Ingin Cabut NU dari Khittah, Apa Alasan Kiai Muda Ini

Ingin Cabut NU dari Khittah, Apa Alasan Kiai Muda Ini Dahlan Iskan

Semua santri di Bina Insan Mulia juga puasa setiap hari. Tidak peduli anak siapa. Pun yang di kampus 2. Sampai tidak ada perasaan bahwa puasa itu berat –karena sudah biasa.

Pesantren ini memang punya dua kampus. Sama-sama di pelosok desa itu. Sama-sama lewat jalan sempit. Juga sama-sama mempertahankan suasana pedesaan. Bedanya, di kampus 2 itu, setiap kamar diisi 20 santri. Luas kamar 9 x 9 meter. Ada 10 tempat tidur bertingkat di situ. Pakai AC.

Di kampus 2 juga dilengkapi kafe: di tengah halaman. Itulah kafe bus tingkat. Seperti bus wisata di kota Paris –yang tanpa atap itu. Bodi bus beneran, warna warni, ditaruh di situ.

Juga dilengkapi kolam renang.

Di kampus 2 itu kelasnya sudah smart class –mengadopsi sistem dari Australia.

Sedang di kampus 1, satu kamar diisi 25 orang, masing-masing dapat 1 kasur di lantai. Kamar itu, di siang hari, untuk kelas. Lebih 2.500 santri di kampus 1 ini.

Jazuli ingin mengembangkan pesantren internasional dengan ciri khas Indonesia. Bukan internasional yang kebarat-baratan atau ke Arab-araban.

Cara itu tentu dinilai sebagai pemberontakan terhadap sistem di mainstream NU. Ia tidak peduli. Ia begitu ingin umat Islam berorientasi ke kemajuan. Ke masa depan. Termasuk dalam melihat semua hal.

Itulah sebabnya Jazuli kurang sepaham dengan ulama muda NU yang lagi ngetop sekarang: Gus Baha'. Yang dari Rembang itu. Yang ia anggap terlalu berorientasi ke hukum agama masa lalu.

Belakangan Jazuli sebenarnya ingin memperbaiki hubungannya dengan Gus Baha'. Terutama menjelang muktamar NU di Lampung bulan depan.

"Sudah bisa bertemu?" tanya saya.

"Saya sudah ke Jawa Tengah. Sudah ke Rembang. Tapi belum bisa bertemu," katanya.

Menghadapi muktamar NU itu Jazuli memang ingin mengegolkan ide ini: agar muktamar menarik kembali putusan kembali ke khittah itu. "Relevansinya sudah berubah. Sesuai di zaman Orde Baru. Tidak sesuai lagi sekarang," katanya.

Dengan pencabutan itu semua warga NU bisa diarahkan memilih PKB. "Kata orang, warga NU itu 60 juta. Kok partainya orang NU hanya dapat 9 persen?" katanya. "Padahal kalau PKB dapat suara 20 persen NU bisa mengatur negara ini," tambahnya.

Bukan berarti Jazuli terjun ke politik. Ia tidak mau jadi apa pun di NU maupun di PKB.

Ia sudah pernah terjun ke politik: Jazuli inilah yang mendirikan cabang PDI-Perjuangan di Kairo, Mesir. Ia pula yang menjadi ketuanya.

"Berarti punya kartu anggota PDI-Perjuangan?" tanya saya.

"Punya. Waktu itu. Sudah lama mati," katanya.

Sepulang dari Mesir, Jazuli jadi pengusaha. Di Jakarta. Sukses. Lalu dipanggil pulang ayahandanya. Mulailah ia bangun Bina Insan Mulia. Sepenuh hati. Tidak toleh sana-sini. Konsentrasi di pendidikan. Sampai menghasilkan mutu pendidikan yang tinggi: sudah terlihat hasilnya kini.

Sikap modernnya itu juga ia wujudkan di rumah tangga. Ia kiai yang istrinya tetap satu. Dengan enam orang anak.

Sebenarnya bukan wanita ini calon istri yang asli. Awalnya ia sudah akan kawin dengan putri kiai Gontor Ponorogo. Batal. Di Pondok Modern Gontor, siapa pun, tidak boleh masuk politik. Partai apa pun. Jazuli PDI-Perjuangan.

Sistem pendidikan di NU akan berubah total –kalau model Jazuli ini bisa menular cepat.

Sehari setelah dari sana saya dapat kiriman video. Rupanya salah satu santri yang membuatnya. Lalu mengunggahnya di banyak channel.

Saya lihat video itu. Bagus sekali –dari kacamata ilmu media. Editingnya sempurna. Santri di sana sudah bisa bikin itu. Ternyata memang ada pendidikan media, TV, video di pesantren itu. (Dahlan Iskan)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Mobil Dihadang Petugas, Caketum PBNU Kiai As'ad Ali dan Kiai Asep Jalan Kaki ke Pembukaan Muktamar':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO