TULISAN INI TELAH MEMENANGKAN LOMBA KARYA JURNALISTIK YANG DIGELAR OLEH PEMKOT SURABAYA PADA TAHUN 2023 KATEGORI MEDIA CETAK DENGAN PREDIKAT JUARA 3
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Peneleh merupakan salah satu nama kelurahan di wilayah Kecamatan Genteng, Kota Surabaya. Secara geografis, Kelurahan Peneleh sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Bongkaran, sebelah timur Kelurahan Ketabang, sebelah selatan. Kelurahan Genteng, dan sebelah barat Kelurahan Alun-Alun Contong.
Baca Juga: Warga Mulyorejo Digegerkan Janda Bersimbah Darah, Diduga Hendak Bunuh Diri
Peneleh merupakan salah satu kelurahan di Kota Surabaya yang memiliki jumlah kampung terbanyak, yakni 9 kampung. Secara berurutan mulai dari Kampung Jagalan, Lawang Seketeng, Pandean, Peneleh, Plampitan, Polak, Undaan, Klimbungan, serta Kampung Grogol.
Nama Peneleh juga dipercaya berasal dari kata dalam bahasa Jawa yakni "pinilih", yang bermakna "terpilih" atau kaum pilihan. Namun, pengucapan di masyarakat jadi bergeser dari penilih menjadi peneleh hingga sekarang.
Mengulik sejarah kawasan Peneleh sama halnya dengan menelusuri jejak sejarah Kota Surabaya. Surabaya telah melewati perjalanan panjang selama berabad-abad lamanya. Mulai dari masa prakolonial (masa klasik Indonesia dan VOC (1602-1799)), kolonial (1800-1945), kemerdekaan (1945-1949), serta pascakemerdekaan (1950-sekarang).
Baca Juga: Kampung Narkoba di Jalan Kunti Surabaya Kembali Digerebek: 23 Pecandu Direhab, 2 Pengedar Ditangkap
Begitu juga dengan kawasan Peneleh yang telah mengalami hal yang serupa. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peninggalan bersejarah yang mewakili peradaban pada masa-masa tersebut.
Kawasan Peneleh yang diapit dua sungai/kali yakni Kali Mas dan Kali Pegirian ini diduga merupakan kampung tertua di Kota Surabaya. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sebuah sumur tua peninggalan era Kerajaan Majapahit (1293-1527). Keberadaan Sumur Jobong di Kampung Pandean Gang I ini dikuatkan juga dengan temuan tulang-belulang manusia yang diperkirakan hidup sekitar tahun 1430-an.
GH Von Faber, seorang sejarawan dan budayawan kelahiran Surabaya. Ayahnya Jerman-Belanda, serta ibu Belanda. Dia mengatakan, Peneleh sudah ada sejak tahun 1270. Hal ini ditulis dalam bukunya yang berjudul "Er Werd Een Stad Geboren" terbitan tahun 1953.
Baca Juga: Polisi Bongkar Motif Janda Dibunuh Kekasih di Surabaya, Dipicu Surat Gadai Emas
Dalam bukunya ini, Von Faber membuat kesimpulan bahwa Surabaya didirikan oleh Raja Kertanegara pada tahun 1275. Raja Singasari terakhir ini memakai Surabaya sebagai permukiman baru bagi para prajuritnya yang telah berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan tahun 1270 M.
Tak hanya pengaruh klasik dari era Kerajaan Majapahit, Peneleh juga mendapatkan sentuhan islami saat masuknya Sunan Ampel atau Raden Rahmat untuk menyebarkan Islam di Surabaya pada abad ke-15. Hal ini dibuktikan dengan adanya Masjid Jamik Peneleh yang didirikan oleh Sunan Ampel saat perjalanan menuju ke wilayah Ampel Denta melalui Sungai Mas / Kali Mas. Masjid Jamik Peneleh yang dibangun sekitar tahun 1430-an ini berlokasi di Kampung Peneleh Gang V.
Pada masa kemerdekaan, Masjid Jamik Peneleh juga dipakai oleh para pejuang RI yang tergabung dalam Laskar Hizbullah untuk mengatur strategi perang melawan pasukan Belanda.
Baca Juga: PT Umroh Kilat Indonesia, Prioritaskan Beri Edukasi ke Para Jemaah
Pengaruh Islam melekat di kawasan Peneleh juga dibuktikan dengan adanya Langgar Dukur Kayu yang berada di Kampung Lawang Seketeng VI atau Gang Ponten. Langgar yang berdiri di tengah-tengah perkampungan padat penduduk ini konon didirikan oleh sejumlah ulama kampung setempat pada tahun 1893.
Langgar Dukur Kayu yang diperkirakan sudah berusia 130 tahun ini juga menjadi tempat belajar mengaji Bung Karno (Presiden Pertama RI Soekarno) bersama Bung Tomo (Soetomo) saat remaja bersama guru ngajinya, Mbah Pitono yang makamnya terletak di Kampung Lawang Seketeng Gang III.
Baca Juga: Korban Tewas, Begal Perempuan di Surabaya Hanya Dikenakan Pasal Curat, Pengacara Beberkan Alasannya
Kampung Para Pahlawan dan Bapak Bangsa
Peneleh juga dikenal dengan sebutan kampung para pahlawan serta kampung bapak bangsa. Ini karena di kawasan itu terdapat empat pahlawan nasional yang bisa ditelusuri jejaknya dari rumah-rumah peninggalannya. Mulai dari Langgar Dukur Kayu tempat mengaji Bung Tomo dan Bung Karno, Rumah HOS Cokroaminoto di Kampung Peneleh Gang VII, rumah lahir Bung Karno yang berada di Kampung Pandean Gang IV, serta Rumah Lahir Cak Roes (Roeslan Abdulgani) di Kampung Plampitan Gang VII.
HOS Cokroaminoto merupakan seorang Pendiri dan Pemimpin Sarekat Islam, guru bangsa, bapak bangsa, sekaligus bapak kos dari anak-anak kos yang ke depannya memiliki andil besar dalam perjalanan bangsa. Anak-anak kos ini adalah Soekarno (Presiden Pertama RI), Alimin (Tokoh Pergerakan Kemerdekaan Indoneia), Semaoen (Pendiri dan Ketua PKI pertama), Muso (Pemimpin Pemberontakana PKI Madiun), serta Kartosoewirjo (Pendiri DI/TII).
Baca Juga: Hearing Lanjutan soal RHU dan Efek Pengendara Mabuk, DPRD Surabaya Soroti SOP, Perizinan, dan Pajak
Sementara Roeslan Abdulgani, salah satu saksi sekaligus pejuang Kemerdekaan RI saat pecah Pertempuran Surabaya 1945. Pahlawan kelahiran Surabaya ini juga pernah menjabat sebagai Sekjen KAA di Bandung tahun 1955, Menteri Luar Negeri dan Menteri Penerangan era pemerintahan Presiden Soekarno, serta masih banyak lagi lainnya.
Cak Rus, sapaan Roeslan Abdul Gani merupakan asli Arek Suroboyo. Ia lahir di Surabaya pada tanggal 24 November 1914. Rumah Kelahiran Roeslan Abdulgani yang berlokasi di Plampitan VIII No. 26-28, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya ini terbuka untuk dikunjungi. Di rumah ini bisa dijumpai dokumentasi-dokumentasi sepak terjang Cak Roes bagi negeri ini.
Dari semua temuan-temuan fakta tersebut di atas, maka tidaklah berlebihan jika kawasan Peneleh ini dianggap sebagai Dapur Nasionalisme, Dapur Kebangsaan Indonesia. Hal ini juga diamini oleh Adrian Perkasa, Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga.
Baca Juga: Terpengaruh Medsos, Siswi SMK di Surabaya Kabur dari Rumah
"Bahwa berdasarkan fakta sejarah, kawasan Peneleh memang sudah seharusnya bisa menjadi tempat di mana kita bisa belajar situasi kolonial pada saat itu, di mana nasionalisme muncul sebagai salah satu alat untuk melawan kolonialisme tersebut," terangnya saat dihubungi HARIAN BANGSA.
Untuk mewujudkan hal itu, menurut Adrian adalah dengan mengajak warga setempat untuk terlibat sejak awal, mulai dari proses perencanaan hingga peresmian.
"Warga lokal juga harus terlibat sedari proses perencanaan hingga eksekusi, kalau kawasan (Peneleh) tersebut mau ditetapkan oleh Pemerintah (Pemkot Surabaya) sebagai kawasan Dapur Nasionalisme Indonesia," tandasnya.
Baca Juga: 3 Kontroversi yang Membuat Publik Sangsi soal Penangkapan Ivan Sugianto oleh Polisi
Hal itu juga ditegaskan oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat meresmikan acara Festival Peneleh 2023 pada awal Juli 2023 lalu. Ia menuturkan bahwa puncak ilmu kebangsaan dan politik itu ada di Surabaya, dan dari pemikiran seorang HOS Tjokroaminoto.
Bangun Kawasan Wisata Heritage Melalui Festival Peneleh 2023
Berdasarkan literasi wikipedia, wisata heritage merupakan sebuah perjalanan yang dikemas dengan mengunjungi tempat yang dianggap mempunyai sejarah yang penting bagi sebuah daerah atau kota yang dapat menjadi suatu daya tarik wisata. Di Peneleh, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sudah lama merintis spot atau tempat-tempat wisata bersejarah secara bertahap.
Tepatnya sejak tahun 2019, Pemkot Surabaya telah meresmikan Kampung Lawang Seketeng sebagai salah satu destinasi wisata heritage, yang di dalamnya sarat akan peninggalan-peninggalan sejarah.
Peninggalan-peninggalan itu mulai dari Langgar Dukur Kayu berikut isinya, Makam Mbah Pitono, Makam Mbah Dimo, Makam Syekh Zen Zaini Assegaf, serta makam-makam kuno yang tersebar di kampung-kampung Lawang Seketeng. Kemudian juga terdapat Rumah Jengki, Rumah Puing, serta Rumah Kayu yang menjadi pusat daya tarik pariwisata heritage tersebut.
Kemudian beralih menuju ke Kampung Pandean Gang IV. Di sini, Rumah Lahir Bung Karno diresmikan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi pada 6 Mei 2023 lalu. Menurutnya, sejarah Kota Surabaya tidak bisa dilepaskan dari sosok Bung Karno.
Wali Kota Eri mengatakan, Bung Karno dan Surabaya seperti dua sisi mata uang. Ia menjelaskan, sejarah Bung Karno tak bisa dipisahkan dengan Kota Pahlawan. Begitu juga dengan keberadaan Rumah Lahir Bung Karno yang tidak bisa dipisahkan oleh kediaman HOS Tjokroaminoto di Kampung Peneleh.
"Bung Karno pernah tinggal di rumah kos milik HOS Tjokroaminoto pada awal abad ke-20. Beliau menjadikan rumah HOS Tjokroaminoto bukan hanya sebagai tempat tinggal, namun juga dijadikan tempat untuk belajar dan membentuk pemikiran nasionalisme-nya," kata Wali Kota Eri.
Ia menyebut, di dalam Rumah Lahir Bung Karno terdapat sejumlah arsip sejarah, potret silsilah keluarga kecil Presiden Sukarno, serta memorabilia yang didesain sedemikian rupa sehingga menarik perhatian para pengunjung. Terdapat pula audio visual dan film yang terkait dengan sejarah Bung Karno.
Dari arah utara, spot-spot bersejarah itu secara berurutan dimulai dari Langgar Dukur Kayu yang berada di Jalan Lawang Seketeng Gang VI (Gang Ponten), Sumur Jobong di Jalan Pandean Gang I, Rumah Lahir Bung Karno di Jalan Pandean IV No. 40, Lodji Besar Jalan Makam Peneleh No. 46, serta Makam Belanda Peneleh di Jalan Makam Peneleh No. 38.
