SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Konflik yang terjadi di Papua belakangan ini membuat prihatin banyak pihak. Terlebih ada nuansa rasisme dalam peristiwa di asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Peristiwa di Jatim itu berbuntut demo besar dan tuntutan merdeka dari massa aksi di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat.
Terkait hal itu, pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman menilai, masalah Papua tidak bisa diselesaikan dengan instan tapi membutuhkan penanganan yang komprehensif.
Baca Juga: Viral Pernyataan Babe Haikal Terkait Sertifikasi Halal, Mahfud MD Beri Tanggapan Menohok
Menurut akademisi yang akrab disapa Angga itu, menyelesaikan konflik di Papua tidak hanya melibatkan unsur-unsur pemerintah, tapi juga seluruh masyarakat Indonesia.
Hal itu dikatakan doktor ilmu politik lulusan Murdoch University itu kepada wartawan usai Diskusi publik "Merawat Kebhinnekaan, Tangkal Ekstrimisme dengan Memperkuat Kesadaran ber-Pancasila" di kampus B Unair, Surabaya, Rabu (21/8).
Menurut Angga, untuk memecahkah persoalan Papua, yang paling penting adalah pemahaman tentang masyarakat Papua. Baik dari sisi sosial, budaya, maupun politik.
Baca Juga: Siswa MTsN Kota Pasuruan Juara 1 MYRES Nasional, Mas Adi: Anak Muda yang Harumkan Daerah
“Mereka adalah bagian dari masyarakat Indonesia yang harus diperlakukan sebagaimana sesama anak bangsa, sebagai warga negara yang harus dihormati, yang memiliki hak-hak sipil dan politik dan menjadi bagian dalam naungan NKRI,” kata dia.
CEO The Initiative Institute ini menilai peristiwa Papua itu mengingatkan pentingnya membangun penghormatan atas Kebhinnekaan yang kini belum disadari oleh berbagai pihak.
“Bahwa yang paling penting ketika kita menghormati kebangsaan, adalah pengamalannya. Pengamalannya itu, bisa muncul dalam adanya respek dan tidak bersikap rasialis terhadap sesama anak bangsa. Saya yakin Papua bisa damai, apabila kita bisa memahami persoalan manusia,” imbuh Dosen FISIP Unair tersebut.
Baca Juga: Aura Kekuasaan Jokowi Meredup, Ini Dua Indikatornya
Sementara itu, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim, Najib Hamid yang juga menjadi pembicara dalam diskusi publik ini mengaku tidak bisa berpendapat terkait masalah Papua. Sebab, dirinya kurang begitu mengikuti perkembangan dari peristiwa tersebut.
Namun Najib mengakui perlunya langkah-langkah untuk menanamkan nilai toleransi dan kebhinekaan di kehidupan masyarakat, termasuk di kehidupan kampus. Ia juga mendukung perlunya kembali menanamkan nilai-nilai Pancasila melalui penataran P4 seperti di era orde baru.
"Namun secara umum, dalam konteks acara diskusi, saya menilai, sistem ekonomi yang kapitalistik seperti sekarang memicu kecemburuan sosial. Komunikasi sosial juga lemah yang itu memicu ekstrimisme," pungkas mantan Komisioner KPU Jatim ini. (mdr/rev)
Baca Juga: Tanda-Tanda Kiamat: Cuek, Tak Punya Malu, Orang Tak Pantas Ditokohkan tapi Ditokohkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News