JOMBANG, BANGSAONLINE.com – Inilah cerita menarik dan penuh edukatif dari Dr KH Ahmad Musta’in Syafi’ie, Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta’in yang tiap hari menulis Tafsir Al-Quran Aktual di HARIAN BANGSA itu menuturkan bahwa Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari pernah kedatangan tamu utusan penjajah Belanda. Tamu itu bernama Charles Olke van der Plas (1891-1977).
“Van der Plas datang ke Tebuireng,” kata Kiai Ahmad Musta’in saat didaulat membacakan “Manaqib Masyayikh dan Pengasuh Pesantren Tebuireng” dalam acara Haul ke-14 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Pesantren Tebuireng, Sabtu (16/12/2023).
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Van der Plas adalah pegawai sipil Hindia Belanda yang bertugas sebagai Gubernur Jawa Timur. Menurut Kiai Musta’in, Van der Plas ditugasi penjajah Belanda untuk melobi Hadratussyaikh agar mau bekerjasama atau berkolaborasi dengan penjajah Belanda.
Hadratussyaikh mempersilakan Var der Plas masuk. Terjadilah pembicaraan serius. Var der Plas mulai melancarkan lobi atau rayuan. Tiba-tiba Hadratussyaikh mendengar suara anjing.
“Apa tuan membawa anjing?,” tanya Hadratussyaikh kepada tamunya
Baca Juga: Alasan Hadratussyaikh Tolak Anugerah Bintang Hindia Belanda, Kenapa Habib Usman Bin Yahya Menerima
“Ya betul,” jawab Van der Plas.
“Rupanya anjing tuan kepanasan. Dimasukkan saja ke pondok,” kata Hadratussyaikh.
Anjing itu pun dimasukkan ke pondok. Hadratussyaikh kemudian lebih banyak bicara soal anjing. Tampaknya Hadratussyaikh sengaja mengalihkan pembicaraan agar Van der Plas tak punya kesempatan melanjutkan lobinya. Sampai akhirnya pamit pulang.
Baca Juga: Disambut Antusias Warga Blitar, Khofifah: Pekik Allahu Akbar Bung Tomo Dawuh Hadratussyaikh
Tapi di Pesantren Tebuireng justeru ramai karena Hadratussyaikh menyuruhkan memasukkan anjing ke pondok. Bahkan seorang ustadz matur kepada Hadratussyaikh tentang anjinya yang najis mughalladzah (najis kelas berat).
Charles Olke van der Plas (1891-1977).
Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama
Lalu bagaimana tanggapan Hadratussyaikh? “Yang menghukumi anjing najis mughalladzah itu kan ahli fiqh. Anjingnya sendiri kan gak tahu kalau najis,” kata Hadratussyaikh seperti disampaikan Kiai Musta’in Syafi’ie. Para kiai dan ribuan warga yang hadir dalam Haul Gus Dur tertawa.
Itu jawaban pertama Hadratussyaikh. Masih ada lagi jawaban kedua Hadratussyaikh. Apa itu?
“Kalau najisnya anjing itu masih bisa disucikan, walau najis mughalladzah. Dicuci 7 kali lalu dicampuri debu. Tapi kalau najisnya pikiran kiai mau disucikan dengan apa,” kata Hadratussyaikh seperti ditirukan Kiai Ahmad Musta’in Syafi’ie.
Baca Juga: Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu
Artinya, kalau pikiran para kiai sampai terkontaminasi atau terpengaruh ajakan atau rayuan pemerintah penjajah Belanda, sangat bahaya, baik bagi umat dan bangsa,maupun pada diri kiai itu sendiri.
Karena itu Hadratussyaikh menganggap lebih penting membentengi pikiran kiai ketimbang najisnya anjing. Toh najisnya anjing masih bisa disucikan.
Menurut Kiai Musta’in, Van der Plas pun pulang dengan membawa kegagalan. Utusan Belanda itu bahkan heran, kenapa Hadratussyaikh kok malah lebih banyak membahas soal anjing ketimbang ajakan kerjasama dengan pemerintah Belanda.
Baca Juga: Ba'alawi dan Habib Luthfi Jangan Dijadikan Pengurus NU, Ini Alasan Prof Kiai Imam Ghazali
“Jangan-jangan saya ini dianggap lebih najis dari pada anjing,” kata Kiai Musta’in menirukan pikiran Van der Plas yang disambut tawa para tokoh dan kiai serta warga NU yang hadir memenuhi Pesantren Tebuireng.
Menurut Kiai Musta’in Syafi’ie, Hadratussyaikh memang ulama yang sangat kokoh pendirian. Tak gampang goyah oleh rayuan pemerintah.
“Hadratussyaikh menempatkan keulamaan di atas politik,” ujar kiai yang hafal Al-Quran 30 jus itu. Karena itu Hadratussyaikh selalu berwibawa dan fatwanya didengarkan atau dipatuhi umat. Termasuk masyarakat di luar NU.
Baca Juga: Mahfud MD Respons Podcast BANGSAONLINE, Kakek Habib Luthfi Bukan Pendiri NU
Tampak hadir Menko Polhukam Mahfud MD, sahabat dekat Gus Dur, Luqman Syaifuddin Zuhri, mantan Menteri Agama RI, dr Umar Wahid, adik kandung Gus Dur, Emil Elestianto Dardak, Wagub Jatim, Nyai Hj Farida Salahuddin Wahid, istri Gus Sholah, Yenny Wahid, putri Gus Dur, dan tentu saja KH Abdul Hakim Mahfud (Gus Kikin), pengasuh Pesantren Tebuireng. (m mas'ud adnan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News