Jelang Pilgub Jatim 2018, Waspadai Buzzer Politik

Jelang Pilgub Jatim 2018, Waspadai Buzzer Politik

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Suhu politik Jawa Timur mulai menghangat dengan pemberitaan kontestasi pilgub di berbagai media massa. Sebagai platform media baru, media sosial menjadi primadona baru dalam kontestasi politik saat ini.

Namun, informasi melalui media ini rentan konflik jika tidak diwaspadai. Apa yang baru saja terjadi dalam perhelatan pilkada Jakarta, bisa jadi akan merembet di Jatim jika penyelenggara pemilu tidak mengantispasi efek negatif penggunaan media sosial yang masif, cepat dan tak terkendali dalam kegiatan pemilu. Pernyataan itu disampaikan Surokim Abdusssalam, Dosen Komunikasi Politik Universitas Trunojoyo Madura.

Baca Juga: ​Penuhi Nadzar Kemenangan Khofifah-Jokowi, Kiai Asep Umrohkan Tim 35 Kabupaten

"Kekhawatiran terbesar saya adalah penggunaan media ini oleh kelompok kelompok profesional baik oleh buzzer politik maupun oleh pasukan sosmed yang bergerak khusus karena diorder untuk itu. Potensi konflik dan gesekan akibat benturan kebencian sara mudah disulut oleh kerja kelompok ini," ungkap Surokim, Minggu (30/7).

Akademisi asli Madura ini menambahkan, komoditas informasi pilkada oleh kelompok ini sungguh patut diwaspadai karena dilakukan dengan sengaja dan profesional. Mereka bisa sengaja untuk membenturkan berbagai konflik dan kebencian guna meningkatkan elektabilitas kandidat. Sementara perangkat aturan terkait penggunaan media sosial dan juga etika media selama ini masih belum cukup mampu mengantisipasi operasi kelompok ini, sehingga perlu solusi dan antisipasi.

Menurutnya, masyarakat Jawa Timur yang selama ini dikenal harmonis bisa jadi akan seperti Jakarta jika tidak ada langkah antisipasi serius terkait hal ini. Kendati harmonis dan adem ayem, jika disulut permusuhan dan SARA bisa mengganggu keamanan dan stabilitas wilayah.

Baca Juga: Janji Temui Agus, Gubernur Khofifah Malam Ini Kembali ke Surabaya

"KPU sebagai leading sektor penyelenggaran pemilu perlu kembali memformulasikan aturan yang tegas terhadap operasi kelompok profesional ini agar pemilu semakin bermartabat. Jelas orientasi mereka hanya sekadar memenangkan pemilu tanpa sedikit pun berpikir membangun peradaban unggul dan virtue pemilu demokratis, itu berbahaya," tambah peneliti Surabaya Survey Center (SSC) tersebut.

Sekadar diketahui, berdasar hasil survei SSC periode Juni 2017, masyarakat Jatim tidak menginginkan polarisasi konflik seperti di Jakarta terjadi di Jawa Timur yakni sebanyak 83,4%. Sementara 4,2% yang menjawab biasa saja dan hanya 2,8 % menjawab nyaman. Sedangkan sisanya 9,6 % tidak menjawab. Adapun alasan pemilih Jatim berdasar hasil survei tersebut karena menciptakan rasa permusuhan antarsesama sebanyak 45,6%, merusak persatuan dan kebersamaan sebanyak 38,2%, dan membuat saling tidak percaya sebesar 10,8%. Adapun yang beralasan rakyat akan menjadi korban sebanyak 5,4%.‎ (mdr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO