TANPA kenal lelah, dua alat berat backhoe terus mengeruk endapan tanah di bendungan Sengguruh Malang. Sementara di bagian atas sudah siap truk-truk yang akan mengangkut tanah endapan. Demikian juga dengan dua buah alat berat lainnya, clamshell juga melakukan hal yang sama. Mereka bekerja keras bahu membahu untuk mengeruk sedimentasi dan sampah yang ada di bendungan Sengguruh.
Setiap harinya, Perum Jasa Tirta I (PJT I) hanya mempunyai waktu 8 jam untuk mengeruk sedimentasi dengan alat yang dimiliki. Kepala Bagian Humas, Good Corporate Governance (GCG) dan PKBL PJT I, Inni Dian Rohani menjelaskan, sampah di bendungan Sengguruh mencapai 4 ribu sampai 5 ribu meter kubik tiap tahun.
Baca Juga: Sidak, PJT I Temukan 4 Perusahaan Curi Air
“Tahun 2016, volume pengerukan sedimentasi PJT I mencapai 16,40 metrik ton. Target dari Bendungan Sengguruh sendiri sebesar 270 ribu meter kubik dan ternyata realisasi hingga akhir tahun melebihi target yakni sebesar 350 ribu meter kubik. Diharapkan sampah dan sedimen dapat teratasi, paling tidak 80 persen,” papar Inni dalam field trip untuk kebutuhan Lomba Karya Tulis Jurnalistik (LKTJ) 2017 di Bendungan Sengguruh, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
Tenaga Ahli Teknik Sipil Air dan Sumber Air (ASA) PJT I, ,Ir. Muhammad Wijayanto Hasan menambahkan, pada musim hujan debit air di bendungan Sengguruh mencapai 300 meter per detik. Dalam kondisi normal 50 - 100 meter per detik. Pengerukan sedimentasi hanya efektif dilakukan saat musim kemarau.
Kerja berat di bendungan Sengguruh ini begitu penting karena Sengguruh adalah bendungan sebagai penahan sedimen yang masuk ke waduk Sutami, sehingga dapat memperpanjang umur ekonomis waduk Sutami. Bukan itu saja, di bendungan Sengguruh ada pembangkit listrik tenaga air dengan daya terpasang 2 x 14,5 mW dan produksi listrik tahunan sebesar 91,02 x 106 kWh. Bisa dibayangkan, jika sedimen semakin tinggi, produksi listrik juga akan terganggu. Berapa ribu rumah yang tidak teraliri listrik? Berepa ratus perusahaan yang terganggu karenanya? Dan masih banyak persoalan lain yang timbul karena kurangnya pasukan listrikdari PLN.
PJT I mempunyai tanggungjawab besar dalam penyediaan air yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Inni mengakui masalah sedimentasi, sampah dan limbah industri selalu berulang setiap tahunnya. Yang paling sulit adalah limbah industri karena langsung larut bersama air yang mengakibatkan pencemaran.
Padahal, PJT I juga harus menyediakan air untuk kebutuhan irigiasi pertanian maupun Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk kepentingan air minum yang harus memiliki kualitas bagus. Untuk memantau kualitas air, Perum Jasa Tirta (PJT) I memiliki laboratorium untuk memantau kondisi air hulu, tengah dan hilir.
“Dari laboratorium, kita memantau kualitas air sungai yang diambil dari 7 stasiun Water Quality Monitoring System (WQMS), pemantauan rutin di badan dan anak sungai sebanyak 60 lokasi. Selain itu juga dipantau kualitas air limbah industri di 57 lokasi serta memantau kualitas air limbah domestik dan Rumah Sakit (RS) di 11 titik,” terang Inni.
Gambaran di atas hanyalah potret kecil di bendungan Sengguruh. Padahal PJT I masih memiliki tanggung jawab lain di waduk Sutami, waduk Lahor, waduk Wilingi, waduk Wonorejo, waduk Selorejo, waduk Widas dan belum lagi beberapa bendungan dan beberapa pintu air.
Kerja PJT I tak hanya berkuatat masalah teknis saja dalam mengelola air sungai. PJT I juga melakukan konservasi dan pemberdayaan dengan pembuatan Check Dam (dam pengendali), penghijauan, bangunan pengendali erosi dan penebaran bibit ikan. Bendungan juga memiliki manfaat lain seperti Selorejo yang bisa digunakan untuk wisata air seperti sepeda air, perahu dan banana boat. Sedangkan Waduk Wonorejo Tulungagung dan bendungan Waru Turi Mrican Kediri hanya membagi aliran air untuk irigasi pertanian.
Direktur Utama PJT I Raymond Valiant Ruritan menyampaikan, PJT I juga memiliki target besar. Pada tahun 2030, sustainable develpoment goals (SDGs) menetapkan, setidaknya seluruh penduduk perkotaan bisa mengakses air yang terlindungi dari sumber yang terlindungi. Dan, sebanyakm 90 persen penduduk perkotaan terjangkau sanitasi yang baik.
Kerja berat PJTI bisa diibaratkan seperti filosofi kopi dan gula. Ketika kopi pahit, maka disebut kopinya kurang gula. Ketika perpaduannya pas, disebut kopinya mantap. Namun ketika gulanya banyak, tetap saja disebut kopi manis. Peran gula tidak pernah disebut sama sekali.
Ketika pasokan listrik dari PLTA lancar, PLN yang mendapatsanjungan. Ketika mutu baku air minum bagus, PDAM yang mendapat sanjungan. Dan ketika produksi petani meningkat, Dinas Pertanian yang pendapat pujian. Peran Jasa Tirta di belakangnya tidak pernah disebut. Seperti gula, meski tidak pernah disebut, PJT I akan tetap memberi jaminan pelayanan Sumber Daya Air kepada pengguna seperti tugas yang diamanatkan. (Zahrotul Maidah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News