LUMAJANG BANGSAONLINE.com - Dugaan Pungutan Liar (Pungli) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau Program Nasional Agraria (Prona) tampaknya semakin marak di Kabupaten Lumajang. Terbukti, Inspektorat Kabupaten Lumajang terus menerima banyak laporan tentang dugaan pungutan liar yang terjadi di berbagai desa.
Inspektur Inspektorat Kabupaten Lumajang Hanifah Dyah Ekasiwi saat dikonfirmasi sejumlah awak media, menyatakan laporan-laporan itu saat ini masih dalam tahap perundingan. "Yang mengadu semacam itu sangat banyak," katanya. Dia masih ingin berkoordinasi dengan pihak pemerintah dalam melakukan penertiban penarikan uang di desa.
Baca Juga: FMPN Dukung dan Siap Menangkan Petahana Rini di Pilbup Blitar 2024
"Penertiban tersebut masih dalam tahap awal. Karena setiap desa memiliki perdes masing-masing yang dikeluarkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD)," ucapnya. Namun dia menekankan bahwa perdes tersebut tidak boleh menyalahi Peraturan Bupati (Perbup).
"Karena perbup adalah turunan dari peraturan tiga kementerian, yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Pertanahan Nasional, dan Kementerian Dalam Negeri," tegasnya.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Lumajang menyerahkan sepenuhkan kepada Inspektorat untuk menangani dugaan Pungli PTSL. Lilik Dwi Prasetya, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Lumajang mengatakan, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Inspektorat, sejak kemarin.
Baca Juga: Tim PTSL Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan Serahkan 450 Sertifikat di Desa Kedungrejo
"Sudah melaporkan kepada Inspektorat, namun tergantung dari pihak Inspektorat dengan pemerintah," terangnya. Menurutnya, kasus tindak pidana korupsi yang ada di daerah adalah hak penuh di Inspektorat.
Meski demikian, ia menegaskan kejaksaan selalu siap melakukan tindakan hukum jika inspektorat ingin meminta bantuan. "Sejauh ini masih menunggu intruksi penyampaian inspektorat," terangnya.
Dia menambahkan bahwa bantuan hukum tersebut sangat terbuka lebar. Namun, jika hal tersebut tidak diinstruksikan, pihaknya tidak akan akan bertindak.
Baca Juga: Di Rakor GTRA Kanwil BPN Jatim, Adhy Karyono Optimistis Regulasi Baru Jadi Solusi Atasi Mafia Tanah
Seperti diberitakan sebelumnya, PTSL atau subsisidi sertifikat tanah gratis dari pemerintah ternyata tidak sesuai harapan. Ratusan warga Desa Babakan, Kecamatan Padang mengaku dipungut biaya dalam pengurusan sertifikat gratis tersebut.
Pungutan tersebut nilainya berbeda-beda. mulai Rp 360 ribu, 800 ribu, ada juga yang sampai Rp 1,7 juta hingga paling tinggi Rp 3 juta. Uang tersebut disodorkan sembari para petugas desa mendata kepemilikan tanah warga.
Data yang diterima media ini, sekitar 750 Kepala Keluarga mengurus PTSL. Lantaran banyak, pihak desa membagi menjadi tiga tahap. Kemarin merupakan tahap ketiga. Warga mengeluh karena ada biayanya terlalu mahal. (ron/rev)
Baca Juga: Kasus Pungli PTSL, Kejari Sidoarjo Panggil Kades Trosobo
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News