BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com – Musim kemarau di Bojonegoro semakin terasa. Hal itu terbukti setelah sekitar 160 embung dari total 332 embung yang kini telah mengering. Embung atau bendungan kecil itu sedianya digunakan menyimpan air saat musim hujan dan bisa dimanfaatkan untuk pengairan selama musim kemarau.
Namun, ratusan embung itu kini mulai mengering dan dipastikan tidak bisa digunakan untuk kebutuhan bagi warga di sekitar lokasi embung. Bahkan tidak hanya embung saja yang mengering, persediaan air di Waduk Pacal di Kecamatan Temayang kini juga tinggal 1 juta meter kubik dari daya tampung sekitar 32 juta meter kubik.
Baca Juga: Disnakkan Bojonegoro Pantau Kesehatan Hewan Kurban
Padahal, waduk bikinan masa Belanda sekitar tahun 1933 itu menjadi andalan persediaan pengairan pertanian di wilayah selatan dan timur Bojonegoro.
Kepala Dinas Pengairan Bojonegoro, Edy Susanto mengatakan, saat ini persediaan air di Waduk Pacal dinyatakan angka merah. Pintu air tidak boleh dibuka karena cadangan air yang tersisa untuk perawatan tembok waduk. “Kalau dibuka dan airnya habis, maka tembok keliling waduk akan rusak,” ujar Edy Susanto, Kamis (9/7).
Data dari Dinas Pengairan Bojonegoro menyebutkan, jumlah embung sebagian besar berada di kawasan Bojonegoro bagian timur dan selatan. Seperti di Kecamatan Kedungadem, Sugihwaras, Baureno, Gondang, Sekar, Tambakrejo, Ngambon, Sukosewu, Kepohbaru, Bubulan, Kedewan, Kasiman dan sebagian di Ngraho bagian timur.
Baca Juga: Pj Bupati Bojonegoro Serahkan SK Perpanjangan Jabatan Kades
Embung di Bojonegoro rata-rata berada di tanah berukuran satu hektare. Sedangkan luas embung bervariasi dari ukuran 70 meter kali 60 meter hingga ukuran di atasnya. Pemerintah Bojonegoro menetapkan rencana strategi 10 tahun dari 2008 hingga 2018 dibangun sebanyak 1.000 embung. Tujuan menciptakan jumlah banyak kantung air, guna menghidupi pertanian di Bojonegoro bagian selatan. (nur/rvl)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News