Kemudian berlanjut ke Masjid Jamik Peneleh di Jalan Peneleh Gang V, Rumah HOS COkroaminoto di Jalan Peneleh Gang VII No. 29-31, Toko Buku Peneleh di Jalan Peneleh Gang VII No. 22, serta Rumah Lahir Ruslan Abdulgani di Plampitan Gang VII No. 34-36.
Ada satu lagi spot sekolah SDN Sulung yang berada di Jalan Sulung Sekolahan Gang I No. 87, Kelurahan Alun-Alun Contong, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya. SDN Sulung yang sebelumnya bernama SDN Alun-ALun Contong ini merupakan sekolah tempat mengajar Raden Soekeni, ayah Sang Proklamator RI. Meski berada di luar Kelurahan Peneleh, spot bersejarah yang telah diresmikan Wali Kota Eri pada 17 Juni 2023 ini menjadi bagian penting karena masih satu paket dari sejarah lahir Bung Karno.
Setelah meresmikan spot-spot wisata bersejarah tersebut, puncaknya adalah Festival Peneleh 2023 yang dbuka oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi pada tanggal 8 Juli 2023. Festival yang dikemas dalam pesta rakyat ini merupakan kerja bareng antara Pemkot Surabaya, Bank Indonesia Cabang Jatim, serta Perkumpulan Begandring Soerabaia.
Wali Kota Eri mengungkapkan bahwa Festival Peneleh 2023 tersebut telah direncanakannya sejak tahun 2018 bersama Perkumpulan Begandring Soerabaia. Bahkan, saat itu ia masih menjabat sebagai kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya.
“Alhamdulillah setelah saya menjadi Wali Kota, gelaran ini bisa berjalan dengan lancar. Karena Peneleh, Pandean, Plampitan, hingga Lawang Seketeng ini memiliki sejarah yang besar. Karenanya, kita kembangkan wisata heritage ini,” ungkapnya.
“Karena itulah puncak ilmu kebangsaan dan politik itu ada di Surabaya dari pemikiran HOS Tjokroaminoto. Kita sebagai penerus bangsa ini, anak-anak muda harus memiliki semangat dan spirit seperti Bung Karno dan HOS Tjokroaminoto,” sambungnya.
Di dalam ajang pesta rakyat yang juga merupakan rangkaian dari gelaran Java Coffe Culture 2023, Festival Peneleh mencoba untuk mengenalkan dan melestarikan nilai-nilai sejarah yang penuh dengan kearifan lokal. Juga sebagai ajang promosi destinasi wisata baru sebagai pemicu dalam pengembangan wisata heritage di Kota Surabaya.
Dalam Festival Peneleh itu, para pengunjung disuguhi dengan berbagai rangkaian acara. Mulai dari Peneleh Heritage Track, Konser Musik Keroncong, Lajar Tantjap, layanan pemeriksaan kesehatan gratis oleh Dokter Djawa, Pasar Rakyat dengan melibatkan sebanyak 20 lebih pelaku UMKM yang menawarkan 28 jenis makanan dan minuman khas Peneleh, serta tak lupa panggung hiburan yang menampilkan kebolehan para warga setempat.
Terapkan Konsep Pentahelix dalam Kembangkan Kampung Peneleh
Konsep Pentahelix merupakan salah satu tawaran dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar) terkait dengan pengembangan pariwisata di Indonesia. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Pariwisata Republik Indonesia No 14 tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata yang berkelanjutan. Tujuannya untuk memastikan dan kualitas aktivitas, fasilitas, pelayanan, dan menciptakan pengalaman serta nilai manfaat pariwisata.
Pentahelix merupakan konsep multi pihak di mana unsur pemerintah, akademisi, badan dan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media massa berkolaborasi serta berkomitmen untuk mencapai tujuan yang sama. Yang menjadi titik fokus pentahelix adalah kolaborasi antara pemerintah bersama para pemangku kepentingan hingga masyarakat.
Terkait dengan pengembangan Peneleh menjadi kawasan wisata heritage juga menerapkan konsep pentahelix tersebut. Mulai dari peran pemerintah dalam hal ini Pemkot Surabaya yang telah memberikan intervensinya sejak tahun 2018 hingga goal-nya saat gelaran Festival Peneleh 2023. Akademisi dari Universitas Airlangga (Unair), mereka berperan dalam mengkaji serta melakukan riset terhadap objek sejarah sebelum diluncurkan menjadi sebuah spot sejarah.
Kemudian, badan usaha (bisnis) ini adalah mereka yang dilibatkan sebagai pelaku bisnis atau pelaku UMKM di dalam event terkait. Mereka ini biasanya warga setempat yang bisa mendongkrak ekonominya. Lalu, peran masyarakat komunitas, juga bisa dengan melibatkan warga setempat, serta perkumpulan para pecinta sekaligus pelestari sejarah. Terakhir, media, yang memiliki peran sebagai penyampai informasi yang berkaitan dengan pengembangan wisata heritage kepada khalayak atau mayarakat.
Dalam Fesitval Peneleh 2023, keterlibatan masyarakat atau pihak ketiga atau swasta atau komunitas diwakili oleh Bank Indonesia Cabang Jatim serta Perkumpulan Begandring Soerabaia. Selama dua hari, mereka menggelar Peneleh Heritage Track.
Peneleh Heritage track merupakan sebuah perjalanan wisata ke sejumlah spot atau tempat bersejarah di kawasan Peneleh yang dipandu oleh sejumlah awak Begandring Soerabaia. Biasanya, perjalanan dimulai dari Lodji Besar yang dipakai sebagai 'Markas Besar' Begandring Soerabaia ini.
Ketua Perkumpulan Begandring Soerabaia Nanang Purwono menjelaskan bahwa Peneleh Heritage Track yang dalam bahasa lokal lebih tepatnya disebut sebagai Jelajah Sejarah Peneleh ini, tidak sekadar jalan-jalan sejarah biasa. Ia menerangkan bahwa egiatan ini memiliki multiplier effect atau efek berganda. Mulai dari yang bersifat ekonomi, edukasional, rekreasional, hingga preservasi heritage.
"Peneleh Heritage Track adalah bentuk upaya bersama secara kolektif dan kolaboratif dalam menjaga, melindungi dan memanfaatkan kekayaan heritage di lingkungan Peneleh. Peneleh memiliki sejarah yang berlapis. Ada sejarah klasik, kolonial, kemerdekaan, hingga pascakemerdekaan. Jejak kesejarahannya lengkap, nyata, dan otentik," jelasnya.
Sementara Inisiator Perkumpulan Begandring Soerabaia Kuncarsono Prasetyo menjelaskan bahwa Lodji Besar merupakan sebuah bangunan peninggalan Belanda. Dulunya merupakan rumah yang dihuni oleh seorang penjaga Makam Belanda Peneleh berikut keluarganya. Namun, skarang dpakai oleh Begandring sebagai kafe sekaligus Tourism Information Center (TIC).
"Kita berangkatkan mereka sekitar 30-40 orang itu dimulai dari Lodji Besar kemudian ke Makam Eropa Peneleh. Setelah itu, Masjid Jamik Peneleh, Jembatan Peneleh, Rumah HOS Tjokroaminoto, Eks Hotel Muslimin, Rumah Lahir Bung Karno, dan terakhir Sumur Jobong di Pandean Gang I," jelas Kuncar, sapaannya.
Ia mengaku, para peserta Peneleh Heritage Track tidak hanya dari wisatawan lokal, regional, serta nasional saja. Mereka bahkan ada yang berasal dari negara-negara di Eropa dan Amerika. (ari/rus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News