Panen Raya Singkong, Mbok Muslimah Ubah Jadi Gaplek agar Harga Stabil

Panen Raya Singkong, Mbok Muslimah Ubah Jadi Gaplek agar Harga Stabil Mbok Muslimah (kanan) dibantu anaknya sedang mengupas ketela pohon untuk dijadikan gaplek. Foto: Muji Harjita/BANGSAONLINE.com

KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Setiap musim kemarau seperti sekarang ini, sebagian petani yang berdomisili di Lereng Gunung Wilis sedang panen atau . Namun, panen yang melimpah, pasti dibarengi dengan harga turun.

Dilema ini dihadapi oleh para petani di sentra di Kecamatan Semen dan Mojo. Agar tidak terlalu merugi, beberapa petani mengolah itu menjadi . Gaplek adalah bahan makanan yang diolah dari ubi atau .

Baca Juga: Petrokimia Gersik Luncurkan Program Kampung Makmur Komoditas Nanas di Kabupaten Kediri

Proses membuat , atau yang telah dipanen kemudian dikupas dan dikeringkan. Gaplek yang telah kering kemudian bisa ditumbuk sebagai tepung tapioka yang bisa dibuat bermacam-macam, termasuk tiwul.

Mbok Muslimah (50), warga Dusun Pandanarum, Desa Kedak, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, adalah salah satu petani yang menjadikan hasil panen miliknya menjadi , agar mempunyai harga jual yang lebih tinggi.

Ditemui di rumahnya di Lereng Wilis, Mbok Muslimah yang ditemani Fatimah, anaknya, menceritakan bahwa saat ini beberapa petani memang sedang panen . Menurut Mbok Muslimah, bila itu langsung dijual, pasti dihargai sangat murah. Untuk itulah, ia dibantu anak dan Nyari (65), suaminya, menjadikan itu menjadi .

Baca Juga: Diskusi Bareng Petani, Bupati Kediri Petakan Potensi Pertanian Jagung

Suami saya yang memanen dari hutan dan dibawa pulang. Saya dibantu anak saya, lalu mengupas kulit ini. Selanjutnya dikeringkan di bawah terik matahari agar menjadi ," kata Mbok Muslimah di sela-sela saat mengupas kulit , Sabtu (14/8).

Menurut Mbok Muslimah, tidak semua dijadikan tiwul atau gatot untuk dikonsumsi sendiri, tapi sebagian besar dijual kepada mengepul . Hasil penjualan , lalu dibelikan beras dan lauk pauk. Harga per kilo , saat ini mencapai Rp. 2.500/kg. Menurut Mbok Muslimah, Rp. 2.500 sudah termasuk mahal. Karena ketika banyak yang panen , harga juga turun bisa hanya Rp 1.500/kg.

"Untuk keluarga kami sendiri, makanan tiwul hanya kami jadikan sebagai selingan saja. Untuk sehari-hari, kami tetap makan nasi," ucap Mbok Muslimah.

Baca Juga: Program DITO Mulai Tunjukkan Hasil, Produktivitas Padi di Kabupaten Kediri Naik

Ia mengakui kalau keluarganya termasuk keluarga penerima bantuan dari pemerintah seperti PKH dan bantuan bedah rumah.

"Beberapa bulan lalu, rumah kami hampir roboh. Beruntung ada bantuan dari pemerintah melalui program bedah rumah, sehingga bisa dibantu untuk memperbaiki rumah kami ini," tutup Mbok Muslimah seraya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang telah memberi bantuan kepada keluarganya. (uji/ns)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO