SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat ramai-ramai mencecar Menteri ESDM Arifin Tasrif soal harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang masih sangat mahal. Padahal - menurut Komisi VII DPR - harga minyak dunia sangat anjlok. Mereka mendesak Kementerian ESDM menginstruksikan Pertamina memangkas harga BBM.
Dikutip CNN, anggota Komisi VII Ratna Juwita Sari menuturkan berdasarkan hitungannya, penurunan minyak global US$1 dapat menurunkan harga BBM Rp 100 per liter. Namun, penurunan itu dikompensasi dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Baca Juga: Syafiuddin Minta Menteri PU dan Presiden Prabowo Perhatikan Tangkis Laut di Bangkalan
"Dengan skema itu saja, harusnya Mei 2020 diturunkan di Rp 1.877 (per liter) pak. Didapatkan dari selisih margin harga minyak dunia US$28 per barel dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," ujarnya dalam rapat virtual bersama Komisi VII DPR, Senin (4/5).
Anggota Komisi VII Syaikhul Islam juga mempertanyakan formulasi harga BBM yang disusun oleh Kementerian ESDM. Ia meminta Kementerian ESDM terbuka terkait struktur harga BBM lantaran masyarakat telah mendesak penurunan harga BBM karena harga minyak dunia anjlok.
"Penting menurut saya dijelaskan saja harganya yang benar berapa, sehingga publik tahu subsidi tidak digunakan untuk mensubsidi Pertamina," katanya.
Baca Juga: Umroh Pakai Hijab, DPR RI Minta Selebgram Transgender ini Ditangkap
Anggota DPR Komisi VII Rofik Hananto justru mempertanyakan kebijakan Kementerian ESDM merevisi aturan terkait formulasi harga BBM di tengah penurunan harga minyak dunia.
Menteri Arifin mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.
Pada aturan itu, badan usaha menetapkan harga jual dalam satu bulan menggunakan acuan rata-rata harga Mean Oil Platts Singapore (MOPS) atau Argus periode tanggal 25 pada dua bulan sebelumnya sampai dengan tanggal 24 satu bulan sebelumnya. MOPS sendiri merupakan patokan harga BBM yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga khusus di Singapura.
Baca Juga: Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dukung Pasangan Fren Pimpin Kota Kediri
"Kalau kami tanyakan ke Pak Menteri, formula baru ini memihak ke rakyat atau pengusaha? Kenapa yang sejak 2008-2014 berdasarkan crude dunia tiba-tiba pada 1 April 2020 diubah berbasis MOPS? Bukankah MOPS adalah kesepakatan pedagang minyak di Singapura?" tuturnya.
Ia menilai formulasi harga BBM baru ini justru membebani rakyat. Seharusnya, kata dia, rakyat bisa menikmati sedikit keringanan harga di tengah pandemi yang menekan ekonomi masyarakat. Bahkan, ketika bertanya ke Pertamina, manajemen perusahaan pelat merah itu justru melemparkan jawaban kepada Kementerian ESDM sebagai regulator.
"Ini terus terang kami banyak ditanya masyarakat, kasihan masyarakat seharusnya harga BBM sudah turun sejak awal 2020 paling akhir Februari 2020, jadi rakyat seharusnya banyak menikmati harga BBM murah," ucapnya.
Baca Juga: Kawal Anggota DPR RI, Kabag Ops Polres Kediri Kota Ditantang Duel OTK
Anggota Komisi VII Fraksi PKS Mulyanto menilai secara logika Pertamina sudah seharusnya menurunkan kembali harga BBM pada Maret lalu.
"Logikanya Januari-Februari sudah turunkan harga BBM, padahal saat itu harga minyak dunia turun sedikit, lalu Maret harga jatuh lebih tajam sehingga harusnya turun lagi harga BBM)," ucapnya.
Sebelumnya, Arifin mengaku masih mencermati harga minyak mentah dunia. Pernyataan tersebut disampaikan guna menanggapi usulan penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) lantaran harga minyak dunia anjlok akibat pandemi.
Baca Juga: Ujicoba Pembelian dengan QR Code, Konsumen Pertalite di Jombang Beri Apresiasi
"Kami masih mencermati perkembangan dari harga terutama pada Mei dan Juni ini. Pemerintah terus memantau perkembangan minyak dunia yang belum stabil dan memiliki volatilitas tinggi," ujarnya dalam rapat virtual bersama Komisi VII DPR, Senin (4/5).
Selain itu, ia mengaku pemerintah masih menunggu realisasi pemotongan produksi minyak global. Seperti diketahui, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia memangkas produksi sebesar 9,7 juta barel per hari (bph) untuk Mei dan Juni. Selanjutnya, pemotongan produksi diturunkan menjadi 7,7 juta bph pada Juli-Desember, dan 5,8 juta bph di Januari-April 2021.
Menurut Arifin, harga minyak global biasanya akan balik arah menguat (rebound) dalam kurun waktu tiga bulan dalam periode krisis. Ia mencontohkan krisis 2008 harga minyak anjlok sampai US$38 per barel namun mampu kembali stabil di US$70 per barel. Berkaca dari contoh tersebut, ia memprediksi harga minyak mentah mampu kembali menguat.
Baca Juga: Hadiri Raker dan RDP Bersama Komisi II DPR RI, Pj Wali Kota Batu: Jelang Pilkada Terpantau Kondusif
"Kami sendiri perkirakan harga akan rebound pada kisaran US$40 per barel di akhir tahun," katanya. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News