JAKARTA(BangsaOnline)Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan
Korupsi menuntut Gubernur Banten nonaktif, Ratu Atut Chosiyah hukuman 10 tahun
penjara serta denda sebesar 250 juta subsider 5 bulan kurungan.
"Menuntut agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korusi yang memeriksa
dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa Ratu Atut Chosiyah
telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan
tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Jaksa Edy Hartoyo di
Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 11 Agustus 2014.
Jaksa menilai Atut telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar
Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Jaksa juga menuntut terdakwa untuk dijatuhkan pidana tambahan,
yakni pencabutan hak-hak tertentu, yakni dipilih dan memilih dalam jabatan
publik.
Dalam tuntutannya, Jaksa mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan
memberatkan bagi terdakwa.
Hal memberatkan, antara lain: terdakwa selaku Gubernur tidak memberikan contoh
dalam mendukung pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN).
Perbuatan terdakwa juga dinilai telah mencederai lembaga peradilan, dalam hal
ini adalah Mahkamah Konstitusi. Terakhir, Jaksa juga menilai bahwa terdakwa
tidak terus terang mengakui perbuatannya.
Sementara hal yang meringankan adalah, terdakwa berlaku sopan selama proses
persidangan dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Diketahui, Ratu Atut Chosiyah didakwa menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi saat
itu, M Akil Mochtar, sebesar Rp1 miliar. Suap tersebut terkait penanganan
gugatan hasil penghitungan suara Pilkada Lebak, Banten, di MK.
Atut didakwa melakukan suap bersama-sama Komisaris Utama PT Bali Pasific
Pragama (BPP), yang juga adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Menurut Jaksa, suap tersebut bertujuan agar M Akil Mochtar selaku ketua panel
hakim mengabulkan permohonan perkara konstitusi pada 12 September 2013 yang
diajukan Amir Hamzah-Kasmin sebagai pasangan calon bupati/wabup Kabupaten
Lebak, Banten. Antara lain memohon agar MK membatalkan putusan KPU Kabupaten
Lebak tanggal 8 September 2013 tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara
pada Pilkada Lebak.
Gubernur Banten nonaktif, Ratu Atut Chosiyah menolak berkomentar usai
menjalani sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum di
Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 11 Agustus 2014.
Jaksa
pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Ratu Atut pidana penjara
selama 10 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsidair 5 bulan kurungan.
Usai
persidangan, Ratu Atut tutup mulut. Dia langsung meninggalkan ruang
sidang, tanpa memberikan komentar apapun. Atut tampak didampingi oleh
menantunya, Adde Rosi Khaerunnisa serta sejumlah kerabat lainnya.
Pengacara
Atut, Tubagus Sukatma mengatakan klienya menghormati tuntutan jaksa.
Namun dia menilai tuntutan jaksa berlebihan. Terutama dengan adanya
pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dan memilih dalam jabatan
publik.
"Apalagi meminta pencabutan hak-hak, untuk dipilih dan memilih," kata Sukatma.
Dia
menambahkan, ada sejumlah fakta-fakta persidangan yang tidak menjadi
pertimbangan jaksa. Salah satunya adalah kesaksian Susi Tur Andayani dan
Tubagus Chaeri Wardana yang dinilai tidak menyebut keterlibatan Atut.
"Bahkan Susi menyatakan permintaan maaf karena mencatut nama Atut," sambung dia.
Selain
itu, dia menyayangkan rekaman yang tidak jelas antara Atut dengan
adiknya, Wawan yang dijadikan jaksa sebagai barang bukti atau setidaknya
menjadi petunjuk dalam menjatuhkan tuntutan.
Sukatma menegaskan
kubu Ratu Atut akan segera mengajukan nota pembelaan dalam persidangan
selanjutnya. "Kami akan buktikan, itu tidak seperti apa yang didakwa dan
dituntut Jaksa," ungkap dia.
Baca Juga: Eks Wakil Ketua KPK Jadikan Peserta Seminar Responden Survei: 2024 Masih Sangat Banyak Korupsi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News