Syuriah PCINU Tiongkok Bilang Hoax, Soal China Larang Logo Halal Bahasa Arab di Restoran

Syuriah PCINU Tiongkok Bilang Hoax, Soal China Larang Logo Halal Bahasa Arab di Restoran Sebuah restoran bertuliskan Halal berbahasa Arab di Sanlitun Chaoyang District Beijing. Wakil Rais Syuriah PCINU Tiongkok Fahmi Rizanul Amrullah memotret restoran tersebut malam ini, Rabu (31/7/2019) dan langsung dikirim ke BANGSAONLINE.com malam ini juga.

BEIJING, BANGSAONLINE.COM - Imron Rosyadi Hamid, Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Tiongkok kepada BANGSAONLINE.COM membantah ada larangan logo halal berbahasa Arab di restoran-restoran di China. “Nggak benar,” kata Gus Imron Rosyadi – panggilan Imron Rosyadi Hamid - kepada BANGSAONLINE.com via WhatsApp (WA), Rabu malam ini (31/7/2019).

Gus Imron Rosyadi Hamid yang kini berada di Tiongkok untuk meraih Ph.D Hubungan Jilin University Tiongkok itu bahkan mengirimkan beberapa foto dirinya dengan latar belakang tulisan-tulisan Arab di beberapa restoran di China. “Ini (foto) restoran halal di Beijing menggunakan bahasa Arab. Foto saya ambil tahun 2019,” kata mantan sekretaris PW Ansor Jawa Timur itu.

Baca Juga: Prabowo ke China Bawa Tommy Winata dan Prayogo Pangestu, Siapa Dua Taipan Itu

Ketika BANGSAONLINE.com mengatakan bahwa berita larangan itu baru saja dilansir beberapa media, Gus Imron Hamid langsung mengirim lagi foto restoran berlabel halal. “Tulisan halal di restoran halal di Beijing malam ini (Rabu, 31/7/2019),” kata Gus Imron Rosyadi.

(Restoran Islam di China masih tetap pakai bahasa Arab. Foto: istimewa/BANGASONLINE.COM) 

Baca Juga: Kesemek Glowing asal Kota Batu, Mulai Diminati Masyarakat Indonesia Hingga Mancanegara

Bantahan serupa juga disampaikan Wakil Rais Syuriah PCINU Tiongkok Fahmi Rizanul Amrullah. Kepada BANGSAONLINE.com, ia mengungkapkan bahwa begitu membaca berita di online ia langsung mendatangi pusat-pusat kuliner di Beijing Tiongkok. 

"Saya selaku wakil Rais Syuriyah PCINU Tiongkok ingin meluruskan berita-berita tersebut dengan cara mendatangi pusat-pusat makanan halal di Beijing malam ini. Beberapa pusat restoran masih menggunakan logo halal dalam tulisan Arab. Di antaranya di daerah Sanlitun Chaoyang District dan Western Mahua Beijing dan buka 24 jam," kata Fahmi Rizanul Amrullah kepada BANGSONLINE.com, Rabu malam ini (31/7/2019).

"Demikianlah pelurusan atas berita hoax  yang berkembang di media online," tambahnya.

Baca Juga: Ratusan Wisudawan Universitas Harvard Walk Out, Protes 13 Mahasiswa Tak Lulus karena Bela Palestina

Seperti dilansir Reuter, kini Pemerintah China menginstruksikan agar semua logo halal berbahasa Arab dihapus di semua restoran. Akibatnya, para pegawai restoran terpaksa menghapus atau menutup logo halal yang bertuliskan Arab.

Seperti dikutip RMOL.co.id, pegawai-pegawai di 11 restoran halal di Beijing dipaksa menutup dan menghapus logo berbau Arab dari toko mereka. Segala simbol termasuk tulisan kaligrafi, logo halal hingga lambang bulan dan bintang. Pihak Beijing mengatakan bahwa simbol tersebut sebagai "budaya asing" yang tidak seharusnya menggerus budaya asli China.

"Mereka bilang ini adalah budaya asing dan kita harus menggunakan budaya China di restoran kita," ujar seorang pegawai restoran halal di Beijing kepada jurnalis Reuters.

Baca Juga: Tragedi Sosial, Tak Bisa Belikan iPhone, Seorang Ayah Berlutut Minta Maaf pada Putrinya

Jumlah umat Islam di negeri tirai bambu itu kini mencapai 23 juta jiwa. Namun pemerintah China yang berideologi itu dikabarkan represif terhadap penganut Islam. Tahun lalu (2018) pemerintah China bahkan dikabarkan mau merobohkan Masjid Agung Weizhou yang baru selesai dibangun di provinsi Ningxia bagian barat China.

(Imron Rosyadi Hamid (kiri) di sebuah restoran di Tiongkok. Tampak taplak mejanya bertuliskan halal berbahasa Arab. foto: istimewa/BANGSAONLINE.COM) 

Baca Juga: WNA asal China Tewas, Usai Terpeleset ke Jurang Kawah Ijen Banyuwangi

Tetapi para jamaah masjid itu melawan. Seorang warga mengatakan mereka "tidak akan membiarkan pemerintah menyentuh masjid itu".

Pemerintah China juga dikabarkan mengubah kubah-kubah masjid bergaya Timur Tengah di sejumlah masjid, diganti dengan atap pagoda, yang dinilai lebih bernilai budaya asli China.

Otoritas China juga menutup kegiatan keagamaan umat Kristiani yang melakukan kebaktian secara diam-diam. Meski pemerintah menjamin setiap warganya menjalankan keyakinan masing-masing, pelaksanaan ibadah secara besar tetap harus mendapat izin otoritas terkait.

Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik

Para analis mengatakan, Partai Komunis khawatir pengaruh asing membuat kelompok agama sulit dikendalikan. Seorang antropolog di Universitas Washington Darren Byler mengatakan, bahasa arab dipandang sebagai bahasa asing serta sesuatu yang berada di luar kendali pemerintah China.

"Ini juga dipandang sebagai bentuk keimanan atau di mata otoritas negara merupakan ekstremisme agama. Mereka ingin Islam di China menggunakan simbol-simbol dalam bahasa China," ujar Byler.

Kelly Hammond, seorang asisten profesor di University of Arkansas yang mempelajari Muslim minoritas Hui di China mengatakan, langkah-langkah melarang simbol atau logo agama dalam bahasa asing merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan era new normal atau kenormalan baru. Menurut aplikasi pengiriman makanan Meituan Dianping, Beijing adalah rumah bagi 1.000 toko dan restoran halal yang tersebar di seluruh kawasan Muslim serta di lingkungan lainnya.

Baca Juga: Sindir Luhut, Susi: Bikin Part Pesawat Saja Bisa, Buat Sendok Garpu Undang China

"Ini juga dipandang sebagai bentuk keimanan atau di mata otoritas negara merupakan ekstremisme agama. Mereka ingin Islam di China menggunakan simbol-simbol dalam bahasa China," ujar Byler.

Seorang manajer di sebuah restoran yang masih memajang logo halal dalam bahasa Arab mengatakan, dia telah diperintahkan untuk menghapus logo tersebut. Beberapa toko besar yang dikunjungi Reuters telah mengganti logo halal dalam bahasa arab menjadi tulisan "qing zhen" yang artinya halal dalam bahasa China.

Restoran lainnya memilih untuk menutupi logo halal dengan selotip atau stiker. Komite Pemerintah Beijing untuk urusan Etnis dan Agama menolak berkomentar terkait perintah penghapusan logo halal dalam bahasa arab. Sementara, Kantor Urusan Etnis Nasional juga tidak memberikan tanggapan.

Baca Juga: Luhut Sebut China Mau Bangun Pabrik Sendok Garpu di RI, Pengamat: Jangan-Jangan Golok dan Arit juga

(Tulisan Halal berbahasa Arab ditutupi di Beijing. Foto ini berasal dari Reuter yang dimuat beberapa media di Indonesia)

Umat Islam di China mendapatkan perhatian khusus sejak kerusuhan pada 2009 yang melibatkan sebagian besar Muslim Uighur dan mayoritas etnis China Han di wilayah paling barat Xinjiang. China menghadapi kritik keras dari negara-negara Barat dan kelompok hak asasi manusia atas kebijakannya, terutama terkait penahanan massal dan pengawasan terhadap warga Uighur dan Muslim lainnya. Pemerintah China mengatakan, kebijakan mereka di Xinjiang diperlukan untuk membasmi ekstremisme agama.

Sebelumnya, Lembaga Hak Asasi Manusia Human Rights Watch (HRW) merilis laporan panjang soal pemenjaraan ribuan warga Muslim di Xinjiang untuk menjalani "pendidikan". Mereka ditanami paham me dan dipaksa meninggalkan ajaran agama Islam.

Laporan HRW ini didasarkan pada wawancara terhadap 58 bekas warga Xinjiang, termasuk 5 mantan tahanan dan 38 keluarga tahanan. Beberapa di antara mereka kabur dari Xinjiang dalam setahun terakhir.

Para mantan tahanan kepada HRW mengatakan tujuan pemenjaraan adalah untuk menghapuskan budaya mereka, menggantinya dengan paham China. Salah satunya adalah kewajiban menghafal ribuan kosakata China dan berbahasa Mandarin. Hal ini sulit untuk tahanan yang kebanyakan berbahasa Turkik.

Seorang mantan tahanan, Erkin, mengatakan mereka bahkan dilarang mengucapkan salam khas Islam: Assalamualaikum.

Panel HAM PBB pada Agustus lalu melaporkan ada 1 juta warga Uighur yang ditahan dalam penjara rahasia di Xinjiang. Dalam penjara itu, mereka dipaksa menghafal lagu-lagu Partai Komunis dan menyanjung Presiden Xi Jinping dengan berlebihan. Jika tidak, mereka akan mendapatkan hukuman fisik maupun mental.

"Kami harus lagu-lagu 'merah' seperti 'Tanpa Partai Komunis, Tidak Akan Ada China yang Baru' dan 'Sosialisme itu Baik'," kata seorang bekas tahanan yang tidak disebutkan namanya. (tim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO