JAKARTA(BangsaOnline) Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan bahwa 20 kontrak migas yang habis
dalam masa 5 tahun mendatang tidak harus diberikan dan dikelola oleh
Pertamina.
Sekretaris Jenderal Himpunan Masyarakat Untuk
Kemanusiaan dan Keadilan (HUMANIKA), Sya'roni menilai, dengan pernyataan
tersebut Menteri ESDM menunjukkan dirinya sebagai penganut ekonomi
neolib, tidak berpihak kepada kepentingan nasional dan sekaligus
meragukan kemampuan anak bangsa dalam mengelola kekayaan alam
Indonesia.
"Sangat disayangkan, menteri yang mengurusi migas
tidak bangga kepada perusahaan nasional. Bagaimana mungkin Pertamina
bisa menjelma menjadi perusahaan minyak kelas dunia seperti Petronas,
Shell, Chevron, Exxon dan lain-lain jika tidak ada keperpihakan dari
pemerintah," kata dia saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL (Senin, 10/11).
Menurut
dia, sebagai menteri, Sudirman Said mestinya memberikan prioritas utama
kepada Pertamina untuk mengelola 20 ladang migas tersebut. Jika
Pertamina menyatakan ketidakmampuannya, barulah diberikan kepada pihak
lain.
"Di belahan bumi mana pun, pemerintahan suatu negara pasti
mendukung dan melindungi perusahaan migasnya. Lihat saja Freeport,
sedikit saja Freeport mengalami gangguan, maka menteri luar negeri
Amerika Serikat langsung bertamu ke Istana Negara," paparnya.
Sudirman
Said, lanjut Sya'roni, mestinya mendukung secara penuh Pertamina. Kalau
memang Sudirman Said cenderung mengecilkan dan memandang rendah
kemampuan Pertamina, maka Jokowi harus segera menggantinya dengan figur
yang lebih pro kepada kepentingan nasional.
"Bagaimana pun juga,
Pertamina merupakan simbol kebanggaan Indonesia di bidang migas.
Sebagaimana Petronas menjadi kebanggaan rakyat Malaysia. Jika Malaysia
mampu menjadikan Petronas sebagai perusahaan minyak kelas dunia, maka
Indonesia pun seharusnya lebih bisa," demikian Sya'roni.
Diketahui,
dalam 5 tahun ke depan ada sekitar 20 kontrak blok migas yang akan
habis. Menteri Sudirman Said menegaskan tidak harus setiap blok migas
yang habis diberikan dan dikelola oleh Pertamina. Diantara kontrak blok
migas yang akan berakhir adalah Blok Mahakam.
"Terbaik bukan
berarti harus diberikan semua kepada Pertamina, tapi soal value added
bagaimana? Sebagai contoh kita harus memikirkan memikirkan risk dan
capability perusahaan-perusahaan nasional, tidak hanya Pertamina. Kita
harus memikirkan Indonesia incorporated, semua perusahaan nasional harus
diberi ruang yang baik untuk tumbuh bersama-sama demi kepentingan
nasional," papar Sudirman di kantor pusat Pertamina, Jakarta (Rabu,
5/11).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News