Kuasa Hukum Sekda Gresik (Nonaktif) Minta Kliennya Dibebaskan, Anggap Dakwaan JPU Mengada-ada

Kuasa Hukum Sekda Gresik (Nonaktif) Minta Kliennya Dibebaskan, Anggap Dakwaan JPU Mengada-ada Sekda Gresik (nonaktif) Andhy Hendro Wijaya, didampingi kuasa hukumnya, Hariyadi, S.H. saat sidang di PN Tipikor, Surabaya. foto: ist.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya menggelar sidang lanjutan perkara korupsi pemotongan insentif pajak pegawai di dengan terdakwa (nonaktif), Andhy Hendro Wijaya, Senin (9/3).

Sedang dipimpin Hakim Ketua I Wayan Sosiawan dengan agenda pembelaan (pledoi) dari kuasa hukum Terdakwa Andhy Hendro Wijaya, Hariyadi, S.H.

Baca Juga: Di Kantor Bupati, Sekda Gresik Sambut Kirab Bendera Pataka HUT Provinsi Jatim ke-79

Dalam pembelaannya, Hariyadi menyikapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Gresik terhadap kliennya, 7 tahun penjara karena dinilai terbukti melanggar dakwaan kedua, yakni Pasal 12 huruf f Jis, Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dirubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jis, Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jis, Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Menurut Hariyadi, bahwa pasal 12 huruf f yang dibuktikan oleh jaksa itu mengada-ngada dan tidak memiliki dasar hukum. Alasannya, pada perkara ini, pemotongan jasa insentif dari BPPKAD berlangsung lama dan tidak ada paksaan.

"Semua pegawai BPPKAD ketika dipotong per triwulan sekali untuk kebutuhan internal kantor, tidak ada unsur paksaan. Mereka sukarela dipotong dan itu sudah berjalan lama sejak BPPKAD dipegang oleh Bu Yetty (Yetty Sri Suparyati)," ungkap Hariyadi.

Baca Juga: Warga Gulomantung Gresik Tolak Aset Tanah Kelurahan Disewakan ke Swasta

Dalam pledoinya, Hariyadi juga mengutip keterangan saksi ahli hukum administrasi negara, Dr. Emanuel Sujatmoko dan ahli hukum Dr. Bambang Seheryadi yang menyatakan bahwa uang itu dianggap sah dan tidak sah tergantung cara memperolehnya.

"Jika uang itu diperoleh dari penyisihan insentif secara sukarela, maka uang tersebut sah. Namun, jika perolehan uang itu tak sah, maka pertanggungjawabannya bukan masuk kategori pidana korupsi, akan tetapi menjadi tindak pidana umum, yakni penggelapan," terangnya

Hariyadi juga menyatakan bahwa pasal yang diterapkan untuk terdakwa, yakni pasal 12 f UU korupsi, tidak tepat karena tidak ada fakta hukum yang diperoleh dalam persidangan.

Baca Juga: Pansus 1 DPRD Gresik Tuntas Bahas Raperda SOTK Pemecahan BPPKAD

Sebab, menurut Hariyadi, potongan jasa insentif itu berlangsung bertahun-tahun dan diserahkan secara sukarela, serta tidak ada paksaan.

"Dalam ketentuan pasal 12 f yang diterangkan pejabat, penyelenggara negara yang meminta atau menerima pembayaran seolah-olah yang memberi merasa memiliki utang tidak terbukti secara hukum. Karena, yang menyerahkan uang tersebut tidak dalam paksaan, akan tetapi dengan sukarela," urainya.

Karena itu, Hariyadi menilai perbuatan yang dilakukan oleh kliennya bukan merupakan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan Jaksa. "Kami meminta kepada Majelis Hakim agar terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan jaksa, meminta kepada Kejari Gresik untuk merehabilitasi nama baik terdakwa, dan membebankan biaya perkara pada negara," pintanya.

Baca Juga: Tujuan BPPKAD Gresik Gelar Asset Award 2024

Usai pembacaan pledoi, Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan menyatakan sidang dilanjutkan Jum’at (13/3), dengan agenda replik yang akan disampaikan oleh JPU Kejari Gresik. (hud/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO