. Dari segi latar belakang waktu yang berbeda ini, dipahami bahwa sejak awal NU memberi saham besar terhadap pembentukan nation state yang kemudian menjadi negara Indonesia merdeka. Sedang HT berhadapan dengan negara yang sudah terbentuk. Maka wajarlah, jika HT menganggap bahwa nasionalisme itu sebagai jahiliyah. Karena mereka anggap menjadi penghalang dari pembentukan internasionalisme Islam, apalagi nasionalisme tersebut tidak memberlakukan syariat Islam dan lebih banyak mengadopsi sistem hukum sekuler Barat.
NU menerima sistem hukum penjajah dalam keadaan darurat. Karena negara tidak boleh kosong dari hukum. Selanjutnya, NU berjuang agar hukum yang berlaku di negara ini bisa menjadikan fikih sebagai salah satu sumber dari hukum nasional kita. Dari situ, NU ikut ambil saham dalam penerapan UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang saat ini berlaku di Indonesia. Tentu HT belum punya saham dalam memperjuangkan hukum Islam di negara nasional ini, sehingga tidak logis jika HT langsung menentang negara nasional ini gara-gara tidak memberlakukan syariah Islam secara kaffah.
Jadi, perjuangan NU dalam menegakkan syariah baik sebagai etika sosial maupun sebagai hukum formal tidak bisa diletakkan di luar NKRI. Karena NKRI ini didapat dengan perjuangan para syuhada yang gugur pada prakemerdekaan maupun pascakemerdekaan. Pendek kata, NU tidak bisa terpisah dari Negara nasional ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News