PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Pemberian fee dari pemenang tender kepada oknum yang mengondisikan lelang proyek bukanlah hal yang tabu di Pasuruan. Hal ini sudah menjadi rahasia umum, bahwa harus ada cuan yang dibayarkan agar bisa memenangkan tender atau lelang pengadaan barang dan jasa.
Demikian disampaikan Ismail Makky, Ketua LSM Forum Rembug Masyarakat Timur (Format) dan Ayik Suhaya, Bupati Lira Pasuruan.
Baca Juga: Proyek Revitalisasi Alun-Alun Bangil Tinggal Finishing
Makky lalu menyontohkan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Wali Kota Pasuruan Setiyono pada 2018 lalu. "Wali Kota Pasuruan (saat itu, red) terima fee proyek Rp 115 juta dari kontraktor Muhamad Baqir. Penangkapan itu hanyalah persoalan fee proyek, dan sudah menjadi rahasia umum lagi untuk dipublikasi. Pasalnya, setiap proyek memiliki keuntungan yang bisa dibagi-bagi," cetus Makky.
Karena itu, ia mengaku tak terkejut saat di Kabupaten Pasuruan muncul bagi-bagi fee dari proyek TPA Wonokerto di Kecamatan Sukorejo. Seperti diberitakan HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com, bahwa ada dugaan aliran fee 8 persen atau setara hampir Rp 1 miliar dari proyek TPA Wonokerto yang senilai Rp. 13 miliar.
Makky mengungkapkan, bahwa bagi-bagi fee dari proyek TPA itu melibatkan satu oknum aktivis LSM berinisial LS yang sudah dikenal sebagai spesialis pengondisian proyek di Pemkab Pasuruan. "LS Ketua LSM Pusaka itu di Pasuruan sudah bukan rahasia umum pemain pengondisian proyek," ungkapnya.
Baca Juga: PT BKP Dilaporkan Soal Proyek Gedung BPBD Pasuruan, Lujeng: Lelang Sudah Sesuai Prosedur
Menurutnya, pemberian fee proyek oleh pihak rekanan kepada dinas lewat LS sudah jadi tradisi. "Dan, permintaan fee di kalangan rekanan di Pasuruan terang-terangan. Permintaan fee proyek ke rekanan tak canggung. Bahkan, tidak segan-segan minta DP dengan alasan untuk keamanan," kata Makky yang diamini Ayik Suhaya.
Terkait hal ini, Makky mendukung aparat penegak hukum, baik KPK maupun Kejaksaan untuk mengusut pembagian fee tersebut, lantaran sudah menjadi tradisi dan mengakar dalam lelang proyek.
Pada umumnya, lanjut Makky, fenomena pemberian fee terjadi di semua daerah di wilayah Indonesia. “Jadi tidak heran apabila ada pejabat publik kena OTT, pasti diikuti juga penangkapan pihak kontraktornya. Ini sudah sangat jelas, bahwa mereka pasti mendapatkan fee dari proyek yang dikerjakan kontraktor itu,” ujarnya.
Baca Juga: Gertap Laporkan Kades ke Bawaslu, Diduga Ikut Kampanye dan Distribusikan APK Salah Satu Paslon
"Mari buka mata, berapa banyak gaji para pejabat di negara ini, sehingga mereka memiliki begitu banyak harta, seperti mobil, rumah mewah. Anaknya sekolah di luar negeri, bahkan tiap pekan mereka melancong ke sana ke mari. Sudah dipastikan uang diperoleh dari hasil korupsi," tuturnya.
"Di negara ini, khususnya Pasuruan, fee proyek 8 sampai 10 persen berlaku sudah lama untuk pemenang tender. Sebab kalau tidak mengeluarkan komitmen fee 8 sampai 10 persen dari nilai anggaran proyek itu, jangan harap tahun depan mendapatkan proyek lagi alias siap-siap saja gigit jari," pungkas Ismail Makky. (par/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News