BLITAR, BANGSAONLINE.com - MT (44) warga Myanmar diamankan petugas Kantor Imigrasi kelas II Blitar. Pria yang kesehariannya membuka usaha pijat alternatif itu diketahui tinggal di Blitar sejak tahun 2006 lalu tanpa memiliki dokumen resmi. Ia juga mengaku sebagai salah satu pengungsi konflik Rohingya.
Kepala Kantor Imigrasi kelas II Blitar I Nyoman Gedhe Surya Mataram mengatakan MT telah berkeluarga dengan wanita asal Desa Krajan Ngadipuro Wonotirto Kabupaten Blitar dan telah dikarunia empat orang anak. Keberadaan MT sebelumnya terdeteksi Timpora Imigrasi Kelas II Blitar saat dia membuka praktek pijat alternatif di Jalan Palem nomer 45 Rembang Kecamatan Sananwetan Kota Blitar.
Baca Juga: Jadi Tempat Penampungan Calon TKI Ilegal, Polisi Gerebek Rumah Kos di Blitar
"Kami menerima laporan, lalu menyamar sebagai pasien untuk pijat. Setelah kami ajak ngobrol, ternyata yang bersangkutan tidak punya dokumen resmi sama sekali. Lalu kami bawa ke Detensi di Kanim Kelas II Blitar," ungkap Kakanim Kelas II Blitar, I Nyoman Gedhe Surya Mataram, Rabu (22/11).
Lanjut Surya Mataram terkait pengakuan MT sebagai pengungsi Rohingya, pihaknya masih akan berkoordinasi dengan pihak Internasional of Migrant (IOM) dan UNHCR. Pihaknya memiliki waktu selama 30 hari. Kalau kedutaan Myanmar mengakui sebagai warga negaranya, berarti bisa dideportasi.
"Masalahnya Myanmar tidak mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara mereka. Kalau tidak ada respon, pihak Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Surabaya akan menginformasikannya ke Internasional of Migrant dan UNHRC," ungkap Surya Mataram.
Baca Juga: Pemkab Blitar Gandeng Pertakina untuk Dorong Potensi Lokal Lebih Luas
Nantinya UNHCR akan mengklarifikasi tempat asal usulnya dan yang akan menentukan statusnya, apakah bisa dikategorikan pengungsi atau bukan.
"Karena sudah tinggal di Indonesia cukup lama dan punya keluarga, ada beberapa persyaratan administrasi yang harus dilengkapi jika akan menjadi WNI. Selama dia tidak punya dokumen resmi, ya tidak bisa," tegasnya.
Sementara berdasarkan pengakuan MT, dia adalah pengungsi saat kerusuhan awal konflik antara junta militer dengan mahasiswa di Myanmar tahun 1988 silam. Saat itu ia bersama 18 pemuda desa mengungsi lewat jalur sungai ke Thailand pasca desa mereka ludes dibakar. Dari Thailand, mereka melanjutkan perjalanan menuju Malaysia melalui Sungai Gulok. Dan sejak itu, sampai tahun 2006, MT tinggal di Malaysia sebagai kuli bangunan.
Baca Juga: Peminat Kerja ke Luar Negeri di Kabupaten Blitar Meroket
"Tahun 2002 saya kenal wanita warga Blitar. Kami menikah sampai punya empat anak yang semua lahir di Blitar," ugkap MT sambil meneteskan air mata lantaran tak ingin berpisah dengan keluarganya di Blitar. (blt1/tri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News