SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Wartawan terkemuka, Dahlan Iskan,
kali ini menyajikan topik klasik tapi menggelitik, terus aktual dan popular. Pasti Anda
penasaran.
Di bawah ini BANGSAONLINE.com menurunkan tulisan yang dimuat Disway itu secara lengkap. Khusus pembaca di BaBe, sebaiknya klik "lihat artikel asli" di bagian akhir tulisan ini. Karena tulisan di BaBe banyak yang terpotong sehingga tak lengkap. Selamat membaca:
Baca Juga: Lebih Dulu Mana Nabi Adam atau Manusia Purba? Ini Kata Arkeolog UI
TULISAN itu awalnya tidak menarik hati saya: sudah sering membaca yang seperti itu. Penulisnya –menurut artikel yang beredar di grup-grup WA– seorang peneliti LIPI/BRIN. Lumrah juga seorang peneliti menulis hasil kajian. Tapi judulnya itu yang membuat saya ingin sekadar membandingkan dengan bacaan-bacaan saya sebelumnya: Nabi Adam dan Manusia Purba, Duluan Mana?
Terlihat oleh saya penulisnya: Muhammad Arif. Ini nama baru di LIPI, pikir saya. Saya belum pernah mendengarnya.
Saya pun mencari tahu siapa Muhammad Arif itu. Hasilnya: membuat saya penasaran. Ia ternyata mahasiswa. Baru semester pertama. Di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Jurusan fisika.
Baca Juga: Dewan Pers Prihatin Upaya Halangi Wartawan saat Pengambilan Gambar Ketua KPK di Aceh
Ia bukan peneliti LIPI/BRIN. Meski begitu pengetahuannya begitu luas. Bacaan bukunya begitu banyak dan bermutu. Saya ingin sekali ikut menampilkan tulisan Muhammad Arif itu. Di Disway hari ini: betapa hebat mahasiswa zaman sekarang. Anda bisa menilainya sendiri.
Saya pun menghubungi Arif. Saya ingin tahu lebih banyak: untuk tujuan apa ia menulis itu. Ternyata, awalnya, ia hanya risau atas pendapat salah satu anggota grup yang ia bina: Grup Meme Dakwah Islam. Misi grup Facebook itu untuk dakwah menggunakan meme, sesuai dengan prinsip ahlussunnah waljamaah.
Anggota grup itu sudah mencapai 11.000 orang. Rupanya ada pemahaman anggota grup yang perlu ia luruskan. Maka ia jelaskan apa itu evolusi. Dan seterusnya. Bacalah sendiri, agar Anda sudah tahu.
Baca Juga: Forkopimda Keluarkan Seruan dan Larangan Non-muhrim di Aceh Utara Buka Puasa Bersama Satu Meja
“Saya ingin anggota grup saya tambah pinter,” katanya. “Saya tidak menyangka lantas beredar begitu luas,” ujar Arif.
Ia juga tidak tahu mengapa di tulisan yang beredar di WA Group ada tambahan kata “Peneliti LIPI/BRIN”.
“Saya memang ingin, suatu saat nanti bisa jadi peneliti di LIPI,” katanya.
Baca Juga: Misi Dagang Perdana Jatim-Aceh Catat Nilai Transaksi Rp197,02 Miliar dalam 8 Jam
Sebenarnya Arif ingin mendalami astronomi. Tapi tidak ada jurusan astronomi di Unsyiah. “Untunglah ada jurusan fisika murni,” katanya.
Arif lulusan MAN 7, Pidie, Aceh. Jurusan fisika. Kuliah pun mengambil fisika karena ingin menjadi peneliti fisika dan astrofisika.
Ayahnya seorang pegawai kantor dinas pertanian. Lulusan SMA. Sambil bekerja sang ayah kuliah. Lulus S1. Sang ayah, sekarang, juga bisnis kepiting dan udang, jadi krustasea.
Baca Juga: Ikut Sakit Hati Aceh Dihina Buzzer, Kiai Asep Minta Mahasantri Jadi Gubernur dan Bupati
Inilah tulisan Arif itu:
***
Nabi Adam dan Manusia Purba, Duluan Mana?
Baca Juga: Korsel, Negara Budha Jadi Negara Kristen, Gara-Gara Gereja Ini
Oleh: Muhammad Arif (Peneliti LIPI/BRIN)
Evolusi adalah konsep terpenting dalam biologi (Enger & Ross, 2000). Bahkan ahli genetika, Dobzhansky (1973) mengatakan bahwa tidak ada yang masuk akal dalam biologi kecuali ditinjau dari sudut pandang evolusi. Evolusi memperluas cakupan penjelasan materialistik sampai kepada makhluk hidup (Campbell & Reece, 2001). Teori ini memasukkan positivisme dalam biologi, yaitu dengan menerangkan manusia dan kehidupan dari sisi materi (Jacob, 1992; Gould & Singer, 1981).
Studi evolusi biologi memerlukan banyak pemahaman mengenai genetika, biokimia, embriologi, biogeografi, geologj, biologi, paleontologi, biologi molekuler, dan lain sebagainya (Indrianti, 2003).
Baca Juga: Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, Mutiara Indonesia dari Jawa Timur
Ironisnya, meskipun gagasan evolusi telah diterima oleh sebagian besar saintis (Raven & Johnson, 1999), gagasan ini banyak ditentang masyarakat karena kontradiksinya dengan beberapa aspek ajaran dari beberapa agama (Stearns & Hoekstra, 2001). Hal yang paling kontroversial dari teori ini adalah upayanya menjelaskan asal-usul manusia dari proses alamiah (Berry & Hallam, 1989).
Dalam tulisan Ini saya ingin meluruskan kesalahpahaman yang masih terus ada dari dulu hingga sekarang, karena jarang sekali ada orang benar-benar mengerti teori evolusi. Supaya tidak salah paham lagi mengenai teori evolusi.
1. Manusia Berasal dari Kera
Baca Juga: Di Sabang, Kiai Asep: Caketum PBNU yang Deklarasi dan Minta Dipilih Jangan Dipilih
Ini merupakan miskonsepsi basi yang ketinggalan zaman, kreasionis di Amerika bahkan tak lagi menggunakan argumen itu. Di mana salahnya? Pertama, dalam konsep teori evolusi (khususnya Darwin) tak ada kalimat atau materi yang mengatakan bahwa manusia berasal dari kera, silakan cari saja di bukunya langsung, baik itu On the Origin of Species maupun The Descent of Man. Karena itu hanya salah paham maksud teori evolusi saja (Kover, 2015). Lalu bagaimana yang benar? Dalam biologi evolusioner, yang dimaksud dengan evolusi manusia merujuk ke definisi bahwa manusia dan primata lainnya membagi common ancestor yang sama (Stump, 2018).
Kalau begitu, kenapa dalam ilustrasi evolusi manusia ditunjukkan gambar manusia berevolusi dari kera? (Gambarnya nanti saya share di komen). Faktanya itu merupakan gambar yang keliru, nama gambar itu adalah March of Progress, dibuat oleh seorang seniman yang kurang mengerti sains, bernama Rudolp Zallinger pada tahun 1965 (Blake, 2018), tapi kemudian gambar itu banyak dicetak dan di-copy di buku teks tanpa tahu apakah ilustrasi itu tepat atau tidak. Kenapa gambar itu kurang tepat? Karena evolusi yang sesungguhnya bukan individual seperti itu, melainkan bercabang dan dalam jumlah yang besar (populasi).
Manusia punya moyang yang sama, itu maksudnya bagaimana? Maksudnya jutaan tahun lalu, moyang manusia dan kera lainnya masih belum terlalu berkembang, tapi karena pengaruh mutasi genetik dan seleksi alam, maka bercabanglah pemisahan moyang itu, ibarat kata layaknya pohon yang punya banyak cabang, satu ke kiri, satu ke kanan, begitulah yang terjadi pada manusia. Manusia dan kera punya cabang evolusi masing2, kera (Simpanse, Gorilla, dll) juga punya cabangnya masing-masing, jadi manusia memang tidak berevolusi dari kera. Lalu kenapa ilustrasi manusia purba mirip kera? Ya mungkin maksudnya adalah hominid seperti Ramaphitecus dan Australophitecus, itu bukan kera ataupun manusia, bisa dibilang mirip kera (ape-like) tapi bukan kera.
Apa buktinya manusia membagi moyang dengan kera lain? Salah satu jawabannya adalah kesamaan genetika manusia dengan Simpanse dan kera lainnya berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2005, penelitian tahun 2012 juga sama, ditemukan kesamaan genom dan genetika (Prufer et all, 2012). Tapi apa maksud manusia punya kesamaan genetik dengan kera lain? Kalian bisa baca tulisan dari science writer lulusan biologi, Helen Thompson dari Majalah Smithsonian di sini
(https://www.smithsonianmag.com/smart-news/what-does-being-99-percent-chimp-mean-180955645/). Jadi ya manusia memang tidak berasal dari kera, sehingga buang saja pertanyaan, kalau manusia berasal dari kera, kenapa kera masih ada?, kecuali anda memang suka denial, ya itu terserah Anda mau bodoh selamanya, atau ada yang belum paham, nanti bisa tanyakan.
2. Evolusi Hanyalah Teori
Ini juga merupakan salah kaprah masyarakat awam, terutama yang agamis. Karena faktanya kata ”teori” dalam sains jelas sangat berbeda dengan kata ‘teori’ dalam kehidupan sehari-hari –ex: ekonomi, sosiologi (Stump, 2018). Kita memang harus tau perbedaan antara hipotesis, teori.
Hipotesis
Hipotesis adalah penjelasan yang diajukan untuk benar-benar dapat teruji (Allain, 2013). Ya bahasa simpelnya dugaan awal untuk solusi dari suatu masalah, jadi jika dalam sains terdapat masalah atau data baru, maka ia akan jadi hipotesis dulu, karena selain harus objektif, hipotesis juga harus melewati percobaan berulang kali.
Teori
Dalam kehidupan sehari-hari, teori biasa diartikan sebagai pendapat suatu individu atau kelompok tertentu. Tapi dalam sains itu artinya beda lagi. Dalam sains, teori didefinisikan sebagai penjelasan tentang aspek alam dan alam semesta yang telah berulang kali diuji dan diverifikasi sesuai dengan metode ilmiah menggunakan protokol pengamatan, pengukuran, dan evaluasi hasil yang diterima (National Academy of Sciences, 1999).
Itu artinya ketika suatu hipotesis sudah terbukti berulang kali dan bisa diverifikasi, maka ia akan disebut teori. Apakah teori itu fakta? Dalam sains jawabannya iya, teori adalah fakta. Richard Dawkins (2000) mengatakan bahwa evolusi adalah fakta. Wilson dan Eisner (1973) juga mengatakan bahwa proses evolusi adalah fakta yang benar benar terjadi. Suatu teori bukanlah fakta yang tidak pasti atau fakta yang kurang sempurna. Tidak pula menggambarkan tingkat kepercayaan yang lebih rendah (Mayr, 1986). Teori adalah gagasan sistematis yang mencoba menjelaskan mengapa dan bagaimana fakta-fakta yang ada di dunia kita ini eksis dan berinteraksi (Luthfi & Khusnuryani, 2005). Apel jatuh dari pohon ke tanah itu fakta, teori gravitasi Newton mencoba menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi. Lalu apakah evolusi merupakan fakta? Bukan, jika kita mengartikan fakta sebagai kebenaran hakiki yang tidak perlu diuji dan dibuktikan (Luthfi & Khusnuryani, 2005).
Teori evolusi adalah teori ilmiah tentang seleksi alam dan proses-proses lain yang menyebabkan evolusi (Futuyma, 1986). Biologi evolusi sebagai sains tidak akan pernah menemukan kebenaran final. Ia terus difalsifikasi, diverifikasi, dan kemajuannya dicapai dengan asumsi (conjectures) dan penolakan (refutation) (Indrianti, 2002).
Jadi pertanyaan akhir, apakah evolusi itu fakta? jawabannya ia, tapi kita tidak bisa menganggapnya sebagai fakta hakiki yang tak terbantahkan, artinya sejauh ini evolusi masih tetap fakta yang butuh verifikasi lebih lanjut. Jadi jangan salah paham lagi.
3. Agam dan Manusia Purba, Duluan Mana?
Kita juga harus tau dulu manusia purba mana yang dimaksud. Jika yang maksud adalah hominid, seperti Australophitecus, perkiraan hidupnya sekitar 418 sampai 2 juta tahun yang lalu (Ward & Hammond, 2016), itu pun tergantung jenisnya bagaimana. Jika yang dimaksud adalah Homo Sapiens, maka bisa dibilang itu bukan lagi manusia yang purba sekali, melainkan sudah modern. Penelitian tahun 2017 lalu menemukan bahwa Homo Sapiens sudah ada sekitar 300.000 tahun yang lalu, itu dihitung berdasarkan penemuan fosil manusia di Jebel Irhoud, Maroko (Richter et al, 2017). Artinya manusia modern sudah ada sejak 300.000 tahun yang lalu.
