SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Piranti internet menjadi kunci bagi perusahaan untuk merespons krisis. Kemampuan berkomunikasi dengan publik dan menjelaskan bagaimana penanganan krisis tersebut merupakan modal penting untuk menjaga kepercayaan dan kredibilitas perusahaan.
Demikian benang merah yang disampaikan Manager Media Communication PT Pertamina (Persero) Heppy Wulansari dan Pemimpin Redaksi Suara.com Suwarjono, dalam Webinar Strategi Komunikasi Korporasi di Era Digital, Kamis (22/10/2020), yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dalam rangka Konferensi Wilayah 2 AMSI Jawa Timur. Kegiatan ini didukung PT. Pertamina Persero, BNI, PT. HM Sampoerna, dan beberapa perusahaan lainnya.
Baca Juga: Ujicoba Pembelian dengan QR Code, Konsumen Pertalite di Jombang Beri Apresiasi
"Ketika sebuah organisasi memutuskan untuk tidak merespons krisis melalui piranti internet, maka hal tersebut bisa diartikan publik atau oleh media sebagai sikap no comment. Jadi sebegitu pentingnya piranti internet untuk merespons apa-apa yang ingin diketahui publik," kata Heppy.
Itulah kenapa kemudian Pertamina memiliki integrated news room yang berperan sangat penting bagi \untuk memprodiksi konten-konten. "Kami juga punya program employee journalism, di mana semua pekerja bisa jadi jurnalis dengan membuat berita, artikel, video terkait apa yang terjadi di sekitar mereka dan ini jadi tambahan konten," kata Heppy.
Kinerja Integrated News Room Pertamina teruji saat menangani krisis tumpahan minyak di Pantai Karawang, Jawa Barat, pada 12 Juli - 23 Agustus 2019. Saat itu 42.034 barel minyak mentah tumpah di lepas pantai dan menghasilkan 5,747 juta karung limbah di daratan. Ada tujuh kabupaten dan kota terdampak. Nelayan tak bisa melaut, masyarakat terkana penyakit infeksi saluran pernapasan atas, gatal-gatal, dan penyakit kulit. Lahan mangrove dan tambak ikan terganggu, serta pantai tercemar.
Baca Juga: SKK Migas Teken Kontrak Kerja Sama Wilayah Kerja Amanah dan Melati
Respons pertama yang dilakukan Pertamina adalah membangun kepercayaan publik bahwa masalah ini akan tertangani dengan baik. "Kami membuat key message dan lead statement, karena jadi pesan kepada masyarakat. Kami bangun bahwa Pertamina responsible dan capable. Pertamina tak ingin itu terjadi. Kami ingin tunjukkan kepada publik dan dunia, bahwa Pertamina sangat bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan kasus yang terjadi, membersihkan oil spill dan membangun operasi yang terkendala," kata Heppy.
Maka semua saluran media di internet pun dimanfaatkan. Pertamina memiliki situs jaringan, akun di lima platform media sosial, My Pertamina Apps, dan intelejensia artifisial untuk contact center Pertamina. Ada sejumlah langkah cepat yang dilakukan sebagai respons terhadap kejadian itu.
"Pertama memutakhirkan situs PHE WMO, karena semua orang pasti akses untuk mencari informasi. Seiring meluasnya krisis, ini di-update di website Pertamina," kata Heppy.
Baca Juga: PRPP Sabet Patra Nirbhaya Karya Pratama
Pertamina juga membuat keterangan pers dan selama 24 jam memproduksi konten terkait krisis tersebut. "Ini karena isu di lapangan dinamis, terutama di media sosial," kata Heppy.
Isu-isu di media sosial dipantau, karena isu tak terduga bisa muncul dari sana. Salah satu yang diakui Heppy cukup berat untuk ditangani adalah Twitter. Pertamina harus menyampaikan narasi terbaru yang lebih detail dan aktual dibandingkan di platform media sosial lain.
"Dari pengalaman selama ini dari seluruh platform, twitter relatif lebih berat, dan dalam beberapa kasus seolah-olah jadi battlefield bagi kami, karena cuitan-cuitan yang muncul impact-nya sangat besar, apabila kasus yang sifatnya politis. Kami masih belajar meng-handle cuitan dengan baik," kata Heppy.
Baca Juga: Pelayanan SPBU Mulung Tuban Tak Profesional, Pertamina Siap Turun Tangan
Sementara untuk instagram, Pertamina memanfaatkannya untuk menampilkan konten foto-foto yang kuat untuk menunjukkan citra perusahaan yang tangguh dalam menghadapi krisis. Kanal Youtube digunakan untuk menyampaikam video dan kilasan-kilasan. Facebook digunakan untuk mengekspos informasi program tanggung jawab sosial perusahaan di lokasis krisis.
Pertamina juga melibatkan 'selebriti' media sosial sebagai endorser dan influencer. Intinya, Pertamina ingin menunjukkan bahwa bertanggUng jawab penuh, melibatkan pihak kompeten kelas dunia untuk mengatasi krisis, menerapkan langkah penanggulangan sesuai standar HSSE (Health, Safety, Security, Environment), berkomitmen memulihkan kerusakan lingkungan dan memperbarui infrastruktur masyarakat, dan memberikan kompensasi kepada warga terdampak secara transparan dan proporsional.
Heppy juga mengatakan ada media visit atau kunjungan media ke daerah-daerah terdampak, dengan harapan para jurnalis bisa melihat sendiri dan tahu langsung bagaimana kondisi di sana. "Kami hormati kode etik jurnalistik. Kami tidak mengatur menulis ini itu. Kami ajak ke lapangan, melihat sendiri apa yang terjadi," katanya.
Baca Juga: Ini Respons Bupati Kediri Soal Kelangkaan Tabung Gas Elpiji yang Dikeluhkan PKL
Heppy mengakui agenda setting melalui jaringan kerja sama media sangat membantu untuk mengangkat berita-berita positif. "Kami juga melakukan pertemuan langsung dengan pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, redaktur, dan editor," katanya.
Suwarjono, Pemimpin Redaksi Suara.com, membenarkan langkah-langkah komunikasi publik yang dilakukan Pertamina dalam menangani krisis. "Kalau krisis memang jangan panik, respons jangan terlalu lamban, dan hindari off the record. Hindari bicara rumor, spekulasi, opini pribadi. Hindari juga jargon akronim yang tak diketahui," katanya.
Perusahaan juga tidak boleh menolak berkomentar. "Hindari jokes khususnya berurusan dengan isu sensitif dan hindari mengulang pernyataan negatif," kata pria yang sudah bekerja di media massa online selama 25 tahun ini.
Baca Juga: Pertamina EP Cepu Field Rawat Sumur di Distrik Tapen
Media massa, menurut Suwarjono menyukai respon cepat, rilis lengkap, bahan mudah didapat, data dan angka, foto peristiwa, dampak besar, tokoh, unsur konflik, human interest kuat, dan viral. Perusahaan yang mengalami krisis disarankan melakukan cek fakta untuk memastikan informasi: apakah disinformasi, misinformasi, atau faktual. Lalu dilakukan mapping isu, dampak, terukur. Dari sini kita bisa menentukan strategi komunikasi, siapa lead krisis, siapa yang akan menyebarkan info, bagaimana cara, kapan, di mana. Juga ditentukan strategi penyebaran informasinya," katanya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News