Gus Marhaen Hidup untuk Bung Karno, Inilah yang Dilakukan di Bali

Gus Marhaen Hidup untuk Bung Karno, Inilah yang Dilakukan di Bali Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Kecocokan visi dan kekaguman terhadap tokoh membuat seseorang berbuat apa aja (yang positif) untuk tokoh yang dipujanya. Itulah yang dilakukan untuk ?

Loh, berbuat apa saja terhadap ? Simak tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di BANGSAONLINE.com pagi ini, 22 Januari 2022/ Selamat membaca:

HIDUPNYA untuk –sepenuh-penuhnya. Itulah salah satu teman terkarib saya di : .

Pun selama pandemi. Ia terus berbuat: untuk . Tiga museum ia selesaikan selama dua tahun pandemi: Museum Agung, Museum Proklamasi Agung, dan Museum Agung.

Sebelum itu pun ia sudah membangun . Tingginya lima meter. Terbuat dari perunggu –dikerjakan oleh seniman dari Yogyakarta.

Ketika pandemi masuk , kerja keras: termasuk mengubah nama jalan di belakang itu menjadi Jalan . Dulunya jalan itu bernama Tantular Barat. Ganti nama tanpa menyakiti yang diganti. "Toh masih ada nama jalan Tantular," katanya.

Di sepanjang Jalan itu ia bangun museum Proklamasi Agung. Bentuknya ruang selebar 6 meter tapi panjang sekali: hampir 200 meter. Semua foto dan diorama terkait Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ada di situ.

Gerbang masuk ke lorong museum itu berupa versi kecil wajah depan Istana Merdeka. Lalu ada sedada dari kayu, sekitar 2 meter tingginya.

Di atas pagar lorong itu, terlihat ada toa. Posisinya di belakang 5 meter . Toa itu menghadap ke .

"Itu toa apa Gus?" tanya saya.

"Tiap hari Jumat, pukul 11.00 waktu , dari toa itu berkumandang rekaman proklamasi yang diucapkan di Pegangsaan Timur Jakarta," katanya.

Patung pun menyatu dengan suara di perempatan Jalan .

Dari Jalan ini, kemarin-kemarin, ada jalan kecil bernama Tantular Barat Sekian. Sekalian. mengubah nama itu: menjadi Jalan Pegangsaan Timur. Di luar Jakarta hanya di ada Jalan Pegangsaan Timur.

Di jalan inilah membangun Museum Agung. Belum sepenuhnya selesai. Tapi saya diminta memasukinya. Lebih 200 lukisan besar sudah disiapkan. Tinggal dipasang.

Semua lukisan itu berdasar foto lama: bukan lukisan imajinatif. Semua buku tentang juga akan disimpan dan dipamerkan di sini.

begitu manusiawi di lukisan-lukisan itu: saat menunggu Megawati dilahirkan, saat ban mobilnya kempis, saat sungkem di depan ibunya. Banyak lagi.

"Selama pandemi saya mempekerjakan 27 orang tukang. Belum termasuk pematung dan pelukis," katanya.

Bu Mega sudah pernah ke museum itu. Demikian juga Presiden Jokowi. Bahkan Presiden minta beberapa copy dokumen terkait dan pidato ke . Sudah dikirim ke Istana: berupa sederetan buku merah dijilid rapi. Panjang deretan buku itu 1 meter lebih. Deretan buku merah itu kadang terlihat di video kalau presiden memberi keterangan ke publik.

memang putra tokoh yang sangat dekat dengan : Shri Wedastera Suyasa. Waktu sudah diasingkan ke Wisma Yaso, Wedastera masih bisa menemui . Padahal penjagaan begitu ketat. Itulah saat-saat paling menderita batin: status resminya masih presiden tapi tidak bisa berbuat apa-apa. lagi menjalani karantina politik –agar tidak mengganggu penguasa baru. Jenderal Soeharto saat itu sudah menjadi presiden bayangan. Masih perlu proses politik untuk menjadi presiden yang resmi.

Di akhir masa pemerintahan , Wedastera menjadi anggota DPR-GR. Ia menjabat ketua Fraksi Partai Nasional Indonesia –kelak menjelma menjadi PDI-Perjuangan.

Di , Wedasetra mendirikan Universitas Marhaen. Kini namanya menjadi: Universitas Mahendradatta. Perubahan nama itu akibat politik juga: Orde Baru berusaha menghilangkan apa pun yang berbau . Kalau mau selamat, nama Universitas Marhaen harus diganti.

Nama Mahendradatta pun dipilih. Masih bisa ada bau Marhaen –kalau dipaksakan. "Huruf-hurufnya, bila ditukar-tukar, masih bisa berbunyi: data-data Marhaen," ujar . "Data apa pun tentang , , dan Marhaenisme ada di Universitas Mahendradatta," ujarnya.

kini menjadi Ketua Dewan Pembina di yayasan yang menaungi Mahendradatta. Yakni sejak ayahnya meninggal dunia lebih 10 tahun lalu.

Nama Mahendradatta dipilih juga karena dia nama istri Raja Udayana –yang kelak menjadi raja juga menggantikan suami. Di tangan Ratu Mahendradatta kerajaan semakin jaya. Dan yang membuat orang memuja Mahendradatta adalah: dialah yang melahirkan Airlangga. Kelak, Airlangga bukan saja menjadi raja besar. Juga dipercaya sebagai penjelmaan dewa Wisnu di muka bumi.

Nama resmi Airlangga: Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Ananta Wikramat Tunggadewa.

Lahir tahun 990. Di .

Ratu Mahendradatta sendiri adalah anak Empu Senduk, Kediri. Entah bagaimana bisa jadi istri Raja Udayana nun jauh. Punya anak Airlangga pula: jadi raja besar kerajaan Kahuripan, dekat muara Sungai Brantas –kemungkinan besar di selatan Sidoarjo.

Betapa dan Jatim seperti menyatu saat itu. Padahal tidak pernah terdengar ada literatur yang menyebutkan di tahun-tahun itu dan Jawa tanpa selat.

Di , selalu pakai pakaian . Lengkap. Sehari-hari. Tapi ia selalu pakai kopiah hitam kalau ke rumah saya. (Dahlan Iskan)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Klik Berita Selanjutnya

Lihat juga video 'Sekap WNA Ukraina, Lima Bule di Denpasar Mengaku Polisi Internasional':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO