KOTA BATU, BANGSAONLINE.com - Bekas lokasi kebakaran di lereng Gunung Arjuno mendesak dilakukan reboisasi. Pasalnya, tanah di lereng Gunung Arjuno sudah jenuh dan tidak bisa menyerap air, sehingga rawan menyebabkan banjir bandang di Kota Batu, seperti yang terjadi 4 November lalu.
Menurut Suprapto, warga Dusun Junggo RT 01 RW 10 Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, tanah di Gunung Arjuno menjadi jenuh akibat diguyur hujan deras terus menerus. Sehingga, menyebabkan tanah tidak bisa menyerap air dan mengakibatkan banjir bandang.
Baca Juga: Resmikan Desa Berdaya dan Kandang Komunal, Pj Wali Kota Batu Apresiasi Masyarakat Sumbergondo
"Kemungkinan hujan deras itu berada di bagian tanaman rumput gebut yang jaraknya dari puncak Gunung Arjuno 30 menit perjalanan. Untuk mencegah terjadinya banjir bandang di waktu mendatang, lereng Gunung Arjuno bekas terjadinya kebakaran hutan 4 tahun yang lalu harus dilakukan reboisasi," kata pria yang sudah 15 tahun jadi pemandu wisata bagi pendaki di Lereng Gunung Arjuno ini.
Suprapto mengatakan, jenis tanah lereng Gunung Arjuno yang berbatu dan sangat curam akan sangat membahayakan kalau tidak segera ditanami kayu kembali. "Kalau bisa jenis kayu yang ditanam di sana kayu eprek atau kayu bulu yang bisa menyerap air," ujar Suprapto seraya mengatakan bahwa musim hujan seperti saat ini merupakan waktu yang tepat untuk melakukan reboisasi.
Ia juga mengingatkan pendaki agar tidak melakukan pendakian di saat musim hujan seperti ini, karena petirnya sangat membahayakan keselamatan manusia. "Pohon saja bisa langsung terbakar (tersambar petir)," cetusnya.
Baca Juga: Masifkan Tangani Sampah, Pemkot Batu Tambah dua Mesin Incenerator di 2 Kelurahan ini
Apalagi, lanjut Suprapto, saat ini untuk jalur pendakian yang dari Desa Sumbergondo sudah tertutup rumput. Saat perbaikan pipa bersama teman-temannya kemarin, ia mengaku melewati sungai mati.
Dari sana, tampak jelas jika aliran air saat terjadinya banjir sangat besar sekali. Terlihat bekas aliran air itu menyeret kayu-kayu besar yang dilewati sampai di Desa Bulukerto, saat banjir bandang awal November lalu.
“Kalau ada yang tidak percaya dengan yang saya katakan ini, saya bersedia untuk mengantarkan siapa saja yang ingin meninjau lokasinya. Dengan perkiraan waktu tempuh antara 3 hingga 4 jam perjalanan. Melihat longsoran yang terjadi ada kemungkinan di atasnya memang masih ada bendungan alam, kalau mau menelusuri terus ke atas. Cuma kami nggak berani menelusuri jalur tersebut, karena ada tempat tinggalnya harimau yang dari kejauhan baunya sudah sangat menyengat," terangnya.
Baca Juga: Hadapi Nataru 2024/2025, Pemkot Batu Gelar Rakor Forum Lalin dan Angkutan Jalan
Untuk pendakian dari Pura Luhur Giri Arjuno, tambah Suprapto, saat ini jarang dilakukan karena jalurnya sangat menanjak dan curam. Ia mengaku menyampaikan hal ini sebagai bentuk kepedulian sebagai masyarakat yang bukan petani penggarap di wilayah hutan, tanpa ada maksud tertentu. (asa/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News