MALANG, BANGSAONLINE.com - Kabar adanya dugaan pungutan liar (pungli) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Singosari ditepis oleh Ketua Komite SMPN 3, Herry Wibowo. Sebab menurutnya, iuran tersebut bersifat sukarela dan tidak mengikat.
Namun, hal itu berbeda dengan temuan Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Malang Raya. Berdasar dari aduan salah satu wali murid, pihak sekolah sempat menyampaikan kebutuhan anggaran selama satu tahun (2021) sebesar Rp 629.150.000. Kebutuhan tersebut diakomodir melalui iuran dari 700 siswa. Dengan rincian, setiap siswa berkewajiban membayar Rp 75 ribu setiap bulan selama 1 tahun anggaran.
Baca Juga: Polri Uji Coba Syarat Kepesertaan Aktif JKN bagi Pemohon SIM di Malang Raya
"Itu sifatnya sukarela, bagi yang keberatan, misalnya sanggupnya Rp 10 ribu, ya tidak masalah. Kalau tidak punya uang ya tidak usah membayar dulu, jadi tidak perlu terburu-buru membayar," ujar Herry.
Herry mengklaim, pungutan sumbangan itu sudah dibahas bersama, antara pihak sekolah dengan pihak komite. Yang kemudian dipaparkan kepada pihak wali murid.
"Dan ini sifatnya sumbangan, bukan pungutan. Kalau tidak punya (uang) ya tidak usah membayar," imbuh Herry.
Baca Juga: Sinergi BPJS Kesehatan dan Poltekkes Malang Sukseskan Program JKN
Menurutnya, hasil dari pungutan tersebut diperuntukkan beberapa kebutuhan rutin tahunan sekolah yang sudah dianggarkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) SMPN 3 Singosari Tahun Anggaran 2021.
"Sudah ada sejumlah rencana kegiatan yang memang menjadi agenda rutin yang tidak terakomodir melalui anggaran bantuan operasional sekolah (BOS). Baik BOS reguler atau BOS daerah," ujarnya lagi.
"Seperti kegiatan hari besar agama, iuran pramuka dan yang lainnya yang tidak dibiayai (BOS). Dan itu program tahunan rutin. Sebenarnya kalau sudah cukup anggarannya ya tidak perlu ada sumbangan," jelas Herry.
Baca Juga: Rasakan Manfaat JKN Usai Kecelakaan, Peserta Asal Malang ini Ajak Terapkan Pola Hidup Sehat
Diakuinya bahwa iuran sebesar Rp 75 ribu itu sudah lebih rendah dari iuran di tahun anggaran sebelumnya. Di mana di tahun-tahun sebelumnya mencapai Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu.
"Sekarang kan kegiatannya banyak yang berkurang. Jadi tinggal Rp 75 ribu. Itu pun tidak wajib," dalihnya.
Apabila sumbangan dari wali murid tidak mencapai kebutuhan yang ditetapkan yakni sebesar Rp 629.150.000, maka pihak sekolah akan mengurangi kegiatan. Intinya, pihak sekolah akan memaksimalkan kegiatan dengan berapa pun total anggaran yang terkumpul.
Baca Juga: Peserta JKN di Malang Rasakan Manfaat Nyata Layanan PANDAWA
Terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lira Malang Raya, M. Zuhdy Achmadi mengatakan, jika hal tersebut masih dapat dikategorikan pungutan. Sebab dalam praktiknya, ada unsur upaya meminta kepada wali murid.
"Jadi bukan hanya dari sisi nominal sudah ditentukan dan berapa kali harus membayar, namun itu kan sudah ada upaya meminta, itu sudah ada unsur pungutan. Sudah jelas ada surat kesanggupannya. Jadi hemat saya, hal itu jadi upaya menyamarkan pungutan saja," ujar pria yang akrab disapa Didik ini, Kamis (11/11/21).
Menurutnya, hal tersebut merupakan modus untuk memuluskan dalam upaya melakukan pungutan kepada wali murid yang dikemas seakan-akan sudah ada kesepakatan dari wali murid.
Baca Juga: Sapa Pedagang di Pasar Besar Malang, Khofifah Panen Doa untuk Menang di Pilgub Jatim 2024
"Itu hanya akal-akalan saja. Kalau memang benar itu sumbangan, tidak perlu mengumpulkan wali siswa dengan membawa materai lalu disuruh menandatangani surat pernyataan kesanggupan. Ini kan konyol. Kalau memang sumbangan sukarela, cukup bikin pengumuman lisan atau tertulis bahwa sekolah punya hajat ini dan itu, bebaskan mereka. Jika ada yang menyerahkan sumbangan ya diterima. Itu lebih elegan," terang pria berkumis ini.
Ia menyebutkan bahwa pungutan yang ada di sekolah sudah jelas menabrak UUD 1945 Pasal 31. Yang menyebutkan bahwa setiap Warga Negara Indonesia (WNI) berhak mendapatkan pendidikan gratis. Selain itu, warga negara juga wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Tidak hanya itu, berdasarkan Permendikbud No 75 tahun 2016 tentang komite sekolah, juga disebutkan dalam Pasal 10 (2), bahwa dalam penggalangan dana, komite sekolah hanya menerima sumbangan dari wali murid secara sukarela, bukan pungutan.
Baca Juga: Khofifah Siap Koneksikan Tuna Sirip Kuning Andalan TPI Sendang Biru dengan Industri
"Kami tetap menganggap bahwa itu pungutan, karena tidak ada landasan hukumnya. Seharusnya pihak sekolah membuat permohonan kepada bupati melalui kepala Dinas Pendidikan agar diberikan rekomendasi untuk melakukan pungutan terhadap wali murid sehubungan kebutuhan mendesak yang tidak dapat dibiayai dana BOS," beber Didik.
"Jika ada surat dari bupati, silakan menggalang dana dari wali murid. Itu yang dimaksud landasan hukum. Jika tidak, maka hal tersebut dapat dikategorikan pungutan liar. Alibi apapun yang dibuat oleh komite sekolah, kami tetap menganggap itu pungutan dan bukan sumbangan sukarela," pungkasnya. (thu/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News