INDRAMAYU, BANGSAONLINE.com – Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, bersama istri tercintanya, Nyai Hj Alif Fadhilah, tampak bahagia. Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur itu duduk di pelaminan mendampingi putranya, yaitu Dzul Azmi Al-Mutawakkil Alallah (Gus Azmi) yang menikah dengan Siti Hanriyanti (Ning Riri), di Heurgeulis Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (3/12/2022).
Ning Riri berasal dari keluarga sangat sederhana. Ia tidak berasal dari keluarga kaya dan juga bukan keturunan atau keluarga kiai. Ia hidup sederhana bersama orang tuanya di perkampungan sangat sederhana di Heurgeulis Indramayu Jawa Barat. Namun ia dikenal sebagai pelantun Salawat Nabi yang pernah juara I Lida Salawat Indonesiar MP3.
Baca Juga: Kiai Asep Beri Reward Peserta Tryout di Amanatul Ummah, Ada Uang hingga Koran Harian Bangsa
Lalu apa dasar Kiai Asep mengambil menantu? Bukankah para kiai umumnya mengambil menantu sesama putra atau putri kiai, bahkan kadang putra-putri pejabat dan orang kaya yang status sosialnya tinggi? Paling tidak, sepadan dengan status sosial dirinya?
Inilah yang menarik. Kiai Asep bercerita proses ambil menantu Riri. Menurut Kiai Asep, semula istrinya, Nyai Alif Fadhilah, menemukan Ririn di Youtube.
“Waktu itu (tertarik) karena bacaan salawatnya,” kata Kiai Asep saat memberi sambutan dalam acara resepsi pernikahan putranya yang nomor 7 tersebut.
Baca Juga: Pesantren di Lereng Gunung, 624 Santrinya Lolos PTN dan di 11 Perguruan Tinggi AS, Eropa dan Timteng
Namun, tegas Kiai Asep kemudian, bukan semata karena bacaan salawatnya, tapi faktor agamanya. Ketua Umum Persatuan Guru Nahdlaltul Ulama (NU) itu lalu mengutip Hadits yang diriwayatkan Abi Hurairah RA.
Rasulullah SAW bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Namun dari empat itu paling utama yang harus jadi perhatian adalah masalah agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat." (HR. Bukhari Muslim).
Meski demikian, Kiai Asep dan Nyai Fadhilah tak serta melamar Riri. “Saya bilang jangan dulu. Salat istikharah dulu. Saya minta istri saya salat istikharah dulu,” tutur Kiai Asep.
Baca Juga: Aqiqah Cucu ke-20 Kiai Asep, Prof Ridwan Nasir Singgung Rabiah Al Adawiyah dan Khofifah
Dalam salat meminta pilihan kepada Allah SWT itu, Nyai Alif Fadhilah membaca Surat Al Mulk ayat 14 sebanyak 1.000 kali.
“Tapi baru sampai 800 kali bacaan sudah muncul bayangan seorang perempuan berbaju putih,” tutur Kiai Asep. Kemudian ada pemuda – juga berbaju putih – datang mendekati. Mereka berkenalan yang berarti pertanda baik.
Baca Juga: Gus Barra-Rizal Turun ke Pasar, Pedagang Rebutan Cium Tangan Nyai Alif Fadhilah
Setelah mendapat isyarat baik, barulah dilakukan pencarian, di mana alamat Riri. Kiai Asep mengaku minta tolong Dr Saepulloh, ketua Pengurus Wilayah (PW) Pergunu Jawa Barat.
Ternyata tak mudah mencari alamat Riri. Padahal sudah dicari kemana-mana. “Mas Ipul kemudian mencari ke Dinas Dispendukcapil,” tutur Kiai Asep yang disambut tawa yang hadir. Saepulloh mendapat data lengkap dari Dispendukcapil, mulai dari nama Siti Hanriyanti alias Riri hingga orang tuanya.
Dari data itulah kemudian, Kang Ipul – panggilan Saepulloh, mengontak Ketua Pergunu Indramayu, Munaji Assaufani. Kang Ipul minta agar Munaji kontak Ketua PAC Haugeulis, Afsoni, untuk mencari alamat Riri, sesuai data dari Dispendukcapil.
Baca Juga: Pembukaan Multaqa Alumni Al Azhar VIII, Kiai Asep Ungkap Sejarah Amanatul Ummah, Dulu Tempat Jin
Ketemu? “Juga tak ketemu,” kata Kiai Asep lagi. Tawa hadirin kembali pecah.
Namun setelah dilakukan pencarian lagi akhirnya ketemu. “Ternyata rumah Riri tak jauh dari rumah Pak Afsoni,” tuturnya.
Setelah itu baru dilamar. “Saya minta Mas Ipul melamar ke orang tuanya,” tutur Kiai Asep.
Baca Juga: Kagumi Prestasi Amanatul Ummah, Kementerian Pendidikan Malaysia Studi Banding ke Pacet Mojokerto
Apa jawab Riri? Masih akan salat istikharah. “Tapi kata Mas Ipul gak usah salat istikharah karena Bu Nyai sudah salat istikharah,” tutur Kiai Asep.
Setelah itu baru dilakukan proses lamaran resmi. Bahkan kemudian secara cepat juga dinikahkan. Resepsi pernikahannya digelar di Pondok Pesantren Amanatul Ummah Jalan Siwalankerto Utara Surabaya. Secara besar-besaran. Para tokoh hadir.
Saat itu dihadiri para syaikh Unviersitas Al Azhar Mesir, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Paranwansa, penceramah kondang Gus Miftah, Wakil Ketua MPR, Yandri Susanto, penyanyi Pasha Ungu dan tokoh-tokoh nasional lainnya.
Baca Juga: Akad Nikah Putri Kiai Asep Dihadiri Syaikh Mesir, Dubes Sudan, Khofifah, Wakil Ketua MPR, dan Kiai
Kiai Asep berharap doa-doa para syaikh dan semua ulama yang hadir saat resepsi pernikahan itu diijabahi oleh Allah SWT. Sehingga menjadikan rumah tangga Gus Azmi dan Ning Riri, menjadi rumah tangga yang baik, mendapat keturunan yang baik, dan diridlahi Allah SWT.
Setelah pernikahan itu, Kiai Asep akan memberangkatkan Ning Riri ke Mesir untuk kuliah Universitas Al Azhar. Tentu atas fasilitas dan akses Kiai Asep. Bahkan Ning Riri juga sudah dibangunkan rumah cukup luas dan mewah oleh Kiai Asep. Rumah itulah yang kemudian dijadikan tempat resepsi pernikahan kedua di Haurgeulis Indramayu Jawa Barat.
Begitu juga Gus Azmi, tutur Kiai Asep, akan berangkat ke Belanda. Juga untuk kuliah. "Karena katanya hanya di Belanda ada industri farmasi," kata Kiai Asep.
Baca Juga: Raih Gelar Master di UAC, Wakil Ketua MPR RI: Bila Republik Ini Miliki 10 Kiai Asep Makin Cepat Maju
Memang, setelah berselang sekitar 20 hari dari resepsi pernikahan di Surabaya, lalu digelar lagi di Haurgeulis. Namun secara sederhana. Acara itu selain dihadiri keluarga dan saudara-saudari Gus Azmi juga mengundang tetangga kampung.
“Kisah pernikahan Azmi, anak saya ini , ama dengan saya,” tutur Kiai Asep.
Apa kesamaannya?
“Saya dulu bertemu Bu Nyai itu jam 2 siang, kemudian pukul 4 sore dilamar, pukul 8 malam nikah. Saat itu Bu Nyai masih kelas 3 SMP, ” tutur Kiai Asep yang disambut tawa hadirin.
Usai akad nikah, Kiai Asep pulang ke Surabaya. Bu Nyai Fadhilah - yang saat itu masih kecil - mengantar Kiai Asep ke stasiun kereta api. “Bu Nyai naik ke atas kereta. Kemudian keretanya berjalan. Bu Nyai katut kereta api sampai ke Brebes,” kata Kiai Asep yang lagi disambut tawa hadirin.
Akhirnya, Kiai Asep balik mengantar Bu Nyai ke Indramayu lagi. Karena Nyai Alif Fadhilah saat itu juga masih mau ujian SMP.
