PACITAN, BANGSAONLINE.com - Selama ini, sampah menjadi salah satu penyumbang besar dalam perubahan iklim global. Menurut data Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH), manusia dalam setiap kegiatannya selalu menghasilkan sampah yang memberikan kontribusi sangat besar terhadap emisi gas rumah kaca. Fakta ilmiah menunjukkan bahwa sampah adalah salah satu penyumbang gas rumah kaca dalam bentuk metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).
Pembuangan sampah terbuka di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) mengakibatkan sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobik, dan proses itu menghasilkan gas CH4. Metana sendiri mempunyai kekuatan merusak hingga 20-30 kali lebih besar daripada CO2. Tiap rata-rata satu ton sampah padat, dihasilkan 50 kg gas metana.
Baca Juga: Info BMKG: Selasa Dini Hari ini, Trenggalek Diguncang Gempa Magnitudo 5,4
Seiring jumlah penduduk yang terus meningkat di Indonesia, diperkirakan pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan per hari sekitar 500 juta kg atau 190 ribu ton/tahun. Ini berarti pada tahun tersebut Indonesia akan mengemisikan gas metana ke atmosfer sebesar 9.500 ton.
Merujuk hal tersebut di atas, harus dipikirkan pengelolaan sampah agar tidak semakin berkembang menjadi gas metana dan naik ke atmosfer. Sebab, dalam jangka waktu sekitar 7-10 tahun, metana dapat meningkatkan suhu sekitar 1,3 derajat Celsius per tahun.
"Tidak usah muluk-muluk, dimulai dari rumah kita sendiri. Mari kita pisahkan sampah organik dan anorganik. Sampah organik bisa disimpan dalam wadah tertutup, istilahnya difermentasi. Hasilnya bisa jadi pupuk. Sampah organik bisa dibersihkan, diolah jadi barang kerajinan, jadi dibuat ecobrick. Hal sepele itu jika setiap rumah melakukan bisa dihitung berapa ton sampah akan berkurang tiap hari, minggu, dan bulannya," jelas Anita Bidaryati, leader worldclean upday Pacitan Regional Jawa Timur, Senin (23/07).
Baca Juga: Istri Kades di Pacitan Ngaku Dijambret dan Kehilangan Uang Rp14 Juta, Ternyata...
"Pengelolaan sampah adalah aktifitas komunal. Artinya tidak bisa dilakukan sendiri, semua saling terkait. Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Gerakan gugah reresik Pacitan (geguritan) sebuah aktivitas dari kumpulan kelompok masyarakat yang tergabung menjadi satu mencoba membuat perubahan perilaku masyarakat agar bisa dan mau memilah sampah di lingkungannya masing-masing."
"Aktivitas ini adalah murni gerakan relawan. Seperti yang baru saja kami lakukan di pidakan kemarin, Minggu (22/07). Kami bersama kurang lebih 150 orang mulai dari pelajar, tokoh masyarakat, Koramil Tulakan bersama melakukan kampanye edukasi dan aktiviitas pemilihan sampah. Yang menggembirakan adalah pemangku kebijakan wilayah pidakan berkomitmen untuk mau bergerak mengedukasi masyarakat untuk memilah sampah," imbuh Nita kepada pewarta. (yun/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News