SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pemerintah makin serius menangani produk makanan halal di Indonesia. Apalagi setelah halal menjadi tren baru di dunia internasional.
Tidak hanya negara-negara muslim, negara-negara barat pun kini telah menjadikan halal sebagai lifestyle mereka.
Baca Juga: Kepala Kemenag Lamongan Tegaskan Rekrutmen PPPK Transparan dan Gratis
Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sudah barang tentu bertekad untuk menjadi tuan rumah yang baik dalam hal itu.
BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) Kemenag RI selaku lembaga penyelenggara sertifikasi produk halal, menggelar FGD (Focus Group Discussion) bersama MUI (Majelis Ulama Indonesia), dan DPP Hebitren (Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren), di Hotel Ibis Style Jemursari Surabaya, Minggu (13/6/2021).
Turut hadir dalam acara tersebut para pimpinan perguruan tinggi ternama di Jawa Timur, pondok pesantren, dan pelaku usaha kecil menengah (UKM) di Jawa Timur.
Baca Juga: Viral Pernyataan Babe Haikal Terkait Sertifikasi Halal, Mahfud MD Beri Tanggapan Menohok
Bendahara Umum DPP Hebitren, Dr. KH. A. Hamid Wahid, M.Ag., menuturkan, proses perjalanan pembentukan masyarakat halal sudah dirintis oleh Jawa Timur sejak lama. Tahun 2014 misalnya, sudah dilakukan Deklarasi Surabaya, yang ditandatangani oleh Gubernur BI, Kepala OJK, dan Gubernur Jawa Timur.
Dilanjut dengan Deklarasi Situbondo yang dilaksanakan pada akhir bulan lalu. Dan kini, dilanjut dengan FGD bersama antara Kemenag, MUI, dan Hebitren. Didukung oleh kalangan perguruan tinggi, pondok pesantren, dan para pelaku usaha.
“Semua itu intinya adalah sinergitas, berbagi peran. Makin banyak yang berperan akan semakin baik,” kata Gus Hamid dalam rilis ke BANGSAONLINE.com, Minggu (13/6/2021).
Baca Juga: MUI Sampang Dukung Polisi Kawal Pilkada Damai dan Kondusif
Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa, Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, S.Ag., M.A., menuturkan, meski saat ini lembaga yang mengeluarkan sertifikat halal adalah pemerintah –dalam hal ini BPJPH Kemenag-- fatwa halal tetap menjadi domain MUI, karena halal adalah term keagamaan.
“Tugas negara adalah mengadministrasi urusan agama, bukan merebut kewenangan MUI,” kata Kiai Ni’am.
Dalam proses fatwa itu sendiri, menurut Kiai Ni’am, MUI sudah memiliki standar baku. Yakni pertama, fatwa standar halal dengan meneliti bahan baku dan proses pengolahannya.
Baca Juga: Kepala Kanwil Kemenag Jatim Berikan Pembinaan ASN di Lamongan
Kedua, fatwa produk halal; dan ketiga, baru dikeluarkan rekomendasi. Di sinilah akan dilibatkan lembaga lain bernama LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) sebagai peneliti.
Sementara itu Ketua BPJPH, Dr. H. Mastuki H. S., M.Ag, menuturkan, lembaga yang dipimpinnya membutuhkan sinergi dengan lembaga-lembaga lain, baik akademisi, ulama, maupun birokrasi.
Paling nyata adalah dengan LPH dan MUI. Kini sudah 18 kementerian dan lembaga yang mendukung. “Ini adalah sinergi yang luar biasa besar,” kata Mastuki.
Baca Juga: Antisipasi Pernikahan Dini, Kasi Bimas Islam Kemenag Lamongan Sebut Pentingnya Peran Orang tua
Oleh karena proses sertifikasi halal yang menjadi wewenang lembaganya melibatkan banyak lembaga lain yang berkompeten dan tersertifikasi, menjadikan prosesnya harus semakin transparan.
"Bahkan dalam soal biaya pun, semua harus transparan. Tidak boleh ada yang main belakang, samping, atau jalan yang lain. Apalagi kalau nanti Surat Keputusan Menteri tentang tarif pengurusan sertifikasi halal sudah turun, dipastikan semua akan semakin terbuka dan tidak ada yang bisa ditutup-tutupi lagi," pungkasnya. (sta/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News