Lalu kapan Nabi Adam ada? Beberapa sejarawan Islam seperti Al-Maghluts (2008) mengatakan bahwa nabi Adam baru ada sejak 6.000-5.000 tahun yang lalu. Itu artinya usianya masih sangat muda. Tapi karena Adam adalah tokoh ‘fiktif’, kebenaran hakikinya susah ditemukan, karena ia tak meninggalkan fosil atau spesimen apapun. Hal ini didukung oleh bukti bahwa dalam kisah nabi Adam dikatakan bahwa teknologi pertanian sudah ada, tepatnya di kisah Habil dan Qabil yang bertani. Maka kita harus lihat dulu sejarah pertanian itu sendiri.
Zaman di mana biji-bijian liar dikumpulkan lalu kemudian dimakan diperkirakan terjadi sekitar 105.000 tahun yang lalu (Mercader, 2009). Kemudian beberapa tanaman zaman Neolitik mulai dibudidayakan di Levant sekitar 9.500 SM (11.520 tahun yang lalu) (Zeder, 2011), dan domestikasi padi dan beras dilakukan di China sekitar 6.200 SM (8.220 tahun yang lalu) (Molina et al, 2011). Berdasarkan data di atas kita bisa katakan bahwa manusia purba maupun homo sapiens awal sudah lebih lama ada di bumi dibandingkan dengan Adam dan cucunya.
Pertanyaan kecil: Apakah Adam berevolusi dari besar jadi kecil?
Secara data tak ada penemuan begitu. Perubahan ukuran badan manusia tidak berubah secara signifikan sejak dulu, walaupun penelitian dari Cambridge University tahun 2011 mengatakan bahwa manusia menyusut ukurannya sejak 10.000 tahun yang lalu dikarenakan aktivitas pertanian (Bracconier, 2011) tapi itu tidak merujuk ke manusia super raksasa setinggi 30 m. Secara teori juga tidak mungkin bisa manusia sebesar itu, karena adanya Square Cube Law (kalian bisa cari tau lebih lanjut tentang penjelasannya). Intinya jika mau direalisasikan dengan data dan logika, kemungkinan ukuran Nabi Adam tidak sampai 30 m.
Bagaimana kita tau bahwa tengkorak mirip manusia zaman dulu itu adalah manusia? Mungkin saja kan itu cuma kera?
Untuk mengetahui tengkorak (fosil) dari spesimen yang terkubur adalah manusia atau bukan, kita bisa menentukannya lewat tes DNA, genetika, mitochondrial eve, homologi dan anatomi. Kemudian kita komparasikan mana yang sesuai.
Baik kera purba ataupun manusia purba, Mereka semua memiliki dua ciri yang membedakan antara satu sama lain, baik yang hidup atau yang sudah punah (Smithsonian, 2020).
Manusia
1. Gigi taring kecil pada jantan
2. Sumsum tulang belakang memasuki tempurung otak lebih jauh ke depan.
Kera
1. Gigi taring besar pada jantan
2. Sumsum tulang belakang memasuki tempurung otak lebih jauh ke belakang
“Tetap saja saya tidak mengakui manusia purba”, ya itu terserah Anda saja, mau percaya atau tidak datanya tetap gak akan berubah kok. Tulisan ini merupakan tulisan ulang dengan sedikit tambahan data, karena postingan saya sebelumnya di grup di hapus. (Dahlan Iskan)
DAFTAR PUSTAKA:
– E.D Enger & Ross F.C. (2000). Concepts in Biology (2nd ed). (Massachussets: Sinauer Longman).
– Dobzhansky, T. (1973). “Nothing in Biology Makes Sense Excepts in the Light of Evolution”. American Biology Teacher. 35: 125-129.Cambell, N.A & Reece, – – J.B. (2001). Essential Biology. (USA: Addison-Wesley Longman).
– Jacob. (1992). Teori Evolusi Biologi: Pengaruhnya terhadap berbagai Bidang Pemikiran. Ulumul Qur’an. 3 (1).
