Oleh: Sugiharto*
Partai politik, calon legislatif, calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD), calon presiden dan wakil presidennya, bahkan termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga jajaran ke bawah harus mewujudkan pemilu berkualitas, bermartabat, dan menjadikan pemilih berdaulat.
Baca Juga: Kelelahan, 7 Petugas KPPS Meninggal, di Banyuwangi, Magetan, Wonosobo, Tangerang, Klaten, Aceh
Tentunya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berharap besar hasil pemilu berkualitas, bermartabat dan menjadikan pemilih berdaulat. Meskipun kenyataannya persoalan dan pelanggaran sudah terlihat di depan mata. Ada yang berkampanye di fasilitas yang dilarang, pemasangan atribut yang melanggar, kampanye yang dibungkus dengan sejumlah kegiatan, survei yang menggiring masyarakat ke pemilih tertentu, persoalan Daftar Pemilih, perdebatan dan protes kotak surat berbahan kardus, dan persoalan lainnya.
Nah dari situlah, seolah penyelenggara pemilu tidak mampu berbuat apa-apa. Cuma menonton, mencatat kemudian menuangkan dalam pelaporan dokumentasi kegiatan. ‘Terjebak’ dalam kegiatan menjalankan tahapan pemilu. Padahal yang dibutuhkan sekarang adalah in action on the track!
Kemampuan ‘menggiring’ peserta pemilu dan pemilih di area aturan kepemiluan.
Baca Juga: Pengkhianat, Waktumu Sudah Habis
Bukan saatnya lagi KPU-Bawaslu saling lempar ketika pelanggaran dan persoalan pemilu bermunculan. Sinergitas kedua penyelenggaara pemilu dalam menghadapi kecurangan dan pelanggaran pemilu menjadi pilihan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam proses membangun pemilu berkualitas, bermartabat, dan menjadikan pemilih berdaulat.
Pelatihan peningkatan kapasitas yang sering diselenggarakan penyelenggara pemilu dari hotel ke hotel berbintang harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Jangan sampai penyelenggara pemilu terbelenggu duduk ‘termenung’ di ruang ber-AC tanpa ‘turun gunung’ memotret fakta-fakta di lapangan.
Sudah waktunya, orientasi dan energi pelatihan diarahkan ke langkah pencegahan pelanggaran dan edukasi pendidikan ‘politik’ kepada pemilih. Tindakan pencegahan harus mendapat porsi lebih banyak agar pelanggaran tidak menjadi-jadi. Pengawasan ketat tanpa henti tanpa pamrih tanpa pilih kasih merupakan langkah simpati untuk ‘menyelamatkan’ pemilih dari tindakan pelanggaran. Apalagi ‘Pemilih berdaulat dan negara kuat’ jadi pilihan jargon KPU dalam Pemilu 2019.
Baca Juga: Kader Milenial Gerindra Minta Prabowo Maju Capres, Gus Fawait: Wajar dan Sangat Rasional
Lalu apa yang dilakukan penyelenggara pemilu agar pemilu berkualitas, bermartabat, dan pemilih berdaulat?
Pertama, KPU-Bawaslu tanpa henti melakukan tindakan penyadaran terhadap pemilih sehingga partisipasi pemilih tinggi disertai kesadaran dan kejujuran dalam menentukan pilihannya dengan rasa tanggung jawab, tanpa ada unsur paksaan dari siapapun, dan pihak manapun.
Kedua, tindakan menciptakan kompetisi yang sehat dan meningkatkan partisipatif bagi pemilih. Meskipun ada nuansa kompetisi, penyelenggara pemilu harus menciptakan suasana kompetisi yang nyaman dan meningkatkan partisipasi pemilih.
Baca Juga: Kejam dan Rakus, Pengusaha Sarang Burung Walet Rampok Rumah Pasangan Mau Kawin
Ketiga, KPU-Bawaslu harus punya nyali besar mengingatkan partai politik agar calegnya atau calonnya tidak mencoba-coba melangggar aturan pemilu dan melakukan politik uang. Pemilih perlu terus diingatkan agar bersikap tegas menolak keras jika diiming-imingi uang, barang, atau janji-janji untuk mencoblos partai politik tertentu, calon legislatif tertentu, calon DPD tertentu atau calon presiden, dan wakil presiden tertentu.
Keempat, menjaga independensi birokrasi baik aparatur sipil negara (ASN), aparatur BUMN/BUMD dan TNI-Polri. Penyelenggara pemilu berkewajiban mengingatkan ASN, TNI-Polri untuk tetap netral.
Kelima, menjaga independensi sebagai penyelenggara pemilu. KPU-Bawaslu harus tidak memihak dan selalu berada pada jarak yang sama dengan peserta pemilu dan calon legislatif, calon DPD, dan calon presiden-calon wakil presiden.
Baca Juga: Angka Vaksinasi: Jakarta 120 Persen, Surabaya 89,24 Persen, Jatim Kalahkan Jateng dan Jabar
Keenam, penyelenggara pemilu harus bisa menjamin pemilu berlangsung secara Luber-Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil).
Dengan mengacu hal di atas, dan pesta demokrasi sukses dengan menghasilkan pemilu berkualitas, bermartabat dan menjadikan pemilih berdaulat, maka hal yang tidak mustahil masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bakal makin kuat. Legitimasi pemerintahan pun kuat dan keberadaan wakil rakyat, wakil daerah dan pemimpin kredibel.
*Penulis: Dosen Sekolah Tinggi ilmu Tarbiyah (STIT) Islamiyah Karya Pembangunan, Paron Ngawi.
Baca Juga: Tiga Tipe Ulama Era Jokowi: Oposan, Pragmatis, dan Idealis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News