Oleh: Suhermanto Ja’far
Setiap tahun politik – terutama pilpres dan pileg – selalu muncul pernyataan pejabat publik - dalam hal ini presiden - yang mengundang kontroversi. Proposisi yang disampaikan presiden mengandung kaidah hukum berpikir (logika) disebut law of contradiction. Kaidah law of contradiction ini memunculkan fallacy of thinking yang masuk pada contradictio in terminis.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Contradictio in terminis merupakan pernyataan atau proposisi yang didalamnya mengandung penjelasan yang bertolak belakang bahkan bertentangan, sebagaimana pernyataan Presiden Jokowi tentang netralitas pejabat publik dalam pilpres tetapi presiden boleh berpihak pada paslon tertentu.
Selama pemerintahan Jokowi, kehidupan damai, egaliterianisme, demokrasi dan stabilitas telah terbangun dengan baik, tetapi sejak menjelang pilpres mengalami distorsi, sejak Jokowi sebagai presiden mengatakan secara terang benderang tentang keberpihakannya pada paslon tertentu, sehingga menimbulkan suatu ketidak puasan masayarakat tentang sikap presiden Jokowi.
Ini sudah terbukti dengan munculnya konflik-konflik antar rakyat yang pro dan menolak atas pernyataan presiden tersebut. Apalagi ditambah dengan perilaku elit-elit politik negeri ini - meminjam istilah Foucault - serangkaian perilaku kegilaan dalam pemilu kali ini. Konsensus akan kebersamaan, kebebasan dan persaudaraan justru dikorbankan oleh ambisi-ambisi politik kelompok. Benar sekali, jika saat ini kehidupan dan kedamain bersama untuk mewujudkan masyarakat egaliter, justru berubah menjadi ashabiyah-jahiliyah, homo homini lupus. Artinya, manusia adalah serigala bagi sesama manusianya.
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
Pemerintah (Negara) sebagai perwujudan etis bagi moralitas para warganya harus menjunjung tinggi kebebasan moralitas otonom (Sittlichkeit dalam istilah Hegel). Para elit politik harus mengembangkan perilaku politik dengan sikap relasi I and Thou (Martin Buber) menggantikan paradigma I and it (Marx dan Hobbes), yang cenderung menjajah (menguasai), sehingga setiap orang harus dimusuhi jika bukan kelompoknya. Orang lain (kelompok lain) merupakan bahaya (neraka) dalam bahasa Sartre.
Berdasarkan pada premis-premis tersebut di atas, Thomas Hobbes menyimpulkan bahwa keadaan normal adalah keadaan konflik terus menerus, brutal, agresif dan anarkhis dalam mempertahankan dan merebut kekuasaan. Keadaan alamiah pra-politik setiap individu adalah mementingkan diri sendiri. Watak alami manusia ini akan terbawa secara otomatis tatkala setiap individu akan membentuk suatu dunia bersama orang lain.
Dengan demikian jika ada orang memiliki keinginan yang sama mereka menjadi musuh. Mereka berusaha mencegah setiap orang mencapai tujuan dan mengalahkan satu sama lainnya. Akibatnya terjadi konflik terus menerus karena kesamaan dasar manusia mencegah orang mendapat kedudukan lebih tinggi yang bersifat tetap terhadap orang lain. Dalam keadaan alamiah ini, yang oleh Hobbes dijadikan gambaran dari hubungan antara manusia ketika tidak ada kekuasaan politik yang berdaulat, tidak ada hukum legal atau moral yang mengatur tindakan manusia. Kehidupan manusia berdasarkan keadaan alaminya bersifat miskin, terpencil, penuh bahaya, dan brutal.
Baca Juga: Vinanda-Gus Qowim dapat Pesan Peningkatan Industri Pariwisata dari Jokowi
Antara Netralitas dan Berpihak
Ambivalensi pernyataan presiden tentang netralitas dan keberpihakan mengundang reaksi dari banyak pihak, termasuk kalangan civitas akademika dari berbagai perguruan tinggi. Reaksi ini muncul dan menganggap presiden telah “mengkerdilkan demokrasi”. Pengkerdilan demokrasi muncul dalam diri presiden, karena muncul konflik kepentingan dalam diri presiden antara kepala negara dengan kepala rumah tangga dalam pilpres 2024.
Sebagai kepala negara, Presiden adalah milik seluruh rakyat Indonesia yang berdiri di atas golongan dan tidak memihak pada kelompok tertentu. Sebagai kepala keluarga, presiden secara psikologis adalah milik keluarga, sehingga dalam pilpres 2024 ini, presiden berpihak kepada cawapres tertentu karena dia adalah anaknya.
