Grha Wismilak, Membangun Budaya Saving Energy (2)

Grha Wismilak, Membangun Budaya Saving Energy (2) ?Antonius Teguh Wijayanto, Manajer Training and Development Grha Wismilak, selalu mematikan listrik ketika hendak keluar dari ruangan. Foto:rosihan c anwar/BANGSAONLINE

Upaya efisensi energy terus dilakukan untuk mencapai titik terefisien. Tapi, apalah artinya, jika budaya 'penghuni' Gedung Cagar Budaya yang ditetapkan melalui SK Walikota no 188.45/402.104/1996, nomor urut 32 ini masih boros.

Sejalan dengan program berkesinambungan efisensi sumber daya listik dan air, sebenarnya, Grha Wismilak juga menjalankan kampanye saving energy. Sejauh ini, masih berupa pemasangan stiker-stiker kecil di dekat sumber daya listrik dan air. Saklar listrik, washtafel dan tempat tisue selalu diberi stiker imbauan, untuk menghemat listrik, air atau kertas.

Baca Juga: Grha Wismilak, Membangun Budaya Saving Energy (1)

Gedung yang menjadi saksi bisu deklarasi kelahiran Polisi Republik Indonesia, dan diresmikan tanggal 9 bulan 9 tahun 99 oleh Willy Walla, gerakan efisiensi di segala bidang, terus digenjot manajemen gedung, karena sang 'pemilik' memang bertekad menjadikan gedungnya sangat efisien.

Secara hardware, perangkat-perangkat diupayakan menggunakan yang hemat energi, dan terus diupayakan mencapai titik terendah pemakaian listrik, air dan kertas. Lalu, bagaimana dengan secara softwarenya? Yaitu membudayakan saving energy?

"Setidaknya, di kalangan manajer memberi contoh. Saya dan teman-teman di sini, sudah terbiasa, begitu meninggalkan ruang kerja, selalu mematikan lampu dan AC, sesuai dengan imbauan di stiker," beber Antonius Teguh Wijayanto, Manajer Training and Development Grha Wismilak.

Hampir di setiap saklar lampu terpasang stiker kecil: Hemat Energi. Matikan lampu dan

AC saat tidak digunakan. Di setiap washtafel ada tulisan: Matikan kran air saat tidak digunakan. Di kotak tissu dekat washtafel ada tulisan: Gunakan tissu seperlunya, save paper save world.

Anton mengakui, sejak diresmikan pada 9-9-99 lalu, belum pernah menggelar acara khusus bertemakan saving energy. "Contoh perilaku dan kampanye via stiker, tentu tak cukup. Tahun ini, kami programkan untuk menggelar sarasehan dan diskusi, serta lomba saving energy di Grha Wismilak ini," kata Anton--panggilan Antonius Teguh Wijayanto--.

Dia berharap, secara simultan muncul kesadaran untuk membudayakan saving energy.

"Kata orang, untuk membangun habit atau kebiasaan, butuh 90 kali melakukan hal yang sama, atau diingatkan untuk aktivitas yang sama. Ini yang akan kami lakukan sehingga semua karyawan di sini mempunyai budaya saving energy," tandas pria yang sudah menguasai teknik merokok hanya di mulut ini.

Budi Wicaksono, Enginering Building, menambahkan, 'rutinitasnya' mengecek semua washtafel di tiap lantai akan semakin 'enteng', jika budaya saving energy telah mendarahdaging. Aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui adanya kran bocor secara dini. "Jenis toilet kering di gedung ini, juga sebagai upaya memanfaatkan air seefisien mungkin. Bahkan, sangat tidak dibenarkan ada air menetes, gara-gara si pemakai kurang rapat dalam menutup kran. Apalagi bocor. Tentu saja, ketika budaya saving energy sudah mendarahdaging, begitu kran bocor, siapapun pasti segera menghubungi bagian enginering," tambah Wicaksono.

Mendarahdagingkan budaya saving energy ini menjadi tantangan Anton sebagai manajer Training. "Saya maksimalkan chating lokal, atau pesan broadcast, agar semua karyawan terpacu untuk memunculkan kebiasaan hemat energi. Memang kami akui, tak ada semacam Surat Edaran atau SK dari jajaran direksi terkait membudayakan saving energy. Saya yakin semua karyawan di sini akan mempunyai habit yang sama, yaitu saving energy."

Setidaknya, bekal Anton terkait menumbuhkan habit, sudah aca contoh kongkretnya. Yaitu ketika pihaknya membangun budaya kewaspadaan kebakaran dan tanggap bencana. "Awalnya, kami menggelar pelatihan pemadaman api dan tanggap bencana. Semua karyawan di sini, sudah bisa mengoperasikan Apar (alat pemadam api ringan, red) dengan benar," ujar dia.

Karyawan sudah memahami letak-letak apar terdekat dari posisinya berada, dan sudah muncul kebiasaan waspada kebakaran. "Waspada kebakaran menjadi tanggung jawab bersama."

Lebih-lebih, tak lama lagi Grha Wismilak akan memperluas lahan parkir, kantor dan musala, dengan total area sekitar 500 m2. Tentunya, butuh listrik, air dan kertas untuk operasional. "Kita yakin bisa tetap efisien. Kita bekerja dengan anggaran, dan saya yakin pemakaian anggaran bisa ditekan seefisien mungkin, sejalan dengan kian tubuhnya budaya saving energy," tandas Anton. (rosihan c anwar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO