SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Belakangan banyak warga dan kader Nahdlatul Ulama (NU) penasaran terhadap munculnya berita bangsaonline.com yang menyebut Dr KH Asep Saifuddin Chalim putra kiai salah satu pendiri NU. Apalagi berita itu kemudian dilansir Kumparan.com.
Pertanyaan yang muncul rata-rata: benarkah Kiai Asep Saifuddin Chalim putra salah satu kiai pendiri NU. Dari mana silsilahnya?
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Bahkan Prof Dr Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi dan Menteri Pertahanan era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menanyakan langsung terhadap Kiai Asep saat silaturahim ke kediamannya di Siwalankerto Surabaya. Kiai Asep yang pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur itu menerima Mahfud MD di kediaman putra tertuanya, Gus Bara, Ahad sore (1/7/2018).
Lalu bagaimana jawaban Kiai Asep? Kiai santun ini mengakui memang baru-baru ini saja mengungkap ke publik. ”Saya pernah jadi ketua PCNU Surabaya. Tapi walaupun saya ketua NU tak pernah menceritakan saya anak pendiri NU,” kata Kiai Asep kepada Mahfud MD yang tampak serius menyimak jawaban Kiai Asep.
”Saya baru cerita setelah saya punya Pacet,” kata Kiai Asep sembari tersenyum. Maksudnya ia berani bicara ke publik sebagai putra salah satu kiai pendiri NU setelah ia sukses mendirikan pesantren Amanatul Ummah di Pacet Mojokerto.
Baca Juga: Kampanye Akbar, Tak Banyak Pidato, Khofifah dan Gus Barra Sibuk Bagi Souvenir & Borong Kue Pengasong
Kiai Asep semula mendirikan pesantren di Siwalankerto Surabaya. Kemudian mendirikan pesantren di Pacet Mojokerto. Ternyata sukses besar. Kiai Asep punya sekitar 10.000 santri. Bahkan output pesantren yang diasuhnya banyak diterima di perguruan tinggi di luar negeri. ”Tahun ini banyak diterima di Unversitas Al-Azhar Mesir,” katanya.
Selain di Mesir, santri lulusan Pesantren Amanatul Ummah banyak diterima di universitas di Jerman, Maroko, Jepang, Australia, Amerika dan negara-negara lainnya.
Begitu juga di dalam negeri. Lulusan Amanatul Ummah banyak diterima di perguruan tinggi favorit seperti Unair, ITB, IPB, ITS, UB, Unesa, Uinsa, UGM, UIN Syarif Hidayatullah, dan universitas lainnya.
Baca Juga: Pesantren di Lereng Gunung, 624 Santrinya Lolos PTN dan di 11 Perguruan Tinggi AS, Eropa dan Timteng
“Ayah saya itu dulu teman Kiai Abdul Wahab Chasbullah saat sama-sama belajar di Makkah,” tutur Kiai Asep. Mendengar itu Mahfud MD mengangguk-ngangguk. Ayah Kiai Asep adalah KH Abdul Chalim.
Kiai Asep menuturkan, saat sama-sama belajar di Makkah, ayahnya, Kiai Abdul Chalim, dan Kiai Abdul Wahab Hasbullah sepakat untuk bertemu lagi di Indonesia dan berjuang memerdekaan bangsanya dari penjajah.
Karena itu sepulang belajar dari Makkah Kiai Abdul Chalim yang asli Leuwimunding Majalengka Cirebon Jawa Barat itu kemudian bertemu lagi denganKiai Abdul Wahab di Surabaya.
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya
Bersama Kiai Wahab, Kiai Abdul Chalim mendirikan Nahdlatul Wathan di Surabaya. Kiai Abdul Chalim saat di Surabaya tinggal di Jalan Kedung Sroko , kampung religius yang terletak di belakang Fakultas Kedokteran Unair.
Dalam organisasi Nahdlatul Wathan, Kiai Abdul Chalim jadi sekretaris sedang Kiai Wahab jadi ketua.
“Saat kiai-kiai mau mengirim utusan ke Hijaz yang kemudian mendirikan NU, ayah saya yang membuat suratnya. Saat merumuskan isi surat itu ayah saya mengusulkan kepada Kiai Wahab: apakah tujuan memerdekakan bangsa tak perlu dicantumkan dalam surat ke Hijaz? Kiai Wahab menjawab, o iya, itu yang utama,” ungkap Kiai Asep.
Baca Juga: Aqiqah Cucu ke-20 Kiai Asep, Prof Ridwan Nasir Singgung Rabiah Al Adawiyah dan Khofifah
Karena itu mudah dipahami ketika Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari mendirikan NU Kiai Abdul Chalim juga berperan aktif bersama Kiai Abdul Wahab Chasbullah. Kiai Abdul Chalim dan Kiai Abdul Wahab inilah yang mengundang kiai-kiai dari Madura dan Jawa. Bahkan Hadratussyaikh mempercayakan kepada Kiai Abdul Wahab dan Kiai Abdul Chalim untuk mengisi susunan pengurus PBNU lantaran dua kiai muda ini yang paham siapa saja para kiai aktivis saat itu.
”Kan sebelumnya ayah saya sekretaris Nahdlatul Wathan, jadi banyak tahu siapa saja yang aktivis,” tutur Kiai Asep yang kini Ketua Umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Pusat.
Karena itu mudah dipahami jika dalam susunan PBNU pertama Kiai Abdul Chalim masuk dalam pengurus harian. ”Saat itu Kiai Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar, Wakil Raisnya Kiai Dahlan Achyat, sedang Kiai Wahab Katib Awal, dan ayah saya Katib Tsani (Naibul Katib-red),” tutur Kiai Asep yang juga Wakil Mabinda (PMII) Jatim dan Mustasyar PCNU Surabaya.
Baca Juga: Elektabilitas Terus Melejit, Khofifah: Banyak Doa Kita Temukan di Pasar
”Selama ini orang-orang mengenal ayah saya sebagai sekretarisnya Kiai Wahab. Ya memang benar tapi sekretaris dalam organisasi,” tutur Kiai Asep.
Meski demikian Kiai Abdul Chalim tak sempat mendirikan pesantren. ”Kiai Wahab pernah pengatakan, dari semua kiai-kiai pendiri dan pengurus NU (PBNU) hanya sampean (Kiai Abdul Chalim) yang tak punya pesantren. Ayah saya menjawab, nanti anak saya yang akan punya pesantren besar. Mendengar itu Kiai Wahab sempat terperanjat,” ungkap Kiai Asep.
Ternyata apa yang disampaikan Kiai Abdul Chalim benar. Kini putra Kiai Abdul Chalim, yaitu Kiai Asep Saifuddin Chalim punya pesantren besar.
Baca Juga: Ketum Pergunu Prof Kiai Asep: Ratu Zakiyah Simbol Idealisme Kita
Mendengar uraian Kiai Asep itu Mahfud MD tampak manthuk-manthuk. Apalagi saat Kiai Asep mengatakan bahwa apa yang ia sampaikan itu bukan hanya berdasarkan cerita dari ayahnya tapi memang ada dokumentasi yang ditashhih Kiai Abdul Wahab Hasbullah. Mahfud MD sekitar satu jam lebih terlibat diskusi dengan Kiai Asep Saifuddin Chalim. Selain menanyakan silsilah Kiai Asep sebagai putra salah satu kiai pendiri NU, Mahfud MD juga mendiskusian persoalan-persoalan aktual nasional. (MMA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News