Baca Juga: Warisan Buruk Jokowi Berpotensi Berlanjut, Greenpeace Lantang Ajak Masyarakat Awasi Prabowo-Gibran
Konflik kepentingan inilah yang menjadi penyebab reaksi sebagian rakyat Indonesia yang menilai presiden telah merusak demokrasi yang telah terbangun lama. Ini diperkuat dengan pernyataan presiden yang akan cawe-cawe dalam pilpres kali ini.
Pernyataan dan tindakan presiden yang ambigu ini merupakan bentuk contradicitio in terminis. Contradictio in terminis adalah frasa Latin yang berarti "kontradiksi dalam istilah". Ini mengacu pada frasa atau pernyataan yang mengandung kontradiksi internal, sehingga secara logis tidak mungkin benar. Pernyataan Presiden yang viral baik di media mainstream maupun media sosial tentang ASN dan pejabat public yang diharapkan netral tapi pada saat yang sama presiden menyatakan bahwa presiden dan menteri boleh kampanye dan berpihak.
Pernyataan presiden yang contradictio in teminis ini merupakan kesalahan logis tentang sikap seorang yang bertentangan dalam suatu hal yaitu netral dan berpihak sekaligus. Frasa yang mengandung contradictio in terminis menjadi tidak jelas maknanya dan sulit dipahami.
Baca Juga: Di Banyuwangi, Khofifah Ucapkan Selamat untuk Prabowo dan Gibran
Contradictio in terminis ini dilakukan secara sadar untuk melegitimasi tindakan tertentu seseorang. Disamping itu, pernyataan salah satu ketua partai dalam kampanye yang menganggap bahwa bantuan sosial itu adalah program negara dan presiden sebagai pelaksananya, bukan program Jokowi sebagai pribadi. Disinilah, terjadi personifikasi program negara kepada pribadi Jokowi yang kebetulan sebagai presiden.
Contradictio in terminis ini juga kita saksikan dalam berbagai kampanye yang dilakukan oleh paslon, seperti janji janji kampanye tentang “Pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi.” Ini contradictio in terminis karena korupsi dan bersih memiliki makna yang berlawanan.
Capres-cawapres yang berlaga dalam debat calon Presiden sering kali menyatakan bahwa dia akan "Menciptakan lapangan kerja tanpa menambah pajak" - Menambah lapangan kerja biasanya membutuhkan insentif pajak, sehingga pajak kemungkinan besar akan naik - Ini adalah contoh contradictio in terminis.
Baca Juga: Di Penghujung Jabatan Presiden Jokowi, Menteri ATR/BPN Gebuki Mafia Tanah
Para supporter capres-cawapres memandang calonnya dianggap sebagai "Debat yang cerdas dan berkualitas." Padahal debat sering kali diwarnai dengan emosi dan serangan pribadi, sehingga sulit untuk mencapai debat yang benar-benar cerdas dan berkualitas. Tidak jarang para jurkam parpol menganggap partainya sebagai "Partai yang pro-rakyat dan pro-pasar bebas." Pernyataan ini juga mengandung kontradiksi dalam istilah karena pasar bebas sering kali tidak berbanding lurus dengan kepentingan rakyat, justru tidak menguntungkan rakyat kecil.
Pernyataan dan proposisi contradictio in terminis sering kali membingungkan masyarakat dan membuat mereka sulit untuk memilih pemimpin yang tepat. Hal ini juga menyebabkan kekecewaan dan frustrasi terhadap politik.
Masyarakat perlu kritis terhadap pernyataan politik dan mampu mengidentifikasi contradictio in terminis. Hal ini penting untuk memastikan bahwa mereka memilih pemimpin yang memiliki visi dan kebijakan yang realistis dan dapat diimplementasikan.
Baca Juga: Khofifah Kembali Dinobatkan sebagai 500 Muslim Berpengaruh Dunia 2025
Contradictio in terminis adalah alat yang dapat digunakan untuk mengkritik dan menganalisis pernyataan politik. Hal ini penting untuk memastikan bahwa masyarakat memilih pemimpin yang tepat dan membuat keputusan yang terbaik untuk negara.
Disamping itu, dapat digunakan untuk mengkritik janji-janji politik, kampanye politik, dan debat pilpres yang tidak logis, tidak jelas, dan tidak mungkin. Hal ini dapat membantu masyarakat untuk memilih pemimpin yang lebih baik dan membuat keputusan politik yang lebih bertanggung jawab.
Dosen pascasarjana dan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya
Baca Juga: Menteri ATR/BPN Hadiri Upacara HUT ke-79 TNI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News