SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Saat ini pemerintah lagi ingin: PLN harus bertransformasi ke green energy. Apa hubungannya dengan kelapa sawit?
Silakan baca tulisan wartawan terkemuka itu di HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com, Rabu pagi ini, 8 Desember 2021. Selamat membaca:
Baca Juga: PLN Nusantara Power Kenalkan Masyarakat Tuban Program Satria Padu
SUDAH jadi omongan umum: PLN kurang welcome pada investor green energy. Orang PLN sendiri mendengar omongan negatif seperti itu. Tapi apa hendak dikata: orang PLN lebih membela kelangsungan hidup PLN sendiri. Daripada membela investor.
Pada prinsipnya: setiap ada investor green energi (baca: solar cell) memang sama dengan menambah kesulitan PLN. Perusahaan listrik negara itu harus membeli listrik dari investor green energy dengan harga lebih mahal. Pun listriknya tidak bisa diandalkan. Tidak bisa untuk memenuhi beban puncak pemakaian listrik.
Kecuali kalau green energy itu berasal dari geotermal. Atau dari PLTA (air). Kalau dari dua sumber itu PLN pasti welcome.
Baca Juga: Proyek PLN Tak Punya Amdal dan Menabrak Tata Ruang, Aktivis: Hentikan Sebelum Perizinan Tuntas
Tapi, mana ada investor baru untuk geotermal. Investasi geotermal itu mahal sekali. Lebih mahal dari membangun PLTU. Bisa 150 persennya.
Apalagi lokasi geotermal yang ''gemuk-gemuk'' sudah dikuasai Pertamina.
Untuk geotermal dan PLTA, PLN pasti welcome. Harga listriknya bisa lebih murah dari batu bara. Itu karena geotermal tidak memerlukan bahan bakar. Tidak perlu beli batu bara setiap hari. Bahan bakar geotermal adalah panas gratis dari magma gunung berapi.
Baca Juga: Sumenep Gunakan Energi Bersih Lewat REC
Tapi PLN tidak boleh begitu. PLN itu milik negara. Yang harus tunduk pada keinginan pemerintah yang lagi berkuasa. Saat ini pemerintah lagi ingin: PLN harus bertransformasi ke green energy.
Tentu pemerintah tahu: listrik dari solar cell itu menyulitkan PLN –hanya menambah listrik di saat PLN kelebihan listrik (siang hari), tidak bisa menghasilkan listrik di saat PLN sangat memerlukannya (sore sampai malam hari).
Saya pun ikut berpikir keras dua hari ini: apa yang harus dilakukan agar keinginan pemerintah terpenuhi sekaligus tidak menyulitkan PLN.
Baca Juga: Semarak PLN Mobile Color Run 2024, Pj Gubernur Jatim Berlari Bareng Ribuan Peserta
Pertama, Pertamina harus cepat-cepat mengerjakan seluruh geotermal yang sudah dikuasainya. Pertamina memang sudah mengerjakan beberapa lokasi. Tapi masih ada yang belum. Dari yang belum itu Pertamina bisa menyumbang green energy sekitar 3.000 MW. Yang tentu akan menguntungkan negara, menguntungkan PLN, dan menguntungkan Pertamina sendiri.
Pertamina kelihatannya harus dipaksa untuk menyelesaikan semua geotermal itu. Kalau tidak ada dana, bisa merangkul investor.
Kedua, perlu dibangun biomass khusus terkait kelapa sawit. Yang ini tidak mudah –kecuali semua unsur dalam pemerintah bersatu. Mulai dari menteri perdagangan, menteri perindustrian, menteri ESDM, sampai yang terpenting menteri keuangan.
Baca Juga: Pemprov Jatim Jajaki Kerja Sama Bidang Maritim dan Energi Terbarukan dengan Pemerintah Denmark
Siapa yang harus membangun puluhan pembangkit listrik biomass itu? Terserah. Bisa masing-masing perusahaan sawit. Mereka menjual listrik ke PLN. Bisa juga investor.
Kita ini punya berjuta-juta hektare kelapa sawit. Produksi minyak sawit kita sudah yang terbesar di dunia –53 juta ton setahun.
Tandan sawit bisa dikumpulkan: dijadikan bahan bakar biomass. Pelepah sawit juga bisa dikumpulkan: jadi bahan bakar biomass. Pohon-pohon yang tua bisa ditebang untuk bahan bakar biomass. Dan yang sexy: cangkang kelapa sawit –''tempurung''-nya sawit.
Baca Juga: Mati Listrik di Sumatera Sudah Hampir Teratasi
Cangkang itu mengandung kalori yang sangat tinggi. Bisa di atas rata-rata batu bara. Bagus sekali untuk dijadikan bahan bakar biomass.
Maka, teoritis, kita bisa punya sekitar 7.000 MW biomass dari sawit. Ditambah geotermalnya Pertamina yang baru, total bisa mencapai 10.000 MW.
Target pemerintah pun tercapai. PLN pun tidak dibuat sulit.
Baca Juga: Penuhi Permintaan Gas, JTB Bojonegoro Produksi Full Capacity 192 Juta Kaki Kubik per Hari
Ada tapinya.
Cangkang sawit yang sexy itu kini sudah jadi rebutan dunia. Cangkang sawit itu telah jadi komoditas ekspor tersendiri. Terutama diekspor ke Jepang. Atau Eropa.
Untuk apa di sana?
Baca Juga: Masyarakat Daleman Sampang Keluhkan Robohnya Tiang Listrik yang Tak Kunjung Diperbaiki PLN
Sama: untuk bahan bakar juga.
Pun tandan sawit. Bisa laku: jadi bahan baku chip board.
Maka praktis hanya pelepah dan batang sawit yang belum laku.
Itulah yang saya maksud kekompakan tadi. Kementerian keuangan tentu senang kalau cangkang sawit itu bisa diekspor. Kita bisa mendapat devisa tambahan. Ekonomi makro kita lebih kuat. Cadangan devisa kita terus mencapai rekor. Neraca perdagangan kita kian positif.
Itu persis dengan persoalan ekspor minyak sawit kita. Ekonomi makro kita begitu bagus berkat harga ekspor sawit yang tinggi. Padahal ibu-ibu di dapur menjerit: harga minyak goreng melejit. Yang dulu Rp 15.000 sudah menjadi Rp 23.000.
Memang, ada yang aneh di ekspor cangkang itu. Kita ekspor cangkang ke Jepang sebagai bahan bakar. Sebaliknya kita impor LNG dari Jepang sebagai bahan bakar. Dengan harga mahal.
Tentu kita bisa mengurangi impor LNG kalau cangkang jutaan hektare itu bisa menghasilkan listrik di dalam negeri.
Intinya: ambisi pemerintah untuk mendapat green energy 10.000 MW bisa dicapai. Tanpa membuat PLN sulit.
Yang sulit kelihatannya mengoordinasikannya. Yang ekspor cangkang itu perusahaan sawit swasta. Yang impor LNG itu Pertamina.
Menyambungkan yang tidak nyambung itu yang sulit. Terutama bagi yang tidak mau bekerja keras. (Dahlan Iskan)
Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Artikel Berjudul Dirut Mutasi
Aryo Mbediun
Alasannya sederhana. MCB model analog yg kudu pencet2 dah kadung restock jutaan biji. Jadi kalo yg model analog dah B. E. P baru yg model full digital dikeluarkan. #kemeruh Tragedi type rumah 36 Kekwkwkw
Sadewa
Orang-orang PLN katanya pintar-pintar, tolong dipikirkan agar bisa isi token cukup dengan scan barcode. Jaman teknologi AI yg sudah sedemikian canggih masih harus naik bangku terus pencet-pencet angka sampai 16 digit untuk isi token listrik.
Rahmat Bakri
Putri saya sudah empat bulan di Houston, Tx. Rindu ketemu orang Indonesia. Kebetulan hari ini, ia mendapat undangan dari Permias untuk hadir di Texas A&M University dalam acara Graduation and Appreciation Dinner. Semoga orang tua angkatnya mengizinkan dan bersedia mengantar. Salah seorang menteri di kabinet Jokowi Jilid I, juga alumnus TAMU.
Syafruddin Siregar
Kenapa Indonesia tidak bangun pembangkit listrik tenaga nuklir, kalo alasannya mahal ribet harus meneliti inilah itulah, menurut saya itu alasan lama, klise, contoh Tiongkok (kapal induk nya), Alusista (T O T nya) apakah kita harus melakukan penelitian yg memakan waktu nggak kan, nah kita pun bisa membangun pembangkit listrik tenaga nuklir hanya dalam waktu setahun barang kali, caranya beli aja kapal induk AS yg bakalan di "sate"itu (ada dua kalo nggak salah) udah, nggak mikir bagaimana kalo gempa ring of fire lah inilah itulah, bagaimana menurut ahlinya ahli, menurut saya jika perbandingan dengan membangun dari nol ini jauh lebih hemat
Samsul Hadi Malik
Kenapa token listrik harus sampe 20 digit? Pdhl waktu kita beli sdh pakai no pelanggan.. Knp nggak spt beli pulsa Hp aja, cukup no pelanggan pulsa langsung masuk.
Ahmad Zuhri
serius.. saya mmg ga punya tv di rumah, monggo kl mau di cek hehe..
Mirza Mirwan
Nah, untuk Bung Putu dan Bung Zuhri, senyampang anak-anak belum masuk PT, masih cukup waktu untuk mengarahkan anak-anak bagaimana harus serius belajar. Bung berdua, sebagai ayah, sekaligus harus menjadi guru dan kawan bagi anak-anak. Seorang ayah harus menjadi teladan bagi anak-anaknya. Contoh kecil, kalau menyuruh anak-anak belajar, ya jangan sampai sibuk main ponsel di depan anak. Kalau perlu temani anak-anak belajar sambil membaca buku pelajaran si anak, misalnya. Saya pernah punya pengalaman lucu saat mengambil rapot si kecil semasa SMA dulu. Di depan wali kelas biasanya dua orang wali murid maju. Bersama saya ada seorang ibu guru SMP. Ketika wali kelas bilang bahwa si kecil peringkat satu lagi, si ibu guru bilang " Idiih, hebat, Pak!" Setelah keluar, si ibu mengeluhkan putrinya yg selalu berada di papan bawah dari 32 siswa. "Padahal minta apa² saya turuti, Pak, tapi kalau disuruh belajar, ibunya nonton sinetron ikut²an nonton. Ampun deh!" Saya tertawa, tentu saja. "Anak ibu tidak salah. Ibulah yg salah mendidik anak. Ibu seorang guru, tapi ngasih contoh tidak baik pada anak. Ibu nyuruh anak belajar, tapi ibu sendiri nonton sinetron. Wajar dong kalau putri ibu ikut nonton!" "Iya juga, ya, Pak," kata ibu guru itu sambil nyengir.
Sin
ada humor lain ni om leong..humor lawas tapi masih tetep seru..wkwk Di sebuah kampung yang baru dua bulan lalu dipasang listrik, sepasang suami istri yang sudah lama belum mempunyai anak, sangat bergembira karena istrinya ternyata terlambat datang bulan yang merupakan salah satu tanda kehamilan. Tapi keduanya sepakat untuk merahasiakan hal itu untuk memberi kejutan pada keluarganya. Saking bahagianya, semua hal yang terkait dengan kehidupannya akan dikaitkan dengan kehamilannya, termasuk pada petugas PLN yang datang menagih rekening listriknya yang terlambat dibayar. Petugas PLN : “Ibu sudah telat satu bulan ya…?” Istri : “Lho Mas, kok petugas listrik dikasih tahu sih, katanya mau dirahasiakan dulu?” sambil memandang kesal pada suaminya yang baru menyusul ke luar. Suami : “Hah… justru aku yang mau tanya, kenapa dia tahu duluan? padahal aku baru kamu kasih tahu minggu kemarin?” sang suami balik curiga pada istrinya, jangan-jangan kehamilannya buah dari perselingkuhan. Petugas PLN :”Ya kami tahu dong, kan tercatat di kantor”. Suami : “Apa…! apa urusannya dicatat-catat segala,aku tidak terima…?” sambil dongkol karena PLN sudah ikut campur urusan rumah tangganya. Petugas PLN :”Kalau mau selesai urusannya, bapak harus segera bayar”. Sang suami semakin dongkol dan mencium akan ada motif pemerasan terhadap dirinya, akhirnya ia menggertak petugas itu. Suami : “Kalau saya tidak mau bayar gimana..?” Petugas PLN :”Kalau tidak bayar, ya sudah .... punya bapak akan diputus”. Mendengar kata-kata kepunyaan suaminya akan diputus, sang istri merasa terpanggil untuk membela suaminya. Istri : “Apa…..?, kalau diputus nanti saya pakai apa…..?” Petugas PLN : ”Yaaah…. pake lilin saja bu….”. Istri : ….gubraaaaxxxxxxx….
Leong Putu
Tapi kita patut bersyukur sekarang. Listrik PLN hampir tidak pernah padam. Saking jarangnya pemadaman listrik. Akhirnya membuat pemadaman menjadi hal yang menakutkan bagi anak anak. Vivi : Pa... semalam pas mati lampu, Vivi merasakan ada gempa lho pa... Papa : Masak Vi.? Kamu belum tidur pas mati lampu ? Vivi : Belum pa. Papa : Trus apa lagi yang kamu ketahui ? Vivi : Mama mengigau pa... Papa : ( aduuuuh...sambil garuk2 kepala ) trus apa yang kamu dengar? Vivi : Pa..jangan gigit pa... jangan gigit. Papa : Trus kamu dengar apa lagi Vi ? Vivi : Gak denger apa2 lagi pa.... kepala Vivi tutup pakai bantal pa... Oleh sebab itu, mama jangan boleh kerja capek capek pa.. tidurnya jadi ngigau..Vivi takut pa... Papa : Iya Vi...iya... Dari hal ini saya tau, bahwa pemadaman listrik menakutkan bagi anak2.
Pedro Lincalinci
Sampai dengan tahun 70an pada gardu dan tiang listrik -- saat itu orang² masih menyebutnya gardu/ tiang ANIEM (akronim perusahaan listruk Hindia Belanda: NV. Algemeene Nederlandsch-Indische Electriciteits-Maatschappij), mbah Mars tahu itu -- masih ada tulisan peringatan dalam tiga bahasa. LEVENSGEVAAR (bahasa Belanda: artinya Sangat Berbahaya), AWAS ELESTRIK (bahasa Melayu/ bahasa Indonesia), SING NGEMEK MATI (bahasa Jawa yang ditulis dalam aksara Jawa serta masih dilengkapi gambar/ simbol petir yg menandakan sangat berbahaya. Ada bailnya juga mengingatkan Boss PLN yg punya risiko tinggi "kena stroom" karena di PLN sàt ini kan banyak "kabel bertegangan ekstra tinggi". Maka diharapkan agar berhati-hati, karena SING NGEMEK MATI...
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News