SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Tim Siber Ditreskrimsus Polda Jatim membongkar perkara pembuatan dan penyebaran scampage/website palsu yang menyerupai website resmi pemerintahan negara Amerika. Tujuan tersangka membuat website palsu itu untuk mendapatkan data pribadi milik warga negara Amerika yang diduga disalahgunakan untuk mencairkan dana PUA (Pandemic Unemployment Assistance) dan untuk dijual.
Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta mengatakan, aksi kejahatan yang dilakukan dua tersangka berhasil diketahui tim penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim pada 1 Maret 2021 di salah satu kamar hotel di Surabaya Selatan.
Baca Juga: Bidpropam Polda Jatim Cek Senjata Api Personel
"Kedua tersangka yang terlibat berinisial SFR (penyebar scampage) dan MZMSBP (pembuat scampage). Sedangkan korban orang yang mengisi data pribadinya ke dalam scampage/website palsu, khususnya warga Negara Amerika," jelas Irjen Nico usai menggelar konferensi pers di Gedung Rupatama Polda Jatim, Kamis (15/4/2021) sore.
Ditambahkan kapolda, modus operandi tersangka memperoleh keuntungan pribadi berupa mata uang krypto bitcoin yang bisa dikonversikan menjadi mata uang rupiah yang diberikan oleh tersangka berinisial S (DPO diduga WN India). Sebab, perbuatan kedua tersangka tersebut juga atas permintaan tersangka S.
"Menurut percakapan mereka, data pribadi tersebut digunakan oleh S untuk mencairkan dana PUA (Pandemic Unemployment Assistance) atau dana bantuan untuk pengangguran Warga Negara Amerika senilai USD $2,000 setiap 1 data orang, dan juga untuk dijual lagi seharga USD$ 100 setiap 1 data orang," jelas Irjen Nico didampingi Dirreskrimsus Polda Jatim Kombes Farman dan Kabid Humas Kombes Pol Gatot Repli Handoko.
Baca Juga: Pengamanan Nataru, Polda Jatim Kerahkan Ribuan Personel di Operasi Lilin Semeru 2024
Ada sekira 30.000 data pribadi milik warga negara Amerika yang telah didapatkan oleh tersangka SFR dan telah diberikan kepada S via percakapan whatsapp dan telegram.
"Keuntungan yang telah diterima oleh tersangka SFR selama melakukan perbuatan tersebut di atas kurang lebih sebesar USD $30.000/sekitar Rp 420 juta," ungkapnya.
Sedangkan keuntungan yang telah diterima oleh tersangka MZMSBP selama melakukan perbuatan tersebut di atas sekitar Rp 60 juta.
Baca Juga: Resmikan RS Bhayangkara Serentak di 9 Daerah, Kapolda Harap Penuhi Layanan Kesehatan Berkualitas
(Kedua tersangka saat ungkap kasus di Mako Polda Jatim)
Kronologi kejadian pada 01 Maret 2021 lalu, petugas Siber Ditreskrimsus Polda Jatim mendapati adanya kegiatan penyebaran scampage/website palsu yang menyerupai website resmi pemerintahan Amerika melalui SMS. Aksi itu dilakukan oleh tersangka berinisial SFR, yang mana dalam perangkat laptop dan handphone-nya ditemukan bukti-bukti scampage/website palsu dan juga data-data pribadi milik Warga Negara Amerika yang didapatkan dari penyebaran scampage/website palsu tersebut.
Baca Juga: Kapolda Jatim Tekankan Kewaspadaan Cuaca Ekstrem dan Keamanan saat Rakor Operasi Lilin Semeru 2024
"Dari keterangan tersangka SFR menjelaskan, jika scampage tersebut dibuat oleh tersangka MZMSBP. Selanjutnya petugas Siber Polda Jatim menemukan tersangka MZMSBP di dekat Stasiun Kereta Api Pasar Turi Surabaya, lalu menemukan adanya script scampage/website palsu yang tersimpan di dalam laptopnya," cetus Nico.
Kedua tersangka bisa membuat website palsu dengan cara autodidak. Sedangkan satu tersangka lain kuliah jurusan ITE. Kegiatan ini sudah dilakukan kedua tersangka mulai bulan Mei sampai sekarang.
"Anggota siber melakukan penyelidikan selama tiga bulan, karena harus koordinasi dengan Mabes Polri dan FBI. Setelah mendapatkan bukti, baru keduanya ditangkap," terangnya.
Baca Juga: Viral Video Panas Daster Pink Sidoarjo, Polda Jatim Amankan Pemeran Pria
Para pelaku melakukan aksinya dengan cara mengirim SMS yang berisi web palsu dengan menggunakan software SMS Blast dan mereka mendapat kode negara bagian. "Dari situ mereka mengirim secara otomatis," kata Irjen Nico.
"Tersangka membuat website palsu, dan disebar melalui SMS blast ke warga Amerika. Warga amerika yang tidak sadar mengisi website tersebut," tutupnya.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 32 ayat (2) Jo pasal 48 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik Jo pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar. (ana/ian)
Baca Juga: Suriah Kini, Mengulang Tragedi Penghancuran Irak dan Libya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News