– Luria, S.E, Gould, S.J & S. Singer. (1981). A View of Life. (Canada: Benjamin Cummings).
– Kover, Paula. (2015). The five most common misunderstandings about evolution. The Conversation.
– Stump, Jim. (2018). 10 Misconceptions about Evolution. Biologos.
– Blake, Kevin. (2018). On the Origins of “The March of Progress”. Washington University.
– Mikkelsen, Tarjei. S, et all. (2005). Initial sequence of the chimpanzee genome and comparison with the human genome. Nature 437: 69–87.
– Prufer, Kay, et all. (2012). The bonobo genome compared with the chimpanzee and human genomes. Nature. 486: 527–531.
– Thompson, Helen. (2015). What Does it Really Mean to Be 99 Percent Chimp?. Smithsonian Magazine.
– Ghose, Tia. (2013). “Just a Theory”: 7 Misused Science Words. Scientific American.
– National Academy of Sciences (US) (1999). Science and Creationism: A View from the National Academy of Sciences (2nd ed.). National Academies Press.
– Dawkins, Richard. (2000). “Hall of Mirror or What is True,” dalam Forbes ASAP.
– E.O. Wilson and Eisner T. (1973). Life on Earth, (USA: Sinauet Associates).
– Mayr, Ernst. (1986). “Uncertainty in Science: Is The Giant Panda a Bear or a Racoon?”. Nature. 323: 769.
– M.J. Luthfi & A. Khusnuryani. (2005). “Agama dan Evolusi: Konflik atau Kompromi?”. Kaunia. 1 (1): 1-19.
– D.J. Futuyma. (1986). Evolutionary Biology (2nd ed). (Massachusetts: Sinauer Associates).
– Indriati E. (2003). Waktu dan Evolusi. Artikel ini dipresentasikan pada Workshop Ilmu dan Agama, Gadjah Mada University Post Graduate Program, Yogyakarta, 25 – 27 Juni 2003, p. 78.
– Ward, Carol. V & Hammond, Ashley. S. (2016). “Australopithecus was an adaptive radiation of hominins that lived 4.2-2 million years ago. Who were these tough-chewing, ground-dwelling bipeds? What do they tell us about our early evolution?”. Nature Education Knowledge. 7(3):1.
– David Richter et al. (2017). “The age of the hominin fossils from Jebel Irhoud, Morocco, and the origins of the Middle Stone Age”. Nature. 546 (7657): 293–296.
– Al-Maghluts, Sami bin Abdullah. (2008). Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Menggali Nilai-nilai Kehidupan Para Utusan Allah (Terjemah Bahasa Indonesia, oleh Abdur Rosyid Masykur, Ed.), (Jakarta: Penerbit Almahira).
– Mercader, J. (2009). “Mozambican grass seed consumption during the Middle Stone Age”. Science. 326 (5960): 1680–1683.
– Zeder, Melinda (2011). “The Origins of Agriculture in the Near East”. Current Anthropology. 52 (S4): 221–235.
– Molina, J et all. (2011). “Molecular evidence for a single evolutionary origin of domesticated rice”. Proceedings of the National Academy of Sciences. 108 (20): 8351–6.
– Braconnier, Deborah. (2011). Farming to blame for our shrinking size and brains. Phys.
– P.H. Raven & Johnson G.B. (1999). Biology. (5ed)., (New York: McGraw Hill).
– S.C. Stearns & R.F. Hoekstra. (2001). Evolution: An Introduction. (Oxford: Oxford University Press).
– Berry RJ. & Hallam A. (1989). The Encyclopedia of Animal Evolution. (Oxford: Equinox).
– Tim Penyusun. (2020). How Do We Know These Are Human Fossils?. Smithsonian Institution.
BACAAN LANJUTAN:
– Campbell, Neil. A et all. (2012). Biologi Jilid 2 (3rd ed). (Jakarta: Penerbit Erlangga).
– Waluyo, Lud. (2010). Miskonsepsi dan Kontroversi Evolusi serta Impikasinya pada Pembelajaran. (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press).
– Hassan, Munif S; Ferial, Eddyman W. & Soekandarsi Eddy. (2014). Pengantar Biologi Evolusi. (Jakarta: Penerbit Erlangga).
– Leakey, Richard. (2019). Asal Usul Manusia. (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia).
– Tim Penyusun. (2016). Tafsir Ilmi: PENCIPTAAN MANUSIA Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News