Oleh: M Mas’ud Adnan --- Munculnya buzzer dan influencer dalam media sosial (medsos) mengungkap realitas sosial keagamaan secara telanjang. Fenomena ini terlihat dari konten atau narasi yang diproduksi para buzzer dan influencer. Umpatan kasar, tak beretika, jauh dari akhlak dan peradaban berhamburan tiap hari memenuhi panggung medsos. Konsekuensinya, narasi-narasi barbar itu – diakui atau tidak – menjadi bagian gelap dari wajah masyarakat dan pemerintah kita saat ini.
Wajah pemerintah dan masyarakat kita? Ya. Karena hanya pada era sekarang ini peradaban mulia bangsa Indonesia diruntuhkan dan dijungkirbalikkan oleh segelintir orang yang mencari makan lewat umpatan dan menyakiti orang lain yang bernama buzzer dan influencer.
Baca Juga: Kedudukan Pers Sangat Tinggi dalam Undang-Undang, Wartawan Harus jaga Marwah Pers
Faktanya, hingga sekarang, pemerintah – terutama kementerian komunikasi dan informatika Indonesia – tak berbuat apa-apa terhadap para perusak peradaban bangsa Indonesia itu.
Yang menarik, hampir semua pemeluk agama di Indonesia ambil bagian dalam buzzer dan influencer. Ini mudah dimaklumi, karena sebelum muncul medsos, mereka tak punya saluran untuk mengepresikan watak aslinya yang sejatinya juga barbar. Media-media resmi dan mainstream - seperti surat kabar dan majalah - jelas tak mau memuat konten-konten kasar tak beradab dan tak berimbang (cover both side). Sebab media-media tersebut terikat dengan kode etik jurnalistik yang menjunjung tinggi etika, moral, dan peradaban.
Ada fenomena menarik dalam kasus buzzer dan influencer ini. Jika kita cermati, dari semua penganut agama itu tampaknya yang paling dominan adalah kelompok Kristen dan Islam. Kristen yang mengklaim ajarannya cinta kasih ternyata para buzzer Kristen sangat sadis dan raja tega. Begitu juga klaim kelompok Islam yang rahmatan lil'alamin. Para buzzernya sama sekali tak mencerminkan rahmat bagi semua alam.
Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad
Maka wajar, jika mereka kita sebut radikalis Kristen vs Radikalis Islam. Karena dua kelompok radikal inilah yang paling banyak saling serang secara vulgar dan kasar.
Yang juga menarik, meski kelompok Kristen minoritas di Indonesia, tapi paling agresif menyerang kelompok Islam yang mayoritas. Bahkan artikel atau berita yang membahas masalah ibadah, tak terkait agama lain terutama Kristen, diserang oleh para radikalis Kristen.
Cermati saja konten mereka. Secara sadis dan keji mencerca dan mencaci figur-figur mulia seperti Nabi Muhammad SAW sebagai pedofil. Bahkan Allah SWT yang disucikan oleh umat Islam dihujat tanpa tedeng aling-aling.
Baca Juga: Tingkatkan Partisipasi Pemilih Gen Z, KPU Jatim Gandeng Influencer
Begitu juga sebaliknya. Para buzzer beragama Islam menghujat figur-figur yang disucikan oleh umat Kristiani. Tuhan kolor porno (hanya pakai celana dalam) tak berdaya adalah contoh olok-olok para buzzer beragama Islam kepada Yesus yang disalib.
Padahal tak ada satu pun “agama yang benar” – kecuali agama sesat – yang memperbolehkan pemeluknya mencaci figur mulia dan tuhan sesembahan agama lain.
Semua agama – sekali lagi agama yang benar - pasti melarang pemeluknya mencaci agama lain, tuhan agama lain, dan nabi agama lain. Saya contohkan Islam. Dalam al-Quran Surat Al-An’am ayat 108 secara tegas Allah SWT berfirman:
Baca Juga: Pergunu Sebut 42.0 % Korban Pinjol Berprofesi Guru, Kiai Asep: Jangan Boros, Jangan Pelit
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan."
Tapi mengapa masih ada pemeluk agama mencaci agama lain, nabi atau figur suci agama lain bahkan tuhan agama lain?
Ada beberapa kemungkinan. Pertama, karena mereka tak paham tentang ajaran agama yang dianutnya. Atau karena doktrin dari gurunya yang juga dangkal ilmu pengetahuan agamanya.
Baca Juga: Habib Pasuruan yang Rendahkan Putra Pendiri NU Dianggap Merasa Tersaingi Kiai NU dan Tak Berakhlak
Kedua, karena mereka menganut agama yang salah. Sebab seperti saya tegaskan di atas, tak ada satupun “ajaran agama yang benar” memperbolehkan mengolok-olok, menghina dan merendahkan tuhan agama lain.
Ketiga, faktor politik. Para aktor politik – atau pengikut aktor politik- cenderung menghalalkan segala cara, bahkan sadis dan raja tega. Jangankan agama orang lain, agama sendiri pun dijadikan alat untuk meraih tujuan politiknya. Mereka adalah kelompok mata hati gelap. Mereka tega melakukan apa saja demi mencapai tujuan politiknya, termasuk menista dan menjual agamanya sendiri.
Nah, tiga kelompok ini banyak memiliki piaraan buzzer dan influencer. Bahkan mereka sendiri adalah buzzer dan influencer.
Baca Juga: Habib Pasuruan yang Rendahkan Putra Pendiri NU Dianggap Merasa Tersaingi Kiai NU dan Tak Berakhlak
Celakanya, para buzzer dan influencer itu memiliki media online yang tiap hari rajin memberitakan konten-konten para buzzer dan influencer itu.
Cermati saja media-media online yang rajin mengutip konten-konten para buzzer dan influencer. Media-media itu umumnya didirikan dan dibiayai oleh para buzzer dan influencer. Atau paling tidak, pengelolanya memiliki hubungan kepentingan dan emosional dengan para buzzer dan influencer itu.
Karena itu tak heran, jika konten dan narasi para buzzer dan influencer itu selalu sadis, menyakitkan orang lain, tanpa logika dan akal sehat. Karena tugas mereka hanya mengacau dan menjatuhkan semua orang yang tak sesuai kepentingan mereka.
Baca Juga: Sekolah Islam Integrasi Hira Malaysia Kunjungi Amanatul Ummah, Kiai Asep Doakan dengan Khusu'
M Mas'ud Adnan, alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News