GRESIK, BANGSAONLINE.com - Pemkab Gresik tampaknya serius menindaklanjuti keberadaan PT Orela Shipyard di Desa Ngimboh Kecamatan Ujung Pangkah yang berdiri selama tiga tahun tanpa dilengkapi izin. Karena itu, Pemkab Gresik akan mengambil langkah tegas terhadap keberadaan pabrik pemroduksi kapal pesiar dan doking kapal tersebut.
Bahkan, Pemkab Gresik kemungkinan besar akan melakukan penutupan aktivitas pabrik PT Orela yang baru-baru ini disidak oleh Komisi A dan Komisi B DPRD Gresik.
Baca Juga: Plt Bupati Gresik Teken Serah Terima Pengelolaan Sementara Stadion Gelora Joko Samudro
"Kami jelas akan mengambil tindakan tegas terhadap keberadaan perusahaan tersebut," kata Kabid Penanaman Modalk BPPM Pemkab Gresik, Subhan, Rabu (27/5).
Tindakan tegas itu, kata Subhan bisa berupa penutupan dan lainnya. Namun, untuk penutupan, pihaknya menunggu rapat Tim Pokja Perizinan, terdiri BPPM (Badan Perizinan dan Penanaman Modal), DPPKAD (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja), Dishub (Dinas Perhubungan), Staf Ahli Bupati, Asiten II dan BLH (Badan Lingkungan Hidup).
Menurut Subhan, kalau dilihat dari peta, wilayah yang ditempati PT Orela berdasarkan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) merupakan wilayah industri. Oleh karena itu sebenarnya PT Orela tidak melanggar aturan mendirikan pabrik di sana.
Namun, kesalahan pihak Orela yaitu tidak mengurus kelengkapan perizinan. Bahkan, aktivitas pabrik tersebut sudah berjalan selama tiga tahun. "Itu yang kami salahkan," jelas Subhan.
PT Orela sendiri, lanjut Subhan, berdiri di atas lahan sekitar 3 hektar. Lahan seluas itu sebagian sudah bersertifikat dari BPN (Badan Pertanahan Nasional). Namun, sebagian lain tidak ada, karena lahan tersebut berdasarkan informasi yang masuk di BPPM, statusnya TN (tanah negara).
Kalau benar, bahwa separoh lahan yang digunakan PT Orela tersebut adalah TN, maka pihak Orela bisa dibilang melakukan penyerobotan lahan milik negara. Dan, tindakan tersebut jelas melanggar aturan. "Cuma itu bukan ranahnya BPPM," pungkas Subhan.
Sementara Sekretaris JCW (Jatim Corruption Watch), Hasanudin mengatakan, akan terus mengawal kasus penyerobotan dan jual beli tanah oloran di Desa Ngimboh dan Dusun Cabean Kecamatan Ujung Pangkah tersebut.
Sebab, tindakan penyerobotan dan jual beli tanah negara yang dilakukan oleh sejumlah oknum perangkat Desa Ngimboh dan mantan Kades Ngimboh itu jelas telah melanggar UU Undang-Undang 23 tahun 2014, tentang Pemda (pemerintah daerah).
Kasus tersebut, tambah Hasanudin, sekarang tengah ditangani oleh Kejari (Kejaksaan Negeri) Gresik. Bahkan, Kejaksaan telah memangil beberapa orang untuk dimintai keterangan, seperti Kades Ngimboh, Ana Mukhlisa, Trantib Kecamatan Ujung Pangkah, Waluyo, Sekretaris Desa, dan Bendahara Desa Ngimboh.
"Kalau Kejaksaan Negeri Gresik tidak serius usut kasus tersebut, saya naik ke Kejagung (Kejaksaan Agung)," kata Hasanudin. (hud/rvl)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News