Hadiri Pelatihan Guru, Kepala Bakesbangpol Sidoarjo Ungkap Pemicu Intoleransi

Hadiri Pelatihan Guru, Kepala Bakesbangpol Sidoarjo Ungkap Pemicu Intoleransi Kepala Bakesbangpol Sidoarjo, Mustain Baladan, saat memberi pemaparan di acara yang digelar BrangWetan. Foto: Ist

SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) , Mustain Baladan, menghadiri pelatihan untuk kalangan guru-guru di Kota Delta yang diselenggarakan Komunitas Seni Budaya BrangWetan di Mojokerto, Rabu (22/6/2022).

Saat itu, ia menyebut ada tiga hal yang menjadi penyebab terjadinya intoleransi. Pertama, mereka merasa dirinya benar dan orang lain salah, dan kemudian menjalankan agama hanya secara tekstual saja, bukan kontekstual. 

Hal tersebut bukan hanya di kelompok muslim saja, melainkan juga di penganut agama lain, meskipun yang banyak terlihat dari kelompok muslim. Terakhir, intoleransi terjadi karena para penganut agama kurang pas memahami sunnah dan mengidentikkan budaya Arab dengan ajaran Islam.

Selanjutnya Mustain menyampaikan kegelisahannya melihat kondisi masyarakat selama ini, karena kalau ada orang kumpul-kumpul sudah cenderung melakukan unjuk rasa. Giat bertajuk 'Training Pembuatan Konten dan Media Pembelajaran Berbasis Toleransi Bagi Guru Mata Pelajaran dan Guru/Pembimbing Esktrakurikuer' berlangsung hingga hari ini, Kamis (23/6/2022)

"Ungkapan takbir sekarang ini digunakan untuk menyerang teman sendiri yang dianggap berlawanan. Sudah terjadi pergeseran nilai, sehingga menjurus ke arah intoleransi," ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima BANGSAONLINE.com.

Padahal, kata Mustain, apa yang terjadi di negara-negara Arab sudah sedikit yang stabil, mulai dari Afganistan, Irak, Syria, Libanon. Semuanya hancur. Karena mereka tidak mampu menerjemahkan agama dalam wawasan kebangsaan.

Akibatnya perang terus. Tidak sempat membangun. Bahkan di antara mereka terusir dari negaranya sendiri. Contohnya Afganistan.

Karena itu menurut Mustain, peran ulama atau pemuka agama sangat penting bagaimana menempatkan agama secara kontekstual.

Dicontohkan, sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, KH Wahab Hasbullah menciptakan lagu Hubbul Waton Minal Iman, yang kemudian menjadi semacam lagu wajib bagi kalangan Nahdlatul Ulama (NU).

Pesan ini menunjukkan bahwa ulama NU sudah menegaskan bahwa negara ini harus kita amankan. Bahkan, Mustain pernah meminta warga HKBP (Huriah Kristen Batak Protestan) menggubah lagu Hubbul Waton Minal Iman dengan aransemen yang menarik dan dinyanyikan di Pura.

Inilah contoh toleransi yang mengedepankan kebangsaan di atas perbedaan agama. Sebagaimana pesan K.H. Said Agil, bahwa agama tetap dinomorsatukan tetapi budaya diutamakan. Sehingga semua berjalan dengan baik, tidak akan saling menyalahkan dan saling menjatuhkan.

“Kesemuanya ini harus kita pikirkan agar bangsa ini tidak hancur sebagaimana negara-negara di Timur Tengah, atau seperti Uni Sovyet, sehingga ke depan Indonesia menjadi negara yang Baldatun Thayyibatun Wa Robbun Ghofur (Negeri yang baik dengan Rabb (Tuhan) Yang Maha Pengampun),” pungkas Mustain.

Sementara itu, Harmoni Senior Technical Advisor, Umelto (Alto) Labetubun, dalam kesempatan yang sama menyebutkan bahwa tujuan kegiatan ini adalah bagaimana sekolah menjadi magnit bagi toleransi.

Lihat juga video 'Kecelakaan Karambol di Medaeng Sidoarjo, Truk Tabrak Tiga Mobil Hingga Terguling':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO