KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Bedah buku Pangeran Samber Nyowo digelar tepat pada hari kelahirannya, yaitu tanggal 7 April, di situs Ndalem Pojok, rumah masa kecil Presiden Soekarno, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Kamis (7/4/2023).
Dalam paparannya, Ketua Tim Penulis Edi Setiawan mengatakan, buku setebal 496 halaman ini, merupakan hasil kerja bersama timnya yang berjumlah 400 orang.
Baca Juga: Uniska Jalin Kerja Sama dengan Bank Indonesia Melalui Program Beasiswa
Menurutnya, buku Pangeran Samber Nyowo ini tersusun, setelah tim melakukan pengkajian dari berbagai sumber dan turun kelapangan, menelusuri situs-situs dan mewawancarai berbagai narasumber. Selain melengkapi, banyak temuan yang agak berbeda dari penulisan sejarah Samber Nyowo Sebelumnya.
“Dalam buku ini ada hal baru yang sangat berbeda. Misalnya, semua buku sejarah menuliskan bahwa Pangeran Samber Nyowo adalah pemberontak, dalam buku ini tidak. Pangeran Samber Nyowo adalah pejuang bukan pemberontak. Secara persepsi ini beda,” ungkap Edi Setiawan.
Edi juga menyebut, banyak tulisan yang mengatakan Pangeran Samber Nyowo ini suka perempuan, tayuban dan mabuk-mabukan. Menurutnya, hal ini, juga tidak tepat.
Baca Juga: Pjs Bupati Kediri Ikuti Senam Bareng Dinkes di Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-60
“Banyak buku yang menyebut setiap menang perang, Pangeran Samber Nyowo langsung menggelar tayuban dan mabuk-mabukan. Jadi Pangeran Samber Nyowo dipersepsikan suka perempuan, tayuban dan suka mabuk-mabukan ini tidak benar. Beliau ini pejuang yang religius, seorang sufi, juga penulis AQur’an, ada beberapa tinggalan Alqur’an tulisan tangan beliau. Apa iya berbuat seperti itu?,” tambahnya.
Hal lain yang menurutnya berbeda adalah, analisa, data dan fakta tentang peperangan yang dilakukan Pangeran Samber Nyowo. Ia menyimpulkan, Pangeran Sambernyowo tidak pernah terkalahkan.
“Dalam semua pertempuran sekitar 250 peperangan, Pangeran Samber Nyowo ini tidak pernah terkalahkan. Sekalipun, tidak pernah,” tuturnya.
Baca Juga: OTK Penantang Duel Kabag Ops Polres Kediri Kota Diamankan, Ternyata Menderita Gangguan Jiwa
Ia mengatakan, Tiga strategi perang yang dilakukan oleh Pangeran Samber Nyowo yaitu, wewelutan, dedemitan dan jemblungan. Jadi, Sang Pangeran tidak pernah perang secara frontal.
"Kalau ada musuh, lari, ini strategi perang, bukan kalah. Nah, kemudian setelah musuh berpencar baru diserang. Jadi Pangeran Samber Nyowo tidak pernah kalah sekalipun,” tambah pria asal Kota Malang ini.
Secara umum, semua peserta mengaku puas dengan bedah buku tersebut, termasuk K.R.AP Eri Ratmanto. Ia mengatakan, pihak keluarga merasa puas dan mengapresiasi paparan sang penulis.
Baca Juga: Kejari Kabupaten Kediri, Kenalkan Program Sareng Jaga Desa
“Disini kami menemukan kawan-kawan yang punya keberanian dan semangat yang luar biasa, ada spirit Samber Nyowo disini, dan buku ini sangat berani,” ujar pria yang juga Koordinator Komunitas Pancasila Dasar Negara bukan Pilar ini.
Namun demikian, ia juga mengingatkan kepada penulis, agar sampul buku yang terpasang, gambar Samber Nyowo bisa dipertimbangkan kembali. Sebab, menurutnya, pihak keraton melarang pemasangan foto Samber Nyowo, karena foto Pangeran Samber Nyowo tidak pernah ada.
“Saya sudah mencari sampai di perpustakaan Leiden Belanda, memang tidak ditemukan foto Eyang kami Pangeran Samber Nyowo. Lah, lalu itu foto siapa? Jadi mohon penulis bisa mempertimbangkan,”ujar Eri sambari tersenyum.
Baca Juga: Desak Ketua LMDH Budi Daya Satak Mundur, Kantor Perhutani Kediri Didemo Warga
Ia pun menunjukkan, buku silsilah dari Keraton mangkunegaran dan memang tidak ada foto Mangkunegara I atau Pangeran Samber Nyowo.
Sementara itu, Ketua Harian Situs Ndalem Pojok Persada Sukarno, Kushartono mengatakan, semua yang telah dipahami tentang perjuangan Pangeran Samber Nyowo ini, benar-benar bisa diwarisi, dan bukan hanya sekedar menjadi bahan pembicaraan.
"Ini yang penting, strategi perang wewelutan, dedemitan, jejemblungan perlu diaplikasikan dalam kehidupan modern saat ini,” ujar Kushartono.
Baca Juga: Polres Kediri Tangkap Tiga Terduga Kasus Judol
Dialog dan bedah buku yang berakhir dini hari tersebut memang berlangsung cukup panjang, rangkain acara diawali dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya tiga stanza, Pembacaan Pembukaan UUD 1945, Pembacaan Pancasila Dasar Negara dan Pembacaan Sumpah Jati Diri Bangsa Indonesia.
Kemudian, sambutan-sambutan, santunan anak yatim, doa lintas agama dan penutup dengan menggunakan lagu Syukur tiga stanza. Doa lintas agama sendiri dipimpin oleh Ki Setiaji (Katolik), Romo M. Jasin Jawi (Ketua Penghayat Keyakinan Yang Maha Esa Kota Kediri), Suhu Jetsun Arahato (Budhha), Sumadi Made, B.Sc (Hindu) dan Sikan Abdillah (Muslim). (uji/sis)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News