SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Publik kaget – terutama warga NU. Ketua Umum PKB A Muhaimin Iskandar (Cak Imin) tiba-tiba sangat berani dan percaya diri (PD) melawan pengaruh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). Tak hanya itu. Cak Imin terkesan “menyepelekan” pengaruh Gus Yahya.
“Bahkan, Yahya Cholil Ketum PBNU ngomong apa aja terhadap PKB, enggak ngaruh sama sekali," kata Muhaimin Iskandar dalam acara "Ngabuburit Bersama Tokoh" CNN Indonesia TV, Ahad (1/5/2022).
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Cak Imin tampak sangat percaya diri. Menurut dia, semua lembaga survei menyebutkan bahwa 13 juta pemilih PKB loyal, solid sampai ke bawah. Sehingga tidak perlu ada ketergantungan pada NU, terutama PBNU.
Yang menjadi pertanyaan besar, apa ada alasan lain yang lebih mendasar sehingga Cak Imin berani secara terbuka dan terang-terangan melawan Gus Yahya, ketua umum PBNU? Bukankah partai lain sangat hati-hati pada PBNU. Bahkan menunduk-nunduk agar dapat “barokah suara” melimpah?
Paling tidak, agar tak ada stigma negatif. Misalnya partainya tak dianggap berseberangan dengan organisasi Islam terbesar di Indonesia. Tapi kenapa Cak Imin justru mendeklarasikan “perang terbuka”?
Baca Juga: Syafiuddin Minta Menteri PU dan Presiden Prabowo Perhatikan Tangkis Laut di Bangkalan
Cak Imin sebenarnya cukup lama berpikir PKB mandiri, tidak tergantung pada PBNU. Tepatnya ketika PBNU dipimpin oleh KH Hasyim Muzadi. Maklum, Kiai Hasyim Muzadi tak bisa didekte. Sehingga Cak Imin tak punya akses ke PBNU.
Saat itu, Cak Imin – dalam diskusi-diskusi internal PKB – memberi contoh Partai Amanat Nasional (PAN).
“PAN tanpa didukung Muhammadiyah bisa jalan,” kata Cak Imin dalam beberapa kesempatan. Cak Imin membayangkan bahwa PKB profesional dengan tanpa ketergantungan pada bantuan PBNU.
Baca Juga: Menteri Rame-Rame Minta Tambah Anggaran, Cak Imin Rp 100 T, Maruar Rp 48,4 T, Menteri Lain Berapa T
Ide itu didukung penuh oleh kakak kandungnya, A Halim Iskandar, yang saat itu masih ketua DPC PKB Jombang. Kini Gus Nanang – panggilan akrab Halim Iskandar – Ketua DPW PKB Jawa Timur yang juga Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Tapi ketika KH Said Aqil Siroj terpilih sebagai ketua umum PBNU, Cak Imin mulai punya akses ke PBNU. Maklum, Cak Imin banyak “berperan” dalam Muktamar NU. Baik di Muktamar NU ke-32 di Makassar, lebih-lebih pada Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang. Cak Imin disebut-sebut sebagai aktor utama Muktamar NU terutama atas terpilihnya Said Aqil.
Cak Imin bahkan kemudian sukses menancapkan kader-kader PKB untuk “mengusai” struktur PBNU. Di antaranya Helmy Faishal Zaini yang kemudian menjabat Sekjen PBNU. Kebetulan Helmy Faishal besanan dengan Said Aqil Siroj. Putri Said Aqil menikah dengan adik kandung Helmy Faishal. Klop.
Baca Juga: Bang Udin, Pemuda Inspiratif Versi Forkom Jurnalis Nahdliyin
Bahkan lembaga dan banom PBNU banyak “dikuasai” kader-kader PKB. Kader PKB banyak menjadi ketua dan pengurus banom, lembaga, dan lajnah di PBNU.
Tapi pada Muktamar NU ke-34 Lampung, Cak Imin berada di persimpangan jalan. Semula Cak Imin mendukung Said Aqil Siroj yang maju sebagai calon ketua umum PBNU untuk ketiga kalinya. Tapi gagal karena kalah suara dengan Yahya Staquf. Kenapa gagal dan kalah, tentu para ketua PCNU yang tahu rahasianya.
Yang pasti - sekali lagi – Cak Imin berada di persimpangan jalan. Buktinya, kubu Said Aqil akhirnya kecewa terhadap Cak Imin karena dianggap tidak all out. Pada sisi lain Cak Imin tidak diterima sepenuhnya di kubu Yahya Staquf.
Baca Juga: Hadiri Kampanye Akbar Luluk-Lukman di Gresik, Cak Imin akan Sanksi Anggota DPRD yang tak Bergerak
Cak Imin makin tak punya harapan kepada PBNU ketika Yahya Staquf memberi pernyataan yang intinya mau mengambil jarak dengan PKB.
"Relasi NU dengan PKB saya kira alami sekali karena dulu PKB dulu sendiri diinisiasi, dideklarasikan, oleh pengurus-pengurus PBNU, itu satu hal. Tapi, sekali lagi tidak boleh lalu NU ini jadi alat dari PKB atau dikooptasi dengan PKB," ungkap Yahya pada program Newsroom CNN Indonesia TV, 29 November 2021.
Warga NU - terutama para kiai dan masyayikh - bangga sekali dengan pernyataan Yahya Staquf itu. Para masyayikh dan kiai menganggap Yahya Staquf independen, profesional, dan benar-benar kembali ke khittan 26: melepaskan diri dari politik praktis. Dan itulah yang menjadi harapan mayoritas warga NU.
Baca Juga: PKB Gelar Konsolidasi Pemenangan Paslon Luman dan Mudah di Pasuruan
Sebab selama PBNU dipimpin Said Aqil banyak sekali kiai-kiai NU jengah dengan “terlalu masuk”-nya PKB pada internal NU. Bahkan hampir semua kepengurusan NU di semua level di-“intervensi” oleh PKB. Sampai beberapa kiai menyatakan tak ada bedanya antara NU dan parpol.
(KH Yahya Cholil Staquf. Foto: Antara)
Namun para kiai akhirnya juga kecewa kepada Yahya Staquf, ketika tahu bahwa di balik pernyataan itu ternyata bukan kembali ke khittah 26, tapi ada partai lain yang “menggantikan” posisi PKB, yaitu PDIP. Para kiai menggerutu: PBNU lepas dari PKB ternyata jatuh ke pelukan PDIP. Setidaknya, itulah yang jadi pembahasan di grup WA para kiai NU.
Baca Juga: Perseteruan PAN dan PKB di DPRD Kota Blitar, Koalisi Pilwali Terancam Bubar
Masuknya Mardani Maming, Ketua DPD PDIP Kalimantan Selatan, sebagai Bendahara Umum PBNU, menjadi bukti bahwa PBNU tetap diwarnai para politikus dan terlibat politik praktis. Bahkan Mardani tak sendirian. Masih ada kader PDIP lain yaitu Ahmad Basyarah yang ditancapkan sebagai wakil ketua Lakpesdam PBNU.
Ahmad Basyarah duduk sebagai wakil ketua Lakpesdam mendampingi Ketua Lakpesdam PBNU Ulil Abshar Abdallah, kerabat dekat Gus Yahya. Ulil adalah menantu Gus Mus.
Ironisnya, hanya dalam beberapa bulan Mardani Maming menjabat Bendahara Umum PBNU, ternyata dipanggil Pengadilan Tipikor Kalsel sebagai saksi kasus dugaan korupsi. Terlepas “hanya” sebagai saksi, tapi nama PBNU akhirnya terseret secara negatif. PBNU jadi sorotan nasional. Baru kali ini PBNU jadi sorotan publik dalam kasus dugaan korupsi.
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya
Karena itu banyak kiai yang prihatin. Terutama para pengurus NU di tingkat wilayah dan cabang. Apalagi ada pengerahan Banser untuk membela Mardani Maming. Itulah yang sangat disayangkan banyak kiai.
"Lha, dalam kasus ini partainya (PDIP) saja tidak melakukan pembelaan, kok PBNU malah bertindak yang berlebihan dengan pasang badan untuk Mardani Maming. Ada apa ini?," kata KH Abdussalam Shohib (Gus Salam), Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, dikutip Tempo.co., 25 April 2022.
"Para Muassis (pendiri) NU telah memberikan sikap tegas bila ada hal-hal berkaitan dengan hukum," tegas cucu Kiai Bisri Syansuri, Rais Aam Syuriah PBNU 1971-1980 itu.
Gus Salam adalah pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar. Jombang. Ia masih kerabat dekat Cak Imin.
Hingga sekarang keberaniaan Cak Imin melawan ketua umum PBNU masih terus menjadi perbincangan warga NU dan kiai-kiai NU. Adakah alasan mendasar bagi Cak Imin sehingga ia nekat perang terbuka melawan Yahya Staquf?
Saya tadi malam dikontak seorang aktivis NU Jawa Timur. Ia mantan ketua PMII Jatim. Ia mengaku sangat kecewa terhadap Cak Imin.
“Tapi kalau PMII melawan HMI saya pasti membela PMII,” kata dia kepada saya sembari minta namanya dirahasiakan.
"Yang repot kalau PMII berhadapan dengan PMII. Tapi kalau Cak Imin berhadapan dengan Yahya, ya saya pasti membela Cak Imin," katanya.
Cak Imin adalah mantan ketua umum Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Sedang Yahya Staquf aktivis Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI).
Saya tanya kenapa minta namanya dirahasiakan? Bukankah aktivis PMII itu “tangan terkepal maju ke depan”?
“Ya belum waktunya,” jawabnya. Saya tertawa. Ia ikut tertawa, meski mungkin kurang ikhlas.
Tampaknya masalah PMII dan HMI ini masih menjadi api dalam sekam di kepengurusan NU. Dan itu terjadi pada semua level.
(Massa PKB. Foto: Antara)
Uniknya, di tengah kontroversi PMII-HMI, ternyata grafik kader HMI justru naik di semua kepengurusan NU. Termasuk di PWNU Jawa Timur. Bahkan ada yang menyebut kader HMI yang duduk dalam kepengurusan PWNU Jawa Timur mencapai 40 persen. Padahal Jawa Timur adalah “markas besar” PMII.
Benarkah? Saya pernah kontak Ketua PWNU Jawa Timur KH Marzuki Mustamar. Pengasuh Pondok Pesantren Sabilur Rosyad, Gasek, Malang Jawa Timur itu, mengakui memang ada kenaikan. Tapi tidak sampai 40 persen.
“Ndak sampai 40 persen, tapi memang ada kenaikan,” jelas Kiai Marzuki Mustamar kepada saya lewat telepon.
Apakah grafik kader HMI naik di kepengurusan PWNU Jatim karena faktor Saifullah Yusuf (Gus Ipul)? Wallahua’lam bisshawab. Yang pasti, Wali Kota Pasuruan yang kini Sekjen PBNU itu juga kader HMI. Dan saat menjabat Wakil Gubernur Jawa Timur, Gus Ipul sangat berpengaruh, termasuk pada PWNU Jatim.
Bahkan dalam Pilgub Jatim, semua pengurus PWNU Jawa Timur solid berkampanye untuk kemenangan Gus Ipul dan Puti Guntur Soekarno (kader PDIP). Tapi dalam konstestasi politik itu Gus Ipul kalah dengan pasangan Khofifah Indar Parawansa yang berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak.
Pertanyaan lain, benarkah Cak Imin percaya diri melawan Yahya Staquf karena di-back up para kiai NU yang berlatar belakang PMII? Saya masih perlu survei secara detail ke kiai-kiai NU.
Yang pasti - diakui atau tidak - kiai-kiai NU berlatar belakang PMII masih setengah hati mendukung Yahya Staquf. Dan ini fakta. Saya sering berdiskusi dengan beliau-beliau. Bahkan seorang kiai yang kini jadi ketua NU mengaku heran, kenapa ada ketua PCNU mau mendukung ketua umum PBNU berlatar belakang HMI.
Ini berarti legitimasi Yahya Staquf belum utuh. Memang secara de jure Yahya Staquf terpilih sebagai ketua umum PBNU di Muktamar ke-34 NU di Lampung. Tapi fakta di kepengurusan wilayah dan cabang (kabupaten/kota) belum sepenuhnya bisa menerima secara utuh. Bahkan hingga sekarang hubungan PBNU dengan sebagian pengurus PWNU Jatim masih seperti api dalam sekam.
Kita bisa saja bilang: walah zaman sekarang di NU kok masih ada sentimen PMII dan HMI. Kapan NU majunya? Tapi fakta di benak semua aktivis PMII, “semangat korp” tak bisa hilang. Tentu juga di benak aktivis HMI. Meski kadang tak rasional.
"Kalau PBNU dipimpin kader HMI, untuk apa PBNU mendirikan PMII," kata seorang kiai. Bukankah HMI organisasi di luar NU?
Bahkan dalam acara IKA PMII seorang kiai memberikan pernyataan keras. “Cukup sekali ini saja HMI menjadi ketua umum PBNU,” tegas kiai tersebut seraya menyudahi pidatonya yang kemudian mendapat tepuk tangan meriah.
Ada juga spekulasi politik, kenapa Cak Imin berani perang terbuka melawan Yahya Staquf.
“Karena ada gerakan untuk menghabisi Cak Imin sebagai ketua umum PKB,” tutur seorang sahabat aktivis NU di Jakarta kepada saya tadi pagi.
Berarti Cak Imin sedang digoyang ya? “Sekarang Cak Imin konsolidasi terus di PKB,” tambahnya.
Rumor ini memang cukup lama beredar. Dan banyak kader NU yang disebut sebagai kandidat untuk menggantikan Cak Imin. Antara lain: Yaqut Cholil Qoumas, Yenny Wahid, dan nama lain.
Namun hingga sekarang tetap hanya sebagai rumor. Cak Imin tetap masih ketua umum PKB.
Ya, kita tunggu saja manuver politik selanjutnya. Yang pasti, Cak Imin telah menabuh genderang perang! Wallahua’lam bisshawab.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News