GRESIK, BANGSAONLINE.com - Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KB3PA) Gresik menggelar diskusi dengan awak media di kantor dinas KB3PA setempat di Jalan Dr. Wahidin, SH, Kebomas (28/6/2022).
Diskusi kali ini mengambil tema, "Pemberitaan Ramah Anak". Diskusi tersebut menghadirkan nara sumber Wakil Ketua Bidang Pendidikan PWI Jatim Wahyu Kuncoro.
Baca Juga: Bantu Padamkan Kebakaran Smelter, Presdir Freeport Indonesia Apresiasi Damkar Gresik dan Surabaya
Dalam diskusi itu di antaranya adalah dugaan pencabulan terhadap anak seperti kasus di Desa Mriyunan, Kecamatan Sidayu yang sempat viral. Dan kasus-kasus serupa lain. Termasuk penegak hukum dari Aparat Penegak Hukum (APH).
Ketua Komunitas Anak Gresik (KAG) Marsa yang hadir dalam diskusi tersebut menyatakan bahwa pemberitaan terhadap anak yang tersandung kasus hukum atau menjadi korban kasus hukum seperti tindak pidana pencabulan membuat anak trauma secara psikis (psikologi).
"Anak menjadi tak berani keluar rumah, tak berani sekolah, tak berani bergaul," ungkapnya.
Baca Juga: Kantongi Suara Mutlak, Amin Nahkodai PWI Mojokerto Periode 2024-2027
Untuk itu, Marsa meminta agar dalam pemberitaan benar-benar melakukan perlindungan terhadap anak. Misal tak menyebut nama anak dalam pemberitaan, alamat dan seterusnya.
"Saya minta dalam pemberitaan tolong anak dilindungi, biar tak makin trauma secara psikis," pintanya.
Ia juga minta dalam pemberitaan pencabulan anak, pelakunya yang bukan kategori anak, yang lebih diekspos, ditekankan agar publik tahu dan mendapatkan hukuman setimpal. "Saya minta pelakunya yang di-blow up, diekspos," tegasnya.
Baca Juga: Kedudukan Pers Sangat Tinggi dalam Undang-Undang, Wartawan Harus jaga Marwah Pers
Diskusi tersebut juga dikupas panjang lebar soal beredarnya video kasus dugaan pencabulan anak di Desa Mriyunan. Bahwa, penegakan hukum pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) harus ditegakkan.
Para awak media yang ikut diskusi itu mengungkapkan bahwa wartawan yang melakukan peliputan kasus anak di Gresik sudah memenuhi standar produk jurnalistik.
"Misalnya, penyebar circuit closes television (CCTV) kasus anak di Desa Meriyunan, Kecamayan Sidayu yang tersebar luas di media sosial (medsos). Pelaku atau penyebarnya harus segera ditangkap oleh aparat penegak hukum (APH)," ucap Muhammad Zaini, salah satu wartawan peserta diskusi.
Baca Juga: Tambah PADes dengan Bangun Kolam Renang, Pemdes Golokan Diapresiasi Kecamatan Sidayu Gresik
Dengan video yang tersebar itu pelakunya dengan menggunakan medsos sudah melanggar Pasal 32 UU ITE. Agar setiap kejadian penyebarnya harus ditangkap sebagai shoctherapy dengan harapan tidak terulang.
"APH jangan hanya menindak pelaku pelecehan secara fisiknya saja. Karena penyebar videonya termasuk melakukan teror pesikisnya anak. Mereka harus ditindak," pintanya.
Ketua Komunitas Wartawan Gresik (KWG), M. Syuhud Almanfaluty menyatakan, kasus-kasus yang melibatkan anak harus ada peran aktif dari APH.
Baca Juga: Jadi Sorotan Publik, Kabel Seluler Menjuntai di Perempatan Giri Gresik Usai Diterabas Tronton
"Kadang pelakunya berduit juga kendala tersendiri. Makanya diskusi semacam ini butuh menghadirkan dan melibatkan APH. Agar kasus yang menimpa anak benar terlindungi secara psikologis maupun fisiknya," ucapnya.
Syuhud menyatakan, harus dipahami bahwa yang disebut produk jurnalistik (berita) yang dimuat (tayangkan) media sudah melalui tahapan-tahapan, penggalian data, pembuatan berita, klarifikasi, dan salah satunya juga menjunjung kode etik.
"Jadi, wartawan tak sembarangan meng-up berita. Ada proses sesuai ketentuan," jelas wartawan BANGSAONLINE.com dan HARIAN BANGSA ini.
Baca Juga: FGD KWG dan Dinkes: Sosialisasi UHC Harus Lebih Digencarkan
Sebagai catatan, sesuai aturan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, media masa turut serta memberikan perlindungan bagi anak.
"Kami yakin teman-teman di KWG sudah tertib dan sudah memahami aturan tentang pemberitaan mengenai perlindungan anak. Sebab, itu sudah diatur dalam kode etik, karena anggota di KWG sudah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW), dan media tersertifikasi oleh Dewan Pers (DP)," pungkasnya.
Masduki, salah satu wartawan peserta diskusi juga memberikan penjelasan kepada para pendamping anak. Karena banyak pelaku pendamping yang tidak memahami produk jurnalistik dan medsos.
Baca Juga: Jadi Narasumber di FGD Dinkes dan KWG, Mujid: Industri Salah Satu Penyebab Masyarakat Terkena ISPA
"Pedamping anak juga harus paham jurnalistik. Paham mana produk jurnalistik dan mana medsos. Tidak semua dibaca narasinya seperti berita dikatakan produk jurnalistik. Karena banyak syarat yang harus dipenuhi. Ada dokmanya lalu dinilai itu produk jurnalistik, belum tentu juga," tutur salah satu wartawan yang tergabung dalam wadah KWG tersebut.
Wahyu Kuncoro menguraikan tentang produk jurnalistik. Dijelaskannya, wartawan tidak boleh sembarangan menuliskan identitas seorang anak yang terlibat dalam suatu kasus.
"Aturan ini sudah ada dalam Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang diatur dalam Peraturan Dewan Pers No 1 Tahun 2019. Di dalam pedoman ini, dijelaskan bagaimana cara seorang jurnalis meliput kasus yang melibatkan anak-anak," tuturnya.
Baca Juga: 134 Peserta Meriahkan KBAM 2024 Zona Timur
Dikatakan Wahyu, forum semacam itu penting agar semua memahami. Dengan duduk bersama menjadi penting karena banyak pihak ikut bertanggung jawab soal keselamatan anak.
"Problem kita hari ini adalah berhadapan dengam medsos. Kalau wartawan ada aturanya jelas. Medsos jika melanggar bisa dijerat dengan UU ITE," pungkasnya. (hud/ari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News