BangsaOnline-Mantan Wamenkumham Denny Indrayana mendesak agar pencalonan tunggal Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri harus dibatalkan. Hal tersebut karena status hukum yang jenderal bintang tiga itu sebagai tersangka.
"Jangan juga kita mempunyai Kapolri yang tersangka," kata Denny Indrayana kepada wartawan di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, Minggu (18/1/2015).
Baca Juga: Dampingi Kapolri dan Panglima TNI, Pj Adhy Tinjau Persiapan Natal 2024 di Gereja Bethany Surabaya
Menurutnya, tidak cukup hanya dengan menunda pelantikan," harus segera dibatalkan," ucapnya.
Beberapa organisasi turun ke jalan mengadakan aksi dalam rangka mengawal kapolri di sekitar area car free day itu. Antara lain ICW, KontraS, dan LBH Jakarta. Mereka datang lengkap membawa spanduk dan poster bergambar wajah Jokowi. Secara bergantian mereka melakukan orasinya.
Mereka yang mengaku cinta terhadap institusi kepolisian itu menekankan agar presiden Jokowi jangan sampai tutup mata memilih kapolri bersih dan terbebas dari kasus korupsi. "Cinta polisi, pilih kapolri bersih. Buka mata! Lihat rapot merah Budi," tertulis dalam poster itu.
Baca Juga: Polsek Prajurit Kulon Ikuti Peluncuran Gugus Tugas Polri Mendukung Program Ketahanan Pangan
Lebih lanjut, Denny menyarankan presiden Jokowi dapat menggunakan menggunakan undang-undang pemerintahan yang mengatur tentang diskresi. Selain itu, juga dianggapt Jokowi dapat memulai
dari awal lagi untuk memilih Kapolri yang mempunyai rekam jejak yang baik dengan melibatkan KPK dan PPATK.
"KPK sudah profesional. Seratus persen kerja-kerja KPK dianggap betul oleh pengadilan tipikor," tambahnya.
Pakar hukum tata negara, Margarito, juga menyatakan bahwa keputusan Presiden Joko Widodo yang menunda pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI dianggap bisa memicu kegaduhan politik di Dewan Perwakilan Rakyat. DPR bisa saja mengajukan hak menyatakan pendapat yang berujung pada upaya memakzulkan presiden.
Baca Juga: Silaturahmi Pj Gubernur Jatim, Kapolri dan Panglima TNI Singgung Insiden Berdarah di Sampang
"Cukup alasan untuk lakukan impeachment, soal DPR berani atau tidak. Tapi normatif ini cukup (alasan)," ujarnya Kamis di Jakarta, Minggu (18/1/2015).
Menurut Margarito, yang dilakukan presiden dengan menunda pelantikan Budi Gunawan telah menyalahi segala mekanisme tata negara yang harus dilakukan. Dia menyebutkan, presiden seharusnya melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian.
Selain itu, pemberhentian Jenderal Sutarman sebagai Kapolri juga mengherankan. Presiden tidak menyebutkan alasan Sutarman diberhentikan dan mengangkat Komjen Badrodin Haiti sebagai pelaksana tugas Kapolri.
"Apa alasan mendesak Kapolri dihentikan dan angkat Plt. Kalau baca UU 2/2002 secara eksplisit harusnya angkat Plt diminta persetujuan ke DPR, kecuali kalau negara ugal-ugalan," sindir Margarito.
Politisi PKS Nasir Djamil pun mempertanyakan alasan Jokowi menunda pelantikan Budi Gunawan. Menurut Nasir, seharusnya presiden melantik Budi kemudian tak lama setelah itu langsung memberhentikan sementara. Yang terjadi saat ini, sebut Nasir, justru menimbulkan ketidakpastian hukum.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat itu juga menilai, alasan pemberhentian Sutarman agak janggal. Pasalnya, pemberhentian Kapolri biasanya dilakukan karena pensiun atau mengundurkan diri.
"Kriteria itu nggak ada di Sutarman. Ini blunder luar biasa kalau Jokowi menunda melantik Budi Gunawan," ucap dia.
Nasir menyadari sikap presiden ini nantinya akan mempengaruhi hubungan kepresidenan dengan DPR.
"Kami sedang mempelajari, semoga tidak sampai berujung keimpeachment," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News