JEMBER, BANGSAONLINE.com - Di tengah hangatnya topik pengendalian inflasi yang saat ini menjadi sorotan publik, Kabupaten Jember mengalami deflasi sebesar 0,47 persen.
Semenjak dibukanya Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi 2022 secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada bulan lalu, hal tersebut menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dan masyarakat.
Baca Juga: Bupati Malang Terima Penghargaan dari Mendagri
Berbarengan dengan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) pengendalian inflasi yang dilakukan oleh Pemkab) Jember, BPS setempat merilis hasil pantauan perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Jember bulan Agustus 2022, Kamis (1/9/2022). Hasil tersebut tentunya juga disuguhkan pada rakorda yang dilakukan oleh Pemkab Jember.
Statistisi Ahli Muda Fungsi Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Jember Candra Birawa secara mengejutkan memaparkan deflasi pada bulan Agustus 2022. Dari data yang berhasil dirangkum, ia menjelaskan bahwa komponen penyumbang inflasi tidak dapat mengejar deflasi yang terjadi di Jember.
Beras sebagai komoditas penyumbang inflasi tertinggi di Jember, hanya menyumbang 0,0327 persen dengan besaran inflasi 0,77 persen. Disusul dengan rokok kretek filter yang juga mengalami inflasi sebesar 1 persen, hanya menyumbang 0,03 persen pada inflasi di Jember.
Baca Juga: Gandeng UPT Metrologi Legal Sidoarjo, Polisi Cek SPBU
Sedangkan deflasi didorong oleh komoditas penyumbang terbesarnya yakni cabai rawit, mengalami deflasi sebesar 35,16 persen dan memiliki andil sebesar 0,223 persen. Disusul juga oleh minyak goreng yang mengalami deflasi sebesar 10,15 persen dan memiliki andil sebesar 0,1537 persen.
"Dari 358 (komoditas yang dipantau), 58 komoditas mengalami deflasi, yang inflasi 103, selebihnya stabil. Dari jumlah komoditasnya kan lebih banyak inflasi ya, tapi Jember kok deflasi? Karena deflasinya sangat signifikan," terangnya.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam grafiknya, Jember terus mengalami inflasi di tiap bulan pada tahun 2022. Secara beruntun dari bulan Januari hingga Juli 2022, dengan inflasi: 0,46; 0,06; 1,07; 1,43; 0,52; 0,71; dan 0,67 persen.
Baca Juga: Pengawasan Terakhir Sebelum Lebaran, Disperdagin Kota Kediri Tak Temukan Kecurangan di SBPU
Hal itu ia katakan sebagai tren kenaikan harga. Sehingga menurutnya, dengan deflasi sebesar 0,47 persen di bulan Agustus menunjukkan bahwa harga yang terus naik tersebut sudah mencapai batasnya dan tidak dapat dinaikkan lagi, sehingga berikutnya adalah tren penurunan harga.
"Secara umum di Jember itu (pada bulan Januari hingga Juli 2022), itu mengalami kenaikan, trennya. Nah sekarang deflasi 0,47. Artinya mulai bulan sebelumnya naik terus dan sekarang wayahe mudhun (waktunya turun)," jelasnya.
Selain itu, dari analisisnya, ia juga mengatakan bahwa jika penyumbang terbesar inflasi selama ini adalah kelompok komoditas bahan makanan. Maka deflasi kali ini merupakan hasil dari faktor musim yang besar pengaruhnya terhadap komoditas tersebut.
Baca Juga: Jelang Lebaran, Polisi di Sidoarjo Tinjau SPBU
"Kalau tadi kelompok penyumbang terbesarnya adalah kelompok bahan makanan, nih terlebih dari faktor musim. Kalau dulu contohnya bawang merah sebagai penyumbang tertinggi, cabai (juga), itu karena kemarin musim hujan (banyak gagal panen dan menyebabkan kelangkaan). Nah kalau sekarang turun. Itu (cabe dan bawang merah) juga penyumbang terbesar deflasi," ungkapnya.
Dalam agenda rilis tersebut, Candra juga sempat menyinggung isu harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan naik. Ia mengatakan bahwa jika memang naik, nantinya dampak dari kenaikan tersebut akan memengaruhi inflasi selama beberapa bulan berikutnya.
"Ya, dampaknya nanti mungkin akan bertahan satu sampai tiga bulan berikutnya. Jadi, kalau bulan pertama inflasi terdampak hanya dari komoditas bensin, maka selanjutnya pasti akan terpengaruh sampai bulan-bulan berikutnya," tutupnya. (yud/bil/ari)
Baca Juga: Antisipasi Kecurangan Pegawai SPBU, Polres Bangkalan Tinjau Harga dan Ketersediaan BBM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News