Begitu tamat SMP, Kiai Asep lalu memondokkan Nyai Alif Fadhilah di Sidoarjo Jawa Timur. Nyai Alif Fadhilah masuk Madrasah Aliyah. “Selama tiga tahun saya kunjungi tiap minggu. Sekolah dan pondok tidak tahu kalau itu istri saya,” kata Kiai Asep sambil tertawa.
Tamat Aliyah Nyai Fadhilah kuliah di IAIN Sunan Ampel. Tapi tak tamat. “Karena semester I hamil,” tutur Kiai Asep.
Dalam acara resepsi pernikahan itu Dr KH Mujib Qolyubi diminta memberikan tashiyah. Mantan Wakil Katib Syuriah PBNU itu berharap kedua mempelai meneladani kisah rumah tangga Kiai Asep, ayahandanya.
“Indah, romantis, yang perlu ditiru,” kata Kiai Mujib Qolyubi.
(Dr KH Mujib Qolyubi saat memberikan taushiyah. Foto: MMA/bangsaonline.com)
Menurut dia, pernikahan adalah syariat paling tua. Yaitu sejak zaman Nabi Adam. Ketika Allah menciptakan Siti Hawa, tiba-tiba Nabi Adam mendekat. Mau memegang. Tapi Malaikat Jibril melarang sebelum Nabi Adam memberikan mahar.
"Nabi Adam tak tahu apa itu mahar. Saat itu belum ada fiqih munakahat," kata Kiai Mujib.
Malaikat Jibril kemudian memberi tahu Nabi Adam. "Saat itu maharnya membaca salawat 20 kali. Padahal secara fisik Nabi Muhammad belum ada. Tapi Nur Muhammad sudah ada," katanya.
Kiai Mujib Qolyubi juga menegaskan bahwa pernikahan merupakan mitsaqan ghalidza. Yaitu perjanjian agung dan sangat kuat.
Bahkan, tegas Kiai Mujib, ada tiga mitsaqan ghalidza yang disebut dalam Al Quran. Selain pernikahan adalah peristiwa tobatnya Bani Israel dan Surat Keputusan pengangkatan para Nabi. Jadi pernikahan itu merupakan peristiwa sangat penting dalam kehidupan manusia.
Karena itu pernikahan harus dirawat. Selain saling mencintai dan menghargai juga saling mengalah. Seorang suami juga harus menghargai istrinya.
Kiai Mujib Qolyubi bercerita tentang rumah tangga Sayyidina Umar Bin Khattab. Menurut dia, meski Umar dikenal sebagai tokoh sangat galak dan pemberani tapi di hadapan istrinya tak berkutik.
“Kalau istrinya marah, Umar diam saja,” kata Kiai Mujib Qolyubi yang disambut tawa hadirin. Bahkan, tutur Kiai Mujib, ada seorang suami yang mau mengadukan istrinya karena selalu ngomel dan marah-marah, tapi ia batalkan setelah mendengar Umar sedang dimarahi isterinya.
Besoknya, seorang suami ini datang ke Umar tanya kenapa diam saja ketika dimarahi isterinya, padahal Umar seorang Amirul Mukminin atau presiden.
Umar menjawab bahwa isterinya banyak berjasa. Menurut Umar, Istri adalah sumber kebahagiaan yang diberikan Allah. Dari istri, ia mendapat keturunan. Juga istri yang menyusui anak-anaknya. Bahkan istri juga memenuhisegala kebutuhan. Karena itu Umar tak mau berdebat dengan istrinya.
Mengomentari cara Kiai Asep mengambil menantu, Kiai Mujib Qolyubi kepada BANGSAONLINE.com mengatakan bahwa ada ciri-ciri wali pada Kiai Asep. "Saya tak mengatakan beliau wali karena laa' ya'riful wali illal wali (tak ada yang tahu wali kecuali sesama walinya). Tapi ada ciri wali pada Kiai Asep," katanya.
Contohnya apa? "Beliau dalam mengambil menantu hanya berdasarkan kepasrahan kepada Allah. Tak takut apapun (status sosial, masa depan), kecuali kepada Allah," katanya. Padahal, kata dia, orang lain selalu punya syarat tertentu untuk ambil menantu. Terutama tentang status sosial dan masa depan ekonominya. (